Rabu, 08 Mei 2013

Artikel ke-100


Hampir dua bulan Blog SEMAI ini diluncurkan.
Adalah sasaran kami, dalam dua bulan ini, menyampaikan 100 tulisan kepada teman-teman di dalam Blog ini. 
Syukur kepada Tuhan, sejak tulisan pertama pada 12 Maret 2013, sasaran 100 artikel ini dapat kami capai sebelum usia Blog SEMAI genap dua bulan.

Artikel ke-100 hanyalah berisi ucapan:













Terima kasih karena teman-teman sudah singgah di beranda Blog kami. 
Terima kasih telah sudi menyantap sajian kami. 
Terima kasih telah meluangkan waktu untuk tulisan-tulisan kami. 
Terima kasih sudah berkenan menulis komentar. 
Terima kasih atas dukungan dan perhatian.












Tuhan memberkati kita semua.

TEMU KANGEN SAKA ALIT



Pertemuan tani tak harus di Balai, di sawah pun oke.
Sudah tujuh tahun paguyuban petani tulen bentukan Cindelaras ini tak bertemu. Disebut tulen, karena semua anggotanya benar-benar berprofesi sebagai petani, dan aktif berkiprah dalam kelompok tani di dusun masing-masing. Saka alit, bisa diartikan sebagai saka (pilar), alit (kecil). Petani, dalam struktur masyarakat sering disebut kawulo cilik, kawulo alit, orang kecil. Namun, tidak banyak yang ingat bahwa justru orang-orang kecil inilah yang jadi pilar penyangga kehidupan. Demikian mereka menamakan diri.
Tujuh tahun waktu yang cukup lama. Tak heran tumbuh rasa kangen dalam hati masing-masing. Sekian tahun disatukan dalam kesepahaman, seberapa jauh masing-masing mengembangkan diri. Ini yang mendorong Saka Alit berkumpul kembali, dalam suasana yang seba berbeda. Kamis, 2 Mei 2013, dengan sukarela, hanya dengan undangan melalui sms, dan telepon semua hadir tanpa ingin membebani siapapun. Konsumsi dipikirkan bersama: Pur menyediakan nasi (pasti organic) dan teh, Sukapno membawa tempe bacem, Saryono minta istrinya masak buntil. Marji, Suhardi, dan Partiman bawa klethikan. Sarjiyo yang agak terlambat membawa jajanan bakpia. Yang dari Jetis datang terlambat dan  tidak membawa makanan apapun, tidak masalah. Mereka saling kangen, dan sepakat bertemu di lahan organik kelompok Bangunrejo, yang sekaang dimanfaatkan sebagai area penelitian beberapa mahasiswa UGM. Acara yang digagas kilat itu berlangsung seru, dan menyenangkan. Lima anggota lama hadir, ditambah selusin  penggembira dan petani yang akhirnya menyatakan diri menjadi anggota.

Selasa, 07 Mei 2013

HUMANISASI SEBAGAI TRANSFORMASI BUDAYA


 Sarana Iman Merebut IPTEK dari Cengkeraman Neoliberalisme·


Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomis & Management Institute)
Cindelaras Paritrana Foundation, Yogyakarta

Jejer: Humanisasi
Tema makalah yang diberikan oleh panitia kepada saya sangat besar dan membuat gentar (daunting) pemakalah.  Saya diharap merambah dan mensintesiskan iman, IPTEK, budaya di “era globalisasi”.  Ungkapan “era globalisasi” adalah ungkapan netral, tanpa perlu dipertanyakan secara kritis, seolah tiada dosa dan baik-baik saja. Dengan mohon maaf pada panitia, atas dua catatan di atas, saya memilih judul yang lebih sintesis dan terjangkau oleh sebuah makalah pendek ini. Makalah pendek ini tak hendak mengeksplorasi tuntas segala segi iman, IPTEK dan budaya, tetapi sekedar hendak memberikan sintesis yang menjadi panduan pilihan hidup tindak keseharian. Makalah ini sekedar sebuah sketsa.

