Tampilkan postingan dengan label Posisi Indonesia 2004. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Posisi Indonesia 2004. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 April 2013

Agenda 21 Chapter 15 on CONSERVATION OF BIOLOGICAL DIVERSITY





Catatan Bambang Kussriyanto

Agenda 21/1992 Bab 15 berkenaan dengan Konservasi Keanekaragaman Hayati.  Catatan di bawah ini adalah posisi Indonesia tahun 2004. Indonesia adalah salah satu sumber keanekaragaman hayati terbesar di dunia dan sering kali disebut negara mega biodiversity. Menurut WCMC (1994) Indonesia memiliki 10 persen spesies tanaman bunga, 12 persen spesies mamalia dan 17 persen spesies burung dan sekitar 47 jenis ekosistem. Sebagian besar penduduk Indonesia tergantung pada keanekaragaman hayati untuk kelangsungan hidupnya. Berdasarkan pengetahuan tradisional mereka, sejumlah masyarakat di Indonesia memanfaatkan lebih dari 6000 spesies tanaman dan hewan setiap harinya (Bappenas, 1993).

Di sisi lain, Indonesia juga memiliki daftar terpanjang spesies flora dan fauna yang terancam punah dan menghadapi penipisan keanekaragaman hayati yang serius. Sekitar 20 -70 persen jenis habitat asli telah lenyap. Setiap harinya diperkirakan terdapat satu species yang punah, sementara erosi genetika terjadi tanpa tercatat. Penyebab kerusakan keanekaragaman ini diantaranya adalah kebijakan dan strategi ekonomi yang tidak sesuai, lemahnya penegakan hukum, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, pengenalan spesies asing dan kebijakan pertanian yang tidak sesuai  (Bappenas, 1993). Akar permasalahannya adalah kebijakan pembangunan di Indonesia yang selama 4 dekade belakangan ini belum menganggap keanekaragaman hayati sebagai aset untuk dikelola secara berkelanjutan. Hal ini jelas terlihat pada kebijakan yang mengatur pembangunan nasional serta sektoral seperti kehutanan dan pertanian. Meskipun pada kenyataannya aset negara sesungguhnya adalah sumber keanekaragaman hayati, pembangunan nasional lebih memberikan penekanan pada industrialisasi. Di sektor pertanian, praktek monokultur khususnya tanaman pangan telah mengakibatkan erosi genetika dan spesies. Di sektor kehutanan penekanan pada pengambilan kayu dan perkebunan kayu dengan penanaman sedikit spesies, bahkan seringkali spesies asing, telah mengakibatkan degradasi ekosistem maupun erosi spesies.