Belakangan muncul wacana tentang “wirausaha sosial”
dan menimbulkan tanda tanya, apa yang dimaksudkan dengan itu. Selama ini
istilah wirausaha (entrepreneur) dikaitkan dengan bisnis. Biasanya berkenaan
dengan usaha ekonomis yang mandiri. Peran wirausaha digambarkan sebagai orang
yang secara kreatif dan mandiri dapat mengatasi masalah ekonomis tertentu
dengan maksud untuk mendapat keuntungan pribadi. Entah dengan memproduksi
barang atau jasa, entah sebagai penyalur barang atau jasa. Kreativitas menjadi
kekuatan pokoknya. Tetapi ketika perusahaan-perusahaan mengalami kebuntuan
usaha, manajemen perusahaan juga berusaha menumbuhkan kreativitas dari dalam
perusahaannya. Maka digalakkanlah timbulnya semacam wirausaha, namun bukan
orang yang mandiri, melainkan para staf yang ada di dalam perusahaan dan tergantung pada perusahaan.
Mereka diharapkan seperti para wirausaha (entrepreneur) di luar sana, dapat menghasilkan
ide-ide kreatif, inovasi-inovasi cemerlang, yang dapat mengantar perusahaan
melakukan terobosan atau “breakthrough” dalam prestasi ekonomis mereka yang
stagnan. Jenis “wirausaha internal perusahaan” ini disebut “intrapreneur”.
Wirausaha digambarkan mempunyai cara berpikir yang
tidak biasa, “out of the box”, wawasan dan cara memandang yang berbeda. Karena
itu lalu mempunyai penjelasan yang lain, berupa gagasan baru, untuk memecahkan
masalah yang biasa. Kendati wawasan dan gagasannya tidak diterima umum (karena
tidak lazim), namun ia berani menanggung risiko secara pribadi, dan berusaha keras
untuk mewujudnyatakan gagasan barunya itu. Maka wirausaha (entrepreneur)
berbeda dengan “intrapreneur” perusahaan dalam soal menanggung risiko. Sebab
intrapreneur melaksanakan ide-idenya hanya setelah pihak perusahaannya bersedia
menanggung risiko bisnisnya. Intrapreneur tidak menanggung risiko kegagalan
gagasan bisnisnya secara pribadi.
Bagaimana dengan Wirausaha Sosial?