Pertemuan tani tak harus di Balai, di sawah pun oke. |
Sudah tujuh tahun paguyuban petani tulen bentukan Cindelaras
ini tak bertemu. Disebut tulen, karena semua anggotanya benar-benar berprofesi
sebagai petani, dan aktif berkiprah dalam kelompok tani di dusun masing-masing.
Saka alit, bisa diartikan sebagai saka (pilar), alit (kecil). Petani, dalam
struktur masyarakat sering disebut kawulo cilik, kawulo alit, orang kecil.
Namun, tidak banyak yang ingat bahwa justru orang-orang kecil inilah yang jadi
pilar penyangga kehidupan. Demikian mereka menamakan diri.
Tujuh tahun waktu yang cukup lama. Tak heran tumbuh rasa
kangen dalam hati masing-masing. Sekian tahun disatukan dalam kesepahaman,
seberapa jauh masing-masing mengembangkan diri. Ini yang mendorong Saka Alit berkumpul
kembali, dalam suasana yang seba berbeda. Kamis, 2 Mei 2013, dengan sukarela, hanya dengan
undangan melalui sms, dan telepon semua hadir tanpa ingin membebani siapapun.
Konsumsi dipikirkan bersama: Pur menyediakan nasi (pasti organic) dan teh,
Sukapno membawa tempe bacem, Saryono minta istrinya masak buntil. Marji,
Suhardi, dan Partiman bawa klethikan. Sarjiyo yang agak terlambat membawa
jajanan bakpia. Yang dari Jetis datang terlambat dan tidak membawa makanan apapun, tidak masalah.
Mereka saling kangen, dan sepakat bertemu di lahan organik kelompok Bangunrejo,
yang sekaang dimanfaatkan sebagai area penelitian beberapa mahasiswa UGM. Acara
yang digagas kilat itu berlangsung seru, dan menyenangkan. Lima anggota lama
hadir, ditambah selusin penggembira dan
petani yang akhirnya menyatakan diri menjadi anggota.