Penyampaian saya coba babak-lakonkan dalam simbol wayang, “perang tanding Arjuna dan Karno”, agar kita lebih mudah memotretnya dengan pikiran.

GLOBALISASI PANGAN

Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics & Management Institute)
Cindelaras Paritrana Foundation, Indonesia
Pendahuluan
Bukan ketiadaan senjata yang membuat sebuah bangsa tidak bertahan lagi alias ambruk, tetapi karena tidak tersedianya pangan yang cukup untuk rakyatnya. Tanpa laras bedil, tetapi dengan perut kenyang, seorang warga masih dapat adu jotos untuk mempertahankan sejengkal tanah airnya. Namun dengan seribu laras bedil, tetapi perut lapar, seorang warga tidak kuat mengayunkan sebilah bayonet. Kini, di dunia, minimal ada satu negara, yakni Korea Utara, yang mempergunakan sumber dayanya untuk membangun persenjataan nuklir, sementara rakyatnya dalam bahaya kelaparan, menerima belas kasih sumbangan pangan dari negara-negara musuhnya. Kebalikannya adalah negara Cuba, yang kendati kalah dalam hal senjata dan blokade ekonomi dari USA dan sekutunya, namun karena mampu menyediakan pangan sendiri, secara organik lagi, maka mampu bertahan sebagai bangsa. Maka adalah sebuah ironi besar, bila setelah swadaya beras tahun 1985, pemerintahan Orde Baru sampai kini orde-orde reformasi, memilih untuk membuka lebar-lebar kran impor beras dan sereal utama lainnya (jagung dan kedelai) serta gula, dengan menurunkan tarif masuk pangan hampir nol persen. Kalau negara-negara maju, dengan berbagai cara subsidi non-tarif dan tarif (ada yang sampai 400 persen), melindungi produsen pangan dalam negerinya, maka pemerintah kita berlomba untuk menjadikan Indonesia pasar terbuka lebar bagi pangan dari negara-negara maju dan berkembang lainnya. Dalih pemerintah adalah efisiensi, dalam arti membuat harga pangan murah dalam negeri. Mereka dengan sengaja mengkhianati dan menzalimi petani, si produsen sereal dan gula. Mereka tidak mau mengakui bahwa produsen pangan adalah mayoritas pekerjaan bangsa Indonesia. Kalau ongkos produksi pangan mereka relatif menjadi lebih mahal daripada pangan impor, apalagi semua bentuk subsidi saprotan (saranan produksi pertanian) dicabut, maka mereka otomatis akan berhenti produksi.

Strategic Planning Suatu LSM (4)



Misi yang Tegas dengan Visi yang Jernih

Oleh Bambang Kussriyanto, untuk SEMAI
 
Dalam kancah praktek dan ilmu manajemen belakangan sejak tahun 2000-an, menyeruak pandangan bahwa Misi lembaga/ perusahaan (apa yang wajib dilakukan dan ke mana arahnya) harus lebih ditampilkan sebagai gaya dorong (push-factor) menuju prestasi. Praktek/ilmu yang mengarus-utamakan Misi ini (apa yang wajib dilakukan dan ke mana arahnya) mau menggantikan pola yang mapan sejak tahun 1980-an, di mana Visi diutamakan. Terlalu idealis dan kurang pragmatik menjadi kata kunci kritik atas pengarus utamaan Visi, sebab pernyataan Visi sejauh ini dipandang sebagai kata-kata muluk yang hanya impian, mengajak orang berandai-andai saja, kurang realis, dan kurang memberi makna pada sisi implementasi. Karena itu Misi (apa yang wajib dilakukan dan ke mana arahnya) perlu lebih ditegaskan untuk dilaksanakan dan mengalir langsung dari mandat pendirian lembaga/perusahaan.

