PERPEC
atau Peasants’ Rights Participatory
Education for A Community-Based Rural Empowerment pada
dasarnya adalah musyawarah untuk mufakat yang terbimbing pada awal
dari proses, dan semakin mendekati puncak dilepas pada mekanisme
rembug masyarakat desa sendiri. Tentu tema-tema pokok yang
merupakan 6 (enam) matra pengarus-utamaan program-program CINDELARAS
PARITRANA tetap dijalankan, dan merupakan kurikulum pendidikan. Pada
PERPEC I meliputi: (1) Hak-Hak Asasi Petani, (2) Kritik terhadap
Globalisasi dan Menggalang Gerakan Sosial Baru, (3) Pemberdayaan
Berkelanjutan khususnya Pertanian Organik, (4) Mengembangkan Bela
Kemanusiaan, (5) Menggalang Solidaritas lewat Credit Union dan
Koperasi, dan (6) Meningkatkan Kesetaraan Gender.
Untuk
PERPEC II lebih menekankan pada pendidikan pelatihan strategi dan
kiat-kiat untuk menjadikan 6 matra pengarus-utamaan berjalan secara
realistis dalam kehidupan sehari-hari bagi para petani dan masyarakat
miskin lainnya. Misalnya saja, tentang pemberdayaan berkelanjutan
melalui pertanian organik yang dilatihkan, dari bagaimana menyiapkan
lahan pertanian dengan kompos dan bibit pilihan, sampai pada
pemeliharaan dan pengadaaan lumbung pangan berikut mekanisme
penjualan hasil produksinya. Tentang membangun Credit Union (CU)
maupun memekarkannya, diadakan pendidikan filosofi dan manajemen CU
secara sederhana, strategi pengembangan dan pemanfaatannya, serta
bagaimana CU dipakai sebagai salah satu kaki dari kaki-usaha. Pada
kedua contoh, lumbung dan CU, praktek tentang kesetaraan gender sudah
di-subversifkan ke dalam pendidikan pelatihan tersebut. Contoh ketiga
adalah bagaimana sebuah komunitas diorganisir sebagai organisasi
perjuangan hak petani dan mengembangkan model alternatif yang pro
rakyat.
Dengan
kata lain, semua matra pengarus-utamaan itu dijadikan bahan
pembelajaran bersama yang akhirnya mengerucut pada sebuah rumusan
kecil bahwa kunci keberhasilan program pemberdayaan terletak pada
sikap mental dan kreativitas pelaku pembangunan itu sendiri, alias
masyarakatnya. Oleh karena itu, langkah awal menemani dan
memberdayakan masyarakat dicoba melalui dialog dengan mereka, yakni
melalui program pendidikan penyadaran yang dikenal dengan PERPEC.
PERPEC ini sudah dijalankan CINDELARAS PARITRANA sejak tahun 2001
sebagai bagian dari dialog bersama, seiring dengan berjalannya proyek
yang didanai CCFD. Pada tahun-tahun berikutnya, CINDELARAS PARITRANA
mengambil langkah baru dengan melakukan pendidikan PERPEC terlebih
dahulu ke komunitas-komunitas dampingannya yang baru. Kalau CO-PAR
dimaksudkan untuk memetakan berbagai faktor yang memengaruhi
pemiskinan dan pembodohan rakyat-jelata di pedesaan dan membuat
strategic planning mengatasinya, maka PERPEC didesain untuk
meningkatkan wawasan dan ketrampilan rakyat-jelata, khususnya
keluarga petani kecil, hingga mampu mengatur langkah mengatasi
masalah bersama seraya mengembangkan model alternatifnya.
Tahun
2002, melalui PERPEC, CINDELARAS PARITRANA membuka relasi dengan enam
komunitas baru, yaitu: Jetis, Praon, dan Ngoro-oro di Gunungkidul,
Ngliseng di Bantul, Pagerharjo di Kulonprogo, kelimanya di propinsi
DIY, dan Sumbersari di Purworejo, Jawa Tengah. Dampak dari pendidikan
PERPEC yang diperkuat dengan pendampingan tenaga lapangan CINDELARAS
PARITRANA adalah munculnya kesadaran kritis di masing-masing
komunitas. Meskipun kesadaran kritis yang terbangun masih bersifat
personal, namun ada pencapaian positif yang harus diapresiasi. Khusus
di Sumbersari, kesadaran yang terbangun menghasilkan upaya
konsolidasi membentuk organisasi tani alternatif, Kelompok Muda Karya
Tani, yakni kelompok orang muda bertani organik. Pada tahun 2003,
melalui program PERPEC, CINDELARAS PARITRANA kembali mengembangkan
komunitas dampingan. Ada tujuh dusun di DIY, yaitu Ngrandu, Wanglu,
dan Tobong di Gunungkidul, kemudian Sendangsari, dan tiga dusun yang
masuk kawasan Lo-Rejo (Puluhan, Jitar, dan Pingitan) di Sleman, dan
satu dusun di Jawa Tengah, yaitu Kedunggubah di Kaligesing,
Purworejo. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat
ternyata berdampak juga pada semakin terpinggirkannya kaum perempuan
sebagai bagian tak terpisahkan dari sebuah keluarga atau rumah
tangga, maka PERPEC tahun 2003 sedikit diperbaharui dengan
menambahkan satu materi baru, yaitu tentang kesetaraan gender.
