dikembangkan oleh SEMAI, Yogyakarta
Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics & Management Institute)
Yayasan Cindelaras Paritrana, Indonesia
Belajar dari Kerbau
Pada tahun 1984 penulis mengunjungi Sumba pertama kali. Dan di Wewiwa
(baca: Waidjiwa) melihat serta mengagumi bagaimana sekumpulan kerbau (20 kerbau)
menginjak-injak sawah, sambil makan singgang (sisa jerami tebasan parang) yang
menghijau. Mereka serempak menginjak, seolah berirama, kecipak kecipuk bunyi
air bercampur lumpur terpecik ke atas dan ketubuh yang panas kering, tersiram
sedikit basah, melumatkan tanah dibawahnya. Pada tahun 1990, penulis sempat
pula mengunjungi Timor Timur (waktu itu masih di bawah kuasa pemerintah
Indonesia), melalui darat, dari Atambua menyusuri savana sabana di antara
beberapa kali yang hampir mongering harus disebrangi. Masuk ke wilayah Bumi
Lorosae, mampir di kota kecil Dili sebentar, kemudian meluncur ke selatan,
setelah mendaki dan menuruni bukit penuh tanaman kopi, menyebarangi beberapa
kali, akhirnya sampai di Ailiu. Di sana pemandangan yang menakjubkan, sebagaimana
di Sumba, terjadi lagi. Serombongan kerbau (15 ekor) me-rancah atau
menginjak-injak sawah. Sama, sambil makan, mengerjakan hingga lumat lumpur
untuk menanam padi.
Merenungkan kembali, pada tahun 1997, sekali lagi kembali ke Timor Timur,
kali ini harus menemui Pater Albrecht Kariem Arbie, SJ, seorang sobat lama,
kendati lebih sepuh. Kami sama-sama membuat penelitian kondisi sosial ekonomi
di Keuskupan Dili, atas prakarsa, Mgr. Bello. Dibantu beberapa kawan dari Timor
Leste, kami berhasil membuat kesimpulan dan penemuan, yang berujung antara lain
pada sebuah rekomendasi: perlu didirikan di mana-mana, di tiap komunitas,
Credit Union. Beliau sempat berpesan, ya berbesan, sebab tak sampai 3 bulan
kemudian, beliau ditembak mati oleh para militia, yang dibela demi kemanusiaan.
Pesan itu adalah bahwa saya diminta, bila luang waktu, untuk ikut momong (caring of) Credit Union yang merakyat dan berdaya manfaat bagi
rakyat kecil. Saya belum faham betul apa
itu Credit Union, apalagi yang ‘membebaskan’ rakyat kecil. Kemana harus
mempelajari, mencari tahu? Jawabnya singkat: banyak teman-temanku sudah
mengembangkannya, tentu plus minus, tapi belajarlah yang terbaik yang mereka
lakukan. Begitu saya balik, melanjutkan belajar
di Australia, jawaban itu saya ketemukan lewat literature dan guru saya,
atau tepatnya mahaguru saya, yang sangat fasih sejarah pemikiran ekonomi sosial
Barat, termasuk aliran neo-populisme. Bahkan untuk belajar tentang yang
terakhir, saya sangat banyak dibantu oleh sebuah textbook dari Jepang (sudah
diterjemahkan ke Inggris) yang tidak hanya menjelaskan secara gamblang tentang
Neo-populisme, tetapi juga mesketsakan dalam graphic matemathic aliran itu,
tentu secara sederhana (bukannya mathematika dibuat untuk menyederhanakan yang
kompleks, bukan mengkomplekskan yang sederhana). Dengan bekal yang masih
sedikit itu, saya mulai mempelajari mandiri Credit Union. Dibantu oleh
buku-buku kecil dari tahun 1970 yang diterbitkan antara lain oleh Komisi Sosial
Ekonomi, saya memberanikan diri untuk belajar. “bukan untuk praktek?” Bukan,
belum cukup ilmunya. “Koq lain dengan para pelaku Credit Union sekarang, hanya
dari tradisi lisan, gethok-tular, saja sudah yakin dan merasa bisa...makanya