Pesan baru praktek/ilmu manajemen itu perlu didengarkan.  Pola yang sudah mapan di dalam praktek manajemen Lembaga dengan urutan Visi-Misi-Strategi-Aksi (VMSA) tidak harus serta merta dibongkar diganti menjadi urutan Misi-Visi-Strategi-Aksi (MVSA) dan menimbulkan kebingungan karena mengubah paradigma dan memerlukan penjelasan yang memerlukan satu seminar tersendiri. Namun, sekalipun tetap menggunakan pola VMSA, Misi (apa yang wajib dilakukan dan ke mana arahnya) kiranya perlu mendapat tekanan lebih besar dalam Strategic Planning, dalam arti memeroleh porsi waktu dan pemikiran lebih besar. Maksudnya, perlu diperoleh ungkapan Misi yang  lebih tegas lagi, di dalam kerangka Visi yang jernih.  Ini mengantar pembicaraan dalam acara sessi sesudah makan siang pada hari kedua Lokakarya Strategic Planning LSM ABC, di awal presentasi kelompok-kelompok kerja mengenai apa yang telah mereka lakukan selama ini sehubungan dengan mandat asli Lembaga, apa yang mau dicapai, bagaimana proses pencapaian/perwujudannya, bagaimana hubungan tiap bidang kegiatan pokok dengan bidang kegiatan pokok yang lain, apa yang telah mereka capai belakangan, mana pengalaman terbaik dalam kinerja mereka, juga pengalaman terburuk, dan prestasi apa saja yang sekarang ini dapat ditetapkan sebagai titik tolak perkembangan rencana ke depan.

Senin, 06 Mei 2013

Strategic Planning Suatu LSM (3)



Peneguhan Misi dan Arah Kegiatan



Oleh: Bambang Kussriyanto, untuk SEMAI

Pada pertemuan Lokakarya Strategic Planning LSM ABC hari kedua, sessi pertama pagi hari digunakan Konsultan Manajemen untuk menyampaikan ikhtisar pertemuan kemarin, dengan terutama menyampaikan  rumusan gabungan laporan kelompok-kelompok kerja mengenai jati diri, nilai-nilai, dan maksud tujuan perjuangan LSM mereka, persepsi mereka atas peluang dan ancaman di lingkungan kerja mereka, serta kekuatan lembaga yang perlu didayagunakan untuk memanfaatkan peluang, dan kelemahan yang perlu segera dibenahi supaya tidak bobol oleh ancaman.
Konsultan manajemen secara singkat menunjukkan dan menerangkan metode “diagram afinitas” yang digunakannya untuk menyatukan data verbal acak yang tercantum dalam laporan kelompok-kelompok kerja dalam kluster-kluster tema yang sama. 



Konsultan memberi tekanan, minta perhatian, atas  butir-butir rumusan baru pernyataan yang terkait dengan hasil penilaian kelompok atas:
(1) kekuatan dan kelemahan dalam implementasi rencana strategis yang sedang berjalan (2009-2011) sehubungan dengan sasaran, strategi dan kegiatan pelaksanaan,
(2) keluhan-keluhan mengenai aspek pendanaan yang merujuk kepada manajemen keuangan lembaga, serta
(3) hambatan-hambatan proses kerja yang terkait dengan infrastruktur dan sistem serta prosedur lembaga.

Butir-butir pernyataan ini akan diurai lebih lanjut dalam seluruh proses acara Perencanaan Strategis pada hari ini. Bagaimana butir-butir itu memengaruhi penegasan misi Lembaga dalam melaksanakan mandat  pendirian Lembaga sekarang dan di masa yang akan datang, serta sasaran-sasaran yang hendak dicapai dalam etape selanjutnya.
Kemudian, kepada peserta seluruhnya diberikan waktu untuk menambah, mengurangi, atau mengubah kata-kata pernyataan-pernyataan jati diri, nilai-nilai dan maksud tujuan LSM yang pada hakekatnya menunjukkan Visi Lembaga yang bersangkutan, yang kemudian disalin dalam satu lembar kertas flipchart dan dipasang di tembok (dan untuk sementara meninggalkan dulu butir-butir penilaian situasi dan institusional).

