Adaptasi Metodologi Balance Scorecards
Oleh Bambang Kussriyanto, untuk SEMAI
Kegiatan Strategic Planning
LSM/NGO pada tahap acara penggarapan “sasaran strategis” dan “perumusan
program-proyek strategis” juga perlu secara metodologis berdialog dengan
praktek di luar lingkungan LSM/NGO dalam Strategic Planning dalam rangka memperlancar kerja-sama dengan
stake-holders dengan membentuk platform dan kosa-kata yang komunikatif,
terutama ketika nanti LSM/NGO dilibatkan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan
(Musrenbang). Salah satunya yang dikemukakan Konsultan pada tahun 2010 untuk
LSM ABC adalah mendalami metodologi dan bahasa Balance Scorecards (BSC).
Balance Scorecards
Mulanya Balance
Scorecards (BSC) digunakan dalam kalangan bisnis pada awal 1990-an sejak
diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton pada 1992. Intinya adalah menempatkan visi
dan strategi sebagai pusat sistem pemantauan dan penilaian proses kerja. Di
dalamnya sasaran-sasaran ditetapkan, seraya mengusahakan agar Staf/SDM
mengadakan penyesuaian perilaku pada sasaran itu secara berteras-teras (menurut
posisinya dalam diagram proses kegiatan Lembaga) dan melaksanakan tindakan yang diperlukan
untuk mencapai sasaran itu. Pada tahun 2000-an BSC juga digunakan dalam pemerintahan. Di Indonesia BSC sudah
dipadukan dalam pola Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) baik di
tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kotamadya, Provinsi, maupun Nasional. NGO/LSM pun tentu perlu mengenal pola BSC ini
dalam Strategic Planning, bukan hanya sekedar untuk praktek keorganisasian
sendiri, melainkan juga demi kelancaran hubungannya dengan stakeholders lain
seperti masyarakat, lembaga bisnis dan pemerintahan, menciptakan platform dan
aras bahasa komunikasi, supaya tidak dianggap “ngrepoti” hanya gara-gara tidak
berada pada platform dan moda komunikasi yang sama.