Memasuki
tahun 2004, materi PERPEC yang sama diberikan kepada tiga komunitas
baru, yaitu: Sejati, Pakelan, dan Kleben yang dilaksanakan di pendopo
Lo-Rejo. Ketiganya ada di wilayah Kabupaten Sleman. Dari hasil PERPEC
ini, terjadi konsolidasi antara komunitas Sejati dan Pakelan dan
membentuk paguyuban bersama dengan nama paguyuban Pertanian Organik
Guyub Rukun (POGR), sementara komunitas Kleben membentuk paguyuban
Bangunrejo. Lima komunitas ditambahkan lagi di tahun 2005-2006. Tahun
2005 PERPEC diselenggarakan di Dusun Geger di Kabupaten Bantul,
Yogyakarta, dan di Dusun Tugu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Tahun
2006 meski terjadi gempa, materi PERPEC tetap dilaksanakan di tiga
komunitas, yaitu: Jomboran, Sleman, dan Sodo, Gunungkidul, (DIY) dan
Balak, Klaten, (Jateng). Materi PERPEC diberikan bersamaan dengan
program-program emergency, recovery, dan rehabilitasi
untuk korban bencana gempa. Dalam penanganan korban Gempa Yogya 2006,
CINDELARAS PARITRANA ikut ambil bagian secara aktif di 24 komunitas,
di luar komunitas reguler. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya
hanya sembilan komunitas yang siap dan terorganisir untuk menerima
materi PERPEC. Komunitas tersebut terdiri dari beberapa dusun, yakni:
Kaligondang, Bungas, Payak Cilik, Dermojurang (Kabupaten Bantul),
Terbah, Mongkrong, Jonggrang (Kabupaten Gunungkidul), dan Nglatihan
II, Mirisewu (Kabupaten Kulonprogo). Program PERPEC baru dilanjutkan
tahun 2009 yang dilaksanakan di tiga dusun: Modinan, Bakalan
(Sleman), dan Nabin (Magelang, Jateng).
Pada
tahun 2010/ 2011, CINDELARAS PARITRANA
mengadakan pendidikan pelatihan PERPEC II yang lebih maju selangkah
untuk mendampingi enam komunitas yang sudah
mendapatkan pendidikan penyadaran PERPEC I. Adapun PERPEC II lebih
dari sekedar penyadaran sebagaimana PERPEC I dan mengisinya dengan
strategic planning untuk membangun model alternatif pro rakyat
ditambah dengan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan untuk itu.
Pada saat ini, fokus program ada pada dua hal pokok dasar kehidupan
sehari-hari petani, yakni: membangun kedaulatan finansial lewat
pengembangan Credit Union a la filosofi petani dan lumbung pangan
organik yang bersifat fair trade and distribution. Keenam
komunitas yang dipilih pada tahun 2010/ 2011
berdasar pada dialog dengan masyarakat sendiri, yakni: Lo-Rejo dan
Kleben (Kabupaten Sleman), Payak Cilik (Kabupaten Bantul), Jetis dan
Praon (Kabupaten Gunungkidul), ketiganya di Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan Balak (di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah).
Sebagai
hasilnya, di enam komunitas pedesaan tersebut para petani yang
bergabung sudah mulai mendirikan Lumbung Pangan, khususnya padi.
Bahkan di Jetis, Lumbung Padi sudah berjalan lama, maka Komunitas
Jetis menambah satu lumbung baru, yakni Lumbung Kotoran Hewan
(tlethong),
khususnya sapi dan kambing, untuk kompos. Di enam komunitas tersebut,
CINDELARAS PARITRANA, juga mendorong dan memfasilitasi masyarakat
tani untuk lebih menguatkan manajemen dan manfaat dari Credit Union
atau semi-Credit Union yang telah kami fasilitasi sejak beberapa
tahun lalu. Di lingkungan gerakan CINDELARAS PARITRANA, pada saat ini
sudah ada tiga Credit Union/ Semi-Credit Union: (1) Credit Union
“Cindelaras Tumangkar” dengan anggota per 30 Juni 2011, sebesar
2797 orang (laki-laki: 1525
orang, perempuan: 1272 orang) beroperasi di
seluruh DIY dan Jawa Tengah dimana anggota komunitas Lo-Rejo, Balak,
Payak Cilik, Kleben dll. menjadi anggotanya; (2) Credit Union “Ngudi
Lestari” di Komunitas Jetis, dengan anggota per 30 Juni 2011
sebesar 340 orang atau 119% penduduk karena anggotanya juga dari
dusun tetangga, dan (3) Semi-Credit Union KUPP “Rahayu“ di
Komunitas Praon, dengan anggota per 30 Juni 2011 sebesar 141 unit
rumah tangga atau 40% dari total rumah tangga di Praon.
Sejak
2002 hingga 2011, PERPEC telah dilaksanakan di 34 komunitas. Meliputi
dua provinsi, empat kabupaten di DIY dan tiga kabupaten di Jawa
Tengah. Secara personal program ini sudah diikuti 1021 orang. Dari
proses PERPEC ini mereka menyadari bahwa hidupnya telah terkooptasi
oleh kekuatan dahsyat yang berada di luar dirinya. Tanpa sadar pula
mereka tergiring pada pola hidup individualis. Kerekatan dan
kepedulian sosial menjadi barang usang yang tak diperlukan lagi.
Secara kasat mata, PERPEC berhasil mengubah pandangan mereka.
Masyarakat pun menanggapi kegiatan pendidikan ini dengan respon yang
berbeda. Ciri yang paling nampak adalah adanya kesadaran untuk hidup
dalam kebersamaan, tidak lagi individual. Ini terlihat dari upaya
mereka membentuk kelompok-kelompok yang bersedia membangun mimpi
bersama. Ada yang secara konsisten menjaga “mimpi bersama”
tersebut, meski tak segera mengubahnya menjadi kenyataan. Ada yang
mulai melangkah dan menemukan lorong alternatif menuju pembebasan.
Ada yang masih berjalan di tempat. Ada juga yang justru menemui
kebuntuan.