Sabtu, 04 Mei 2013

Strategic Planning Suatu LSM (2)




Oleh Bambang Kussriyanto, 
untuk SEMAI


Analisis Situasi
Hari pertama Lokakarya Perencanaan Strategi biasanya bersifat reflektif /evaluatif  terbimbing. Artinya ada pemandu dan dan bahan panduan. Pada hari ini seluruh komponen dalam LSM penyelenggara merenungkan kedudukan LSM di dalam seluruh kancah bidang kegiatan yang digelutinya. Sebelum datang menghadiri acara, para peserta diandaikan sudah pernah mengikuti acara ini sebelumnya (berdasarkan informasi klien), dan menyiapkan diri dengan panduan daftar pertanyaan sehubungan dengan jati diri institusional dan pekerjaan/kegiatan pokok lembaga mereka. Mereka mengenang seluruh pengalaman kerja mereka di situ.


Porsi tugas saya selaku konsultan manajemen adalah menggunakan masukan informasi mutakhir mengenai jati diri institusional LSM yang bersangkutan itu sebagai latar belakang refleksi mengenai kedudukan (posisi) LSM sekarang dalam kancah kegiatan mereka. Proses ini disebut Analisis Situasi atau Analisis Kedudukan (Position Analysis): Di Mana Kita Sekarang dalam perjalanan perjuangan ini, yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing bagian terdiri dari dua sessi acara. Dalam sessi acara pertama bagian pagi hari, seluruh komponen LSM diajak memikirkan kembali apa/siapa sebenarnya LSM mereka menurut sejarah keberadaannya. Who we are (Kita ini siapa)? What business are we in (Kita berkecimpung dalam kegiatan apa)? Anggota dewan pembina yang terlibat dalam sejarah pendirian LSM diminta cerita sedikit mengenai lembaganya.  Dalam acara ini mau ditekankan ungkapan mengenai mandat asli diselenggarakannya LSM menurut kesepakatan para pendiri. Why we are here (Mengapa, apa sebabnya kita di sini)? What for (Untuk apa)? Di sini situasi awal berupa problem yang mau diatasi dengan kegiatan organisasi dikisahkan kembali. Pokok persoalannya apa, mengapa tidak bisa dibiarkan saja, apa sebab pokok dari situasi seperti itu, siapa yang menyebabkan, apa yang menjadi kendala, bagaimana semua itu mau diatasi dengan “geliat roh perjuangan” LSM. Semua ini untuk menguatkan kembali “roh utama”, “jiwa perjuangan”, nilai-nilai historis dan kultural yang menjadi motif utama pergerakan, yang  oleh para pendiri dituangkan di dalam bentuk organisasi  LSM. Revitalisasi l’esprit de corp berhadapan dengan realisme keadaan. Dialog peserta dibentuk dalam acara tanya-jawab yang dimaksudkan untuk menguatkan relevansi cita-cita lembaga sekarang dan di masa depan. Arus kegiatan dan situasi bisa menggerus kesadaran akan cita-cita dan nilai-nilai utama yang menjadi motif dasar pergerakan. Bukan rahasia lagi bahwa orang mudah terbawa oleh kesadaran umum “business follows money”, kegiatan mengikut pusaran uang. Walau pergerakan sosial kemasyarakatan tidak terkecuali bisa terseret oleh arus aliran uang, termasuk keberadaan donor dan ketersediaan donasi. Mengikut aliran uang bisa membuat policy dan sifat kegiatan LSM melenceng dari maksud awalnya, menyeleweng dari sifat dasarnya sebagai pergerakan perjuangan, yang umumnya bermodal idealisme atau cita-cita luhur. Maka, idealisme dan cita-cita luhur itu  perlu ditegaskan lagi dan disadari sebagai titik tolak dan dorongan untuk usaha-usaha selanjutnya.