tak jarang Credit Union-nya bukan ‘memberdayakan rakyat’, tapi, dengan akhul
yakin ‘memPERdayakan rakyat’, jadi sapi perahan para pengurus dan manajernya,
yang mempergunakan kesempatan dalam ‘kesempitan’ (karena para anggotanya masih
belum cerdas)”, celetuk kawanku. “Hai, ada yang RAT, para wakilnya, hiii...jumlah
200 orang...ada yang dengan keluarganya...rapat di Batam...piknik dengan 4 bus
di Singapura...memalukan dan menjijikan...tak ada bedanya dengan anggota DPR
kita yang suka ngelayap...studi banding-an...memboroskan uang rakyat (baca:
anggota)...dan pasti itu keputusan sepihak...menunggang punggung anggota CU”,
selantap teman saya lagi. Saya bilang ‘Stop, bro...mereka kan ‘orang kaya
baru’, istilahe wong Jowo ‘kere mungah bale’, dan benar juga kata salah satu
sesepuh CU...CU harus bisa mengungkit anggota,...ya ya minimal anggota yang
sedang jadi pengurus...gak mau turun-turun dengan dalih gak ada yang
mengganti...dan manajer yang ke-enakan karena sudah digaji tinggi dan
berkuasa...memang sangat beda dengan harapan dan cita-cita Romo Albrecht Kariem
Arbie, SJ.. Nah, ini yang membuat saya sangat berat untuk ikut merintis Credit
Union yang membebasakan rakyat kecil itu. Artinya anggota Credit Union yang
termiskin harus merasa nyaman dan dibantu dengan adanya Credit Union. Bukan
malah dipersulit dengan mendapatkan surat keterangan kelurahan, hanya pinjam
beberapa ratus ribu rupiah...sementara yang pinjam untuk mobil, dan tanah
sampai Rp 200 juta, karena minjamnya bawa mobil CRV, makeupsnya tebel, badannya
wangi...langsung dipercaya ...credible...biasa sih mata ‘kere mungah bale’
(yang dilihat gebyar materi, mati nurani).
“Bagaimana Credit Union-mu yang ...gaya betul...mau membebaskan rakyat
kecil?”, kejar temanku. Saya tak bisa berkutik: “sabar bro...bukan aku yang
berjanji ber-Credit Union...tapi yang pesan itu Romo Albrecht Kariem Arbie, SJ
almarhum...ya itu beratnya...justru karena bukan aku bro...”.
Kalau saya sih simple saja: bagaimana manusia, rakyat kecil, itu belajar
dari kerbau di Sumba dan di Timor Leste. Mereka bisa kerja, sambil makan, atau
makan sambil kerja. Itulah CU BasKom.
Bagaimana itu? Kebanyakan rakyat kecil, kalau sedang makan tak dapat
bekerja, kalau sedang bekerja tak dapat makan. Mereka tetap kecil kalau
kemampuannya satu-satu, tak bisa bersama-sama. Untuk cari makan, dia harus seharian
bekerja, untuk mampu bekerja terus, ia harus sesekali makan. Mereka tidak
mempunyai waktu untuk istirahat di tengah makan dan di tengah bekerja.
Waktunya, tubuhnya habis untuk dikonsumsi untuk usaha mencari makan. Atau
makannya habis untuk dilumat agar mampu bekerja. Yang tidak ada adalah daya
untuk menabung, biar bisa istirahat tapi tetap makan, biar bisa bekerja dan
tetap makan. Itu hanya mungkin kalau mereka berhasil, sedikit apapun, membuat
tabungan. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan antar waktu bekerja dan makan,
agar tidak naik turun, tetapi tetap constant, atau tetap berada dalam situasi
KECUKUPAN. Kecukupan, baik ketika bekerjanya menghasilkan upah untuk makan
berlimbah, maupun ketika makannya banyak sementara bekerjanya tak menghasilkan upah
untuk makan yang mencukupi. Kata KECUKUPAN, sebagaimana dimunculkan oleh
penelitian almarhum Masri Singarimbun dan D.H. Penny di Sriharjo (desa di Bantul)
Yogyakarta circa tahun 1976., itulah kata kuncinya.
