Tampilkan postingan dengan label community based. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label community based. Tampilkan semua postingan

Selasa, 23 April 2013

APA ITU CREDIT UNION?



Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics & Management Institute)
Yayasan Cindelaras Paritrana, Indonesia


1.1.        Apa itu Credit Union?


Ada beberapa definisi mengenai Credit Union. Tiga diantaranya kita tampilkan di sini.

Credit Union Counselling Office (CUCO) atau, kemudian dikenal sebagai Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I), dan sekarang disebut sebagai Induk Koperasi Kredit (Inkodit), di Jakarta, mendefinisikan Credit Union atau disebut juga Usaha Bersama Simpan Pinjam, sebagai:
 “...sekumpulan orang yang telah bersepakat untuk bersama-sama menabungkan uang mereka. Kemudian uang tersebut dipinjamkan diantara mereka sendiri dengan bunga yang ringan, untuk maksud produktip (membeli alat, perkakas atau membuka warung) dan kesejahteraan (keperluan kesehatan dan pendidikan). Dengan demikian, pinjaman tersebut akan mengutungkan anggota.” (CUCO, 1973: 1).

CREDIT UNION BASIS KOMUNITAS (C.U. BasKom): Belajar dari Philosophy Kerbau (Water Buffaloes)



dikembangkan oleh SEMAI, Yogyakarta

Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics & Management Institute)
Yayasan Cindelaras Paritrana, Indonesia

Belajar dari Kerbau
Pada tahun 1984 penulis mengunjungi Sumba pertama kali. Dan di Wewiwa (baca: Waidjiwa) melihat serta mengagumi bagaimana sekumpulan kerbau (20 kerbau) menginjak-injak sawah, sambil makan singgang (sisa jerami tebasan parang) yang menghijau. Mereka serempak menginjak, seolah berirama, kecipak kecipuk bunyi air bercampur lumpur terpecik ke atas dan ketubuh yang panas kering, tersiram sedikit basah, melumatkan tanah dibawahnya. Pada tahun 1990, penulis sempat pula mengunjungi Timor Timur (waktu itu masih di bawah kuasa pemerintah Indonesia), melalui darat, dari Atambua menyusuri savana sabana di antara beberapa kali yang hampir mongering harus disebrangi. Masuk ke wilayah Bumi Lorosae, mampir di kota kecil Dili sebentar, kemudian meluncur ke selatan, setelah mendaki dan menuruni bukit penuh tanaman kopi, menyebarangi beberapa kali, akhirnya sampai di Ailiu. Di sana pemandangan yang menakjubkan, sebagaimana di Sumba, terjadi lagi. Serombongan kerbau (15 ekor) me-rancah atau menginjak-injak sawah. Sama, sambil makan, mengerjakan hingga lumat lumpur untuk menanam padi.

RUU PERKOPERASIAN YANG DISELUSUPI SEMANGAT KORPORASI




(dimuat dalam Tabloid Dwi Mingguan, CUReview, vol. 1, 2012)

Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics & Management Insitute)
Yayasan Cindelaras Paritrana, Indonesia


Pengantar:
UU no. 17, tahun 2012, tentang Perkoperasian memang sudah diundangkan 30 Oktober 2012, untuk membandingkan dengan bagaimana setelah menjadi undang-undang dengan sebelumnya ketika masih sebagai draft, tulisan berikut yang diambil opera dari CU Review, Vol. 1, tahun 2012 dapat memberikan gambaran. Silakan membaca:

Undang-Undang no. 17/2012



 tentang PERKOPERASIAN:
Plus dan Minus-nya dan sebuah Contoh Kolonialisme/ Penjajahan Modern via Sistem Perundangan/UU.

Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics & Management Institute)
Yayasan Cindelaras Paritrana, Indonesia

Sudah sejak beredar beberapa tahun lalu sebagai RUU, UU no.17/2012 tentang Perkoperasian yang sebagai UU diundangkan tanggal 30 Oktober 2012 mengundang kontroversi. Pertanyaan pokok yang menjadi sengketa nalar dan praktek adalah: apakah UU no.17/2012 tentang Perkoperasian ‘masih koperasi’ atau ‘sudah liberal’ (untuk tidak mengatakan ‘masih Mohammad Hatta-nomics’ atau ‘sudah neoliberalis’). Sebagai orang yang mencintai koperasi dan sekaligus belajar sejarah pemikiran teori-teori berbagai aliran ekonomi (classics, neo-classics, berbagai sosialisme dan neo-populisme), penulis makfum kalau kontroversi timbul atas UU no.17/2012 tentang Perkoperasian ini. Nampaknya, dari mengikuti proses sejak Draft sampai diundangkan, para pembuat Undang-Undang ini, baik dari eksekutif maupun legislatif, berikut para konsultan dan pembisiknya, selain tidak lepas dari kepentingan dan bahkan agenda self-interest sendiri-sendiri, juga tidak faham teori-teori berbagai aliran ekonomi. Oleh karena itu, juga tidak mampu mengindukkan ‘koperasi’, apalagi sebagai ‘gerakan sosial’, di bawah payung pilihan nilai-nilai yang pas. Pas artinya, nilai tersebut minimal sebagaimana diperkenalkan oleