Pola tanam padi SRI dan Pelatihan

SRI dikembangkan di Madagaskar oleh Fr Henri de Laulanie SJ, yang antara tahun 1961 dan 1995 bekerja bersama para petani Malagasi dan rekan-rekannya untuk memajukan peluang bagi peningkatan produksi padi di negeri itu. Ia menginginkan rakyat Malagasi hidup lebih bahagia dan lebih sejahtera. Sekarang hasil jerih payahnya dipelajari dan dikaji para ilmuwan di pelbagai negara (pada tahun 2012, tercatat sudah sekitar 50 negara menerapkan SRI, termasuk Indonesia).

Salah seorang petani angkatan pertama yang menerapkan SRI dan menjadi terkenal adalah Honore Randrianarasana yang menggunakan metode SRI pada musim tanam 1994/1995 di lahan seluas seperempat hektar. Ia mendapatkan hasil panen pertama 9,5 ton/hektar.

Pada hal sebelumnya, dengan cara tanam padi lama, ia hanya menghasilkan 3 ton/hektar. Tahun berikutnya ia menambah lahan untuk menerpakkan pola tanam SRI hingga satu seperempat hektar, dan memeroleh hasil panen 10,95 ton/hektar. Honore lalu menyewa lahan-lahan lain hingga 8 hektar dan karena keberhasilan-keberhasilan di tahun-tahun berikutnya, ia bisa membeli tanah pertanian menjadi miliknya sendiri sampai 9 hektar dan membangun 3 rumah pribadi.

SRI adalah singkatan dari System of Rice Intensification, (bhs Inggris) atau le Système de Riziculture Intensive dalam bahasa Perancis..

Pola tanam SRI didasarkan pada empat prinsip pokok yang saling berhubungan:

• Tanam lebih awal, cepat namun sehat.
• Pengurangan kerapatan
• Perbaikan kondisi tanah dengan pemerkayaan unsure-unsur organik
• Mengurangi dan mengendalikan penggunaan air.

Berdasar keempat prinsip itu para petani dapat menyesuaikan praktek yang dianjurkan pola tanam SRI dengan situasi agro-ekologi, dan sosio-ekonomi setempat. Penyesuaian sering dilakukan menyangkut pola perubahan cuaca, kondisi tanah, ketersediaan tenaga, suplai unsur-unsur asupan organik dan keputusan, apakah akan menggunakan pola tani organik 100% atau tidak.

Manfaat SRI sudah dinikmati para petani lebih dari 45 negara di dunia. Antara lain kenaikan produksi rata-rata antara 50%-100%, pengurangan biaya usaha tani, meliputi 90% pengurangan kebutuhan bibit, dan menghemat penggunaan air sampai 50%.

SRI diperkenalkan di Indonesia melalui lembaga-lembaga keilmuan. Maka sifatnya lebih keilmuan, dan teredusir sebagai metode atau cara bertanam padi, atau pola tanam padi SRI. Pada hal sebenarnya, di ujung cara, metode atau pola tanam itu adalah filosofi, sikap dasar petani kepada padi. Sikap dasar ini masih dihayati oleh masyarakat Madagaskar dan perintis-perintis penerapannya dari Negara lain yang belajar langsung dari para petani Madagaskar, atau mendatangkan pelatih dari Madagaskar. Namun sikap dasar ini tidak diminati lembaga-lembaga ilmiah yang lebih cenderung pada soal teknik (how to), dan sengaja meninggalkan soal mengapa (why) yang mendasari timbulnya teknik itu. Ini tertinggal ketika SRI diperkenalkan lembaga-lembaga ilmiah ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Pada tahun 1997 Prof Dr Uphoff dari Cornell International Institue for Food Agricultural & Development (CIIFAD) datang di IPB, Bogor dan memperkenalkan metode SRI. Tahun 1999, Badan Penelitian Padi (Indonesian Agency for Agricultural & Development = IAARD) melakukan percobaan dan pengujian atas metode SRI di Sukamandi, Jawa Barat. Hasilnya adalah panen sebesar 6,2 ton/hektar. Sedang hasil panen petak konvensional terbaik adalah 4,1 ton/hektar. Penelitian-penelitian lanjutan dilaksanakan. Pada tahun 2002 barulah pola-tanam atau metode SRI diperkenalkan kepada masyarakat, terutama di Jawa Barat. Hasilnya memang luar biasa. Banyak petani meninggalkan pola bertanam tadi secara konvensional dan beralih menggunakan cara tanam SRI. Kelompok tani di Cilacap belum lama ini mengumumkan hasil yang menakjubkan: dengan pola tanam SRI panenannya mencapai 11,29 ton per hektar. Serumpun padi menghasilkan 50-70 batang.

SEMAI berusaha menerapkan dan mengikuti perkembangan pola tanam SRI di antara para petani rekanan. Kini SEMAI akan berbagi pengetahuan dan pengalaman sehubungan dengan pola tanam padi SRI kepada teman-teman, melalui pelatihan. Beberapa muatan pelatihan adalah: 1) Filosofi di balik metode SRI berdasarkan riwayat penemuan metode ini. 2) Prinsip-prinsip pola tanam SRI. 3) Persiapan awal untuk menerapkan pola tanam SRI. 4) Penyiapan lahan. 5) Persiapan dan penanaman bibit. 4) Pengendalian air. 5) Penyiangan dan perawatan. 6) Melawan penyakit dan hama. 7) Serba-serbi pengalaman. Pelatihan akan diselenggarakan dengan pola 32 jam efektif atau empat hari (8 jam efektif per hari).

Pelatihan akan diadakan di Wisma SEMAI/Yacitra, Jogjakarta. Peserta akan di ajak melakukan pengamatan langsung dengan meninjau beberapa lokasi pertanian padi SRI. Peminat individual diharap mengontak SEMAI lebih dulu agar dapat dihimpun bersama-sama dengan yang lain dalam satu kelompok pelatihan.