Kontras dengan semangat para pelaku Credit Union yang ‘kere mungah bale’
(OKB = Orang Kaya Baru), yang tujuan dari Credit Union untuk menjadi ‘Orang
Kaya’ dalam materi, hingga harus selalu bersaing dan melebihi yang lain; bagi
konsep KECUKUPAN, anggota Credit Union sebagai ganti mengejar ‘kekayaan’ ia mengejar KECUKUPAN. Cukup itu
terbatas...maka pasti tidak menggusur yang punya hak anggota lain. Nah,
kerapkali tingkah ‘kere mungah bale’ (atau OKB) apalagi dalam posisi kekuasaan,
entah pengurus atau manajer condong menggusur hak kecukupan orang lain...kalau
pengurus dan manajer serakah pasti menggusur hak dari anggota, khususnya yang
miskin...karena yang miskin ikut menopang keserakahan itu...menyimpan dan taat
kredit...tapi diperlakukan tak adil dalam hal aturan dan sikap (karena miskin
dan jembel pakaian dicurigai harus pakai surat keterangan kelurahan bila mau
pinjam, yang kaya dan trendy karena bermobil, di-OK...aturan dan sikap bisa
sistematis bersifat tak adil pada yang lemah...maka jangan bersembunyi di balik
aturan apalagi sikap sok profesioanal, sok kehati-hatian hukum.
KECUKUPAN ITU SEPADAN DENGAN TERCIPTANYA KESEJAHTERAAN UMUM (COMMON GOODS). CU yang membebaskan rakyat
kecil harus punya tujuan kecukupan, ya kesejahteraan umum. Bukan ‘kaya’ apalagi
lebih kaya dari yang lain.
Kecukupan terlaksana dalam Komunitas
Cita-cita Kecukupan dalam Credit Union, hanya dapat terlaksana kalau CU
adalah berbasis komunitas. Benar kata orang Credit Union itu ‘kumpulan orang’,
bukan ‘kumpulan uang’. Tapi kata itu harus dicamkan, bukan hanya dikulum di
mulut saja, tak bedanya dengan para pejabat dan kebanyakan DPR kita, kata-kata
yang keluar dari mulut bagus, tapi tindakan tak mendukungnya atau bahkan nol.
Artinya fondasi terutama dan utama dari Credit Union BasKom adalah
KOMUNITAS. Justru kearifan komunitas, seperti gotongroyong, takut dipermalukan,
solider tetangga dan kawan minimal kalau sedang kesusahan menjadi jiwa yang
menghidupkan CU Baskom. Manajemen keuangan dan keanggotaan CU Baskom hampir
sebagian besar sama dengan CU CU yang lain. Bedanya adalah pada semangat,
spirit, yang ditandai dengan kearifan lokal komunitas, baik modal sosial maupun
modal budaya dan keagamaan/kepercayaan.
Sebagaimana kata J.H Boeke, ekonom besar Belanda yang pro rakyat kecil
Indonesia pada tahun-tahun 1910 sampai 1953 nan: di balik motif ekonomi bangsa
Hindia Belanda berdiri motif sosial (termasuk budaya dan sosial) yang kenthal.
Maka bila itu tidak diperhitungkan, dilanggar saja, diperangkan saja dengan
ekonomi Barat, termasuk koperasi, tanpa adanya pendidikan mental, akan kalahlah
ekonomi bangsa Hindia Belanda. Demikian pula dengan Credit Union, yang nota
bene, sistem ekonomi Barat, bila dimasukkan di tengah desa, seperti misal
Lorejo, di Yogyakarta, tanpa pendidikan mental anggota desanya, mereka yang di
desa in akan tergulung oleh ekonomi Barat (baca: modal kuat dari kota). Bahkan
tergulungnya lebih cepat dari dugaan, karena justru difasilitasi dan dibantu
aturan (tertulis maupun lisan antar pengurus dan manajer) oleh pengurus dan
manajernya. Tentu karena mereka, kalau bukan diuntungkan secara financial, juga
tentu diuntungkan secara aturan dan kebijakan, apalagi yang bersifat
bisik-bisik, alias kong kalikong.
Ketika Yayasan Cindelaras Paritrana, di awal tahun 2001 mengembangkan dan
memfasilitasi tumbuhnya Credit Uniom Basis Komunitas (CU BasKom) di dusun Jetis
dan Praon, penelitian dasar telah dibuat di tingkat komunitas. Metodenya apa
yang dipraktekkan oleh Yayasan bertahun tahun yakni Community Organizing through
Participatory Action Research (COPAR), penelitiannya amat sederhana bisa
mempergunakan alam dan gambar-gambar, yang penting berkolminasi pada PENYADARAN
mengenai sistem yang menindas dan bagaimana membebaskan diri hingga menjadi
manusia daulat. Juga sebenarnya di Lorejo, dilakukan hal yang sama. Bila CU
mereka tetap menjadi CU Baskom seperti di Jetis dan Praon, saya yakin akan
tetap berdaya guna bagi pembebasan rakyat kecil. Tapi sayang, anggota rakyat
kecil desa telah ditelan oleh raksasa anggota rakyat ‘kaya baru’ perkotaan. Tak
ada yang salah dengan rakyat perkotaan, karena banyak yang miskin kota pula,
semula. Tetapi kini agak sulit dikatakan demikian, karena, jalan kaki, speda
othel dan speda motor para anggota sudah diganti oleh anggota naik mobil grandlivina
dan crv. Pas dengan semangat OKB atau ‘kere mungah bale’.
Inti dari ‘basis komunitas’ itu adalah PENYADARAN mengenai sistem yang
menindas dan bagaimana membebaskan diri hingga menjadi manusia daulat. Daulat
karena cukup, bukan karena ‘kaya melebihi yang lain atau bahkan selalu ingin
mengalahkan yang lain’, itu serakah...justru itulah musuk bebuyutan (yang die
hard) dari Credit Union. Maka tak heran Credit Union sudah menjadi berlagak bak
bank...bahkan bank-plecit...untuk yang tidak suka.
Kalau sudah sadar, karena menghadapi tantangan bertubi baik dari dalam
mentalitas anggota maupun dari luar (misalnya tawaran kredit tanpa anggunan
murah bunga 0.5 %), maka perlu ORGANISASI yang kuat. Dalam ke-Organisasi-an ini
semangat dan mental para anggota dibina dan dikuatkan. Tanpa organisasi, para
pribadi anggota menjadi kesulitan, dan gampang melemah, bila menghadapi
tantangan.
Salah satu terjemahan dari ORGANISASI yang kuat dan solider yakni, sistem
tanggung renteng yang diperkenalkan oleh Ibu Syafril dari Malang sejak tahun
1970 dan sekarang banyak diadopsi oleh dunia. Jadi jaminan atau kolateral atas
suatu pinjaman itu bukan berupa barang bergerak dan tak bergerak, tetapi berupa
‘jaminan orang’, atau ‘sekelompok orang anggota’. Artinya, kalau saya pinjam,
yang ikut menjamin bahwa aku akan melunasi adalah rombongan anggota groupku,
bila betul aku lagi bokek atau kena musibah, yang melunasi angsurannya yang
para anggota yang ikut menanggung hutangku, sampai lunas. Perkara nanti kalau
aku sudah bebas, aku melunasi angsuran yang sudah dibayarkan teman-temanku, itu
perkara di luar Credit Union, kesetia kawanan. Jadi bila pinjamanku sama dengan
simpananku di Credit Union, maka ketika aku pinjam maka aku tak perlu
kolateral, kolateralnya ya simpananku. Bila pinjam dua kali tabungan, aku
memakai sistem tanggung renteng misal ditanggung serta anggota berjumlah 5
orang. Bila 3 kali simpanan, maka pinjamanku ditanggung 10 penanggungrenteng.
Dengan itu, kita tak butuh jaminan benda bergerak dan tidak, bahkan tak butuh
notaris, dan bila mangkir bayar tak usah menyewa pengacara yang bayar ongkos
minimal transportnya juga mahal, dan last but not least tak perlu CU nya
menjadi bank-plecit.
Tanpa iming-iming hadiah tiap RAT, tanpa memanipulasi keterwakilan dengan
mengabungkan anggota yang seolah dipilih tapi disuruh milih jadi wakil dan
anggota yang kebetulan jadi staff dan pengurus, sehingga kalau ada voting pihak
status quo pasti akan menang, tanpa ceramah mengenai cita-cita setinggi langit
yang membajak ide orang lain, pasti CU BasKom seperti itu lebih memberkati bagi
para anggotanya, yang memang tidak pernah sejak semula didesain untuk bisa
lelang tanah 200 juta dan beli mobil 150 juta, tetapi untuk hidup berkecukupan
dan berdaulat di lingkungan komunitasnya, yang sederhana tapi tentram bahagia.
CU-CU yang berkembang lintas pulau ini terlalu besar, bertentangan dengan
filosopi ‘Small is Beautiful’nya EF. Schumacher, apalagi dengan filosopi kerbau
di Sumba dan Timor Leste. Nampaknya kesalahannya satu dan fatal, meskipun oleh
pengembangnya sudah dikoreksi mati-matian dengan filosopi petani, yakni buku
Mohammad Hatta tentang koperasi dan UUD 1945 telah dilemparkan dan diganti
dengan buku-buku Kiyosaki tentang Cashflow yang mengkhotbahkan “biarkanlah uang
bekerja untuk dirimu”. Sebuah kebohongan Investor Kapitalistis, karena uang tak
bisa bekerja sendiri, kecuali ada buruh, petani, nelayan, pengrajin, operator
mesin, yang memutarkan uang itu, sehingga menuai nilai tambah berlipat. Itulah
konsep added-value yang diperebutkan antara Majikan dan Buruh, antara Tuan
Tanah dan Petani, antara Juragan dan Nelayan kecil, antara boleh jadi Pengurus
Koperasi dan para anggotanya yang miskin. Saya bilang pada temanku yang sejak
tadi memandangi uraianku dengan setia dan air liur mengalir: ‘bro, tak usah ke
sidang WTO untuk melawan neoliberalisme, di perbatasan aku duduk dipisahkan
oleh limbahan (teritisan) kalau dituruti, setiap hari aku mencoba melawannya,
tetapi gagal. Tahu digagalkan oleh apa? Oleh sistem demokrasi yang diterapkan
dan berhenti pada prosedur dan peraturan, tetapi miskin semangat dan hilang
nurani.
Kawan-kawan komunitas Petani di Blitar, minta SEMAI, fasilitasi pendirian
CU, kami sarankan dan sudah melakukan dengan berhasil mendirikan CU Baskom.
Kawan-kawan seniman dan kriya seni di Jakarta, minta nasehat pada SEMAI, kami
usulkan CU Baskom yang dikembangkan. Sistem pembukuan sebenarnya gampang dan
bisa amat murah, kami telah kembangkan SIA (sistem informasi akuntansi) untuk CU Baskom, yang berusaha sangat
terjangkau untuk rakyat kecil. Menjadi mahal, karena dipakai HAKI alias ada
‘ongkos maya’nya. Kalau tidak, ya murah. Bagi kawan-kawan di Sumatera Utara, di Riau, di Lampung, di Indramayu, di Jember,
di Purworejo, di Salatiga, di Jombang, dan lain-lain yang pernah kami bantu mendirikan
dan menumbuhkan CU pada saat lalu, kalau merasa tidak bersehati dengan CU yang
bercita-cita menjadi ‘kaya melebihi yang lain’, tapi hendak membantu rakyat
kecil merealisasikan kecukupan kebutuhan dan kesejahteraan umumnya, saya pikir
CU BasKom lebih cocok. Tetapi yang terserah pilihan, sebab semuanya terpulang where we stand...and here I stand,
minimal mencoba kesana, semoga diridau. Salam bersobatan.
Yogyakarta, hari bumi, April 2013.
Lihat juga sebagai perbandingan di AS: http://www.shareable.net/blog/how-to-invest-in-good-community-development-banks-and-credit-unions
Ini makalah yang aku rindukan, sudah saatnya ini disebarkan kepada para fungsionaris dan penggerak CU. Saya sungguh merasakan CU sekarang kehilangan jatidiri, nilai-nilai. CU sekarang dipandang sebagai " Cuma Uang", harus dikembalikan ke roh dan jatidiri awal jika ingin selamat dan tetap pada relnya.
BalasHapusmantebz
BalasHapusTerimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
BalasHapusTerimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
Nama: __ Hendi Zikri Didi
BalasHapusBandar: _______________ Melaka
pekerjaan: _ Pemilik perniagaan
Sebarang notis: ____ hendidi01@gmail.com
Halo semua, sila berhati-hati tentang mendapatkan pinjaman di sini, saya telah bertemu dengan banyak peminjam palsu di internet, saya telah menipu saya hampir menyerah, sehingga saya bertemu seorang rakan yang baru saja memohon pinjaman dan dia mendapat pinjaman tanpa tekanan, jadi dia memperkenalkan saya kepada legitamate AASIMAHA ADILA AHMED LOIR FIRM, saya memohon Rm1.3 juta. Saya mempunyai pinjaman saya kurang dari 2 jam hanya 1% tanpa cagaran. Saya sangat gembira kerana saya diselamatkan daripada mendapatkan hutang miskin. jadi saya nasihat semua orang di sini memerlukan pinjaman untuk menghubungi AASIMAHA dan saya memberi jaminan bahawa anda akan mendapat pinjaman anda.
Pusat Aplikasi / Hubungi
E-mail: ._________ aasimahaadilaahmed.loanfirm@gmail.com
WhatsApp ____________________ + 447723553516