Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Maret 2013

Gambaran Biofuel Indonesia



Pada tahun 2011 tercatat produksi domestik sebesar 18,34 juta kilo liter. Padahal kebutuhan dalam negeri mencapai 21,2 juta kilo liter. Ini adalah sekedar gambaran defisit solar yang mau tidak mau memicu impor solar. Guna menekan laju impor solar di masa selanjutnya, sebaiknya Pertamina bisa meningkatkan produksi biodiesel dalam negeri. Memang ada ambisi besar di kalangan pemerintah dan Pertamina untuk terus mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) seperti biodiesel dan bioetanol. Direktur Pengolahan Pertamina berusaha mewujudkan aspirasi pemerintah yang telah mencanangkan penggunaan biodiesel sebesar 10%, 15%, dan 20% dari konsumsi total minyak diesel tahun 2010, 2015, dan 2020. Nilai tersebut  setara dengan 2,41 juta kiloliter biodiesel tahun 2010, 4,52 juta kiloliter biodiesel tahun 2015 serta 10,22 juta kiloliter biodiesel di tahun 2020. Sasaran itu merupakan pengembangan dari Peraturan Presiden No. 5/ 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menyebutkan kuota bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel pada tahun 2011-2015 sebesar 3 persen dari konsumsi energi nasional atau setara dengan 1,5 juta kilo liter. 

Memang ada banyak perusahaan yang telah menanamkan modal untuk menunjang pengadaan bahan biofuel di Indonesia. Investasi yang digelar sejak 2006 ini masih tahap awal berupa lahan perkebunan, mungkin sudah tanam, namun belum melangkah ke tahap ekstraksi dan distilasi untuk produksi biofuel.

Kenyataan sekarang adalah tingkat produksi biofuel di Indonesia kurang 820 ribu kilo liter dari target ketersediaan 1,5 juta kilo liter. Sedangkan kemampuan produksi biodiesel dalam negeri baru mencapai 680 ribu kilo liter per tahun. Jelas produksi biodiesel di Indonesia masih belum cukup. Dengan bahan baku melimpah, mulai dari tetes tebu, singkong, jagung, sorgum, nanas, nira aren, hingga minyak sawit, proses pengolahan bioethanol tidak terlalu sulit. Rencana produksi bio-ethanol hingga 2010 cukup ambisius.


Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan alat sederhan dan mesin yang bisa diperoleh dengan mudah lewat pemasok atau internet, petani sudah bisa memperoleh ethanol kadar 90 persen. Pertamina memerlukan kadar 99,9% untuk produksi bioethanol.Ethanol 99,8% – 99,9% adalah kadar tertinggi dengan proses distilasi (penyulingan) sempurna yang  menghasilkan ethanol tanpa kadar air sama sekali. Ini kadar yang paling ideal untuk bahan bakar, karena unsur air akan menimbulkan karat (korosi) pada mesin kendaraan. Persoalan yang timbul adalah bahwa ketika rakyat menyediakan bahan berlimpah untuk produksi biofuel, biodiesel dan bioethanol, mata rantai terputus, tidak ada pengumpul yang menerima produk mereka off-farm, sehingga terbengkelai dan menimbulkan rugi besar. Daya tampung Pertamina masih terbatas.


Diduga, bahan utama bio-nabati yang sementara ini diserap adalah minyak sawit (CPO). Sampai tahap proses tertentu, pengolahan bahan bio-diesel CPO dapat ditangani oleh pabrik-pabrik CPO sendiri.

Jumat, 15 Maret 2013

Jumlah Penduduk Indonesia Miskin Makin Berkurang





Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan pada awal tahun 2013, bahwa per bulan September 2012,  jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 28,59 juta orang (11,66 persen), atau berkurang sebesar 0,54 juta orang (0,30 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 sebesar 29,13 juta orang (11,96 persen).


Kepala BPS Suryamin (2/1/2013) menjelaskan kategori penduduk miskin adalah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2012–September 2012 dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Selama periode Maret 2012–September 2012 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 2,59 persen;
b. Penerima beras murah/raskin (dalam 3 bulan terakhir) pada 20 persen kelompok penduduk berpendapatan terendah meningkat dari sekitar 18,5 persen pada Maret 2012 menjadi sekitar 20,1 persen pada September 2012 (berdasarkan data Susenas Maret 2012 dan September 2012);
c. Upah harian (nominal) buruh tani dan buruh bangunan meningkat selama periode Maret 2012 dan September 2012, yaitu masing-masing sebesar 1,29 persen dan 2,96 persen;
d. Secara nasional, rata-rata harga beras relatif stabil, tercatat pada Maret 2012 sebesar Rp10.406,- per kg dan pada September 2012 sebesar Rp10.414,- per kg.
e. Adanya perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh kenaikan NTP (Nilai Tukar Petani) sebesar 0,70 persen dari 104,68 pada Maret 2012 menjadi 105,41 pada September 2012;
f. Perekonomian Indonesia triwulan III-2012 tumbuh sebesar 6,12 persen terhadap triwulan-I 2012, apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2011 (y-on-y) pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 ini tumbuh sebesar 6,17 persen;
g. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 6,14 persen, mengalami penurunan dibandingkan keadaaan pada Februari 2012 yang sebesar 6,32 persen;
h. Selama periode Maret 2012–September 2012, harga eceran beberapa komoditas bahan pokok lain seperti tepung terigu, cabe rawit, cabe merah, dan telur ayam ras mengalami penurunan, yaitu masing-masing turun sebesar 0,03 persen, 18,29 persen, 12,35 persen, dan 1,25 persen.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2012–September 2012, baik penduduk miskin di daerah perkotaan maupun perdesaan sama-sama mengalami penurunan, yaitu masing-masing turun sebesar 0,18 persen (0,14 juta orang) dan 0,42 persen (0,40 juta orang).
Selama periode Maret 2012–September 2012, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,14 juta orang (dari 10,65 juta orang pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,40 juta orang (dari 18,48 juta orang pada Maret 2012 menjadi 18,08 juta orang pada September 2012).
Data BPS juga menunjukkan, selama periode Maret 2012–September 2012, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan tercatat mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2012 sebesar 8,78 persen, turun menjadi 8,60 persen pada September 2012. Sementara penduduk miskin di daerah perdesaan menurun dari 15,12 persen pada Maret 2012 menjadi 14,70 persen pada September 2012.


Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Peran Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan Umum pada September 2012 tercatat sebesar 73,50 persen, kondisi ini tidak berbeda dengan kondisi Maret 2012 yang juga sebesar 73,50 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, tempe, dan tahu. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan di antaranya adalah biaya perumahan,pakaian jadi anak-anak, pakaian jadi perempuan dewasa, dan bensin.

Pada periode Maret 2012–September 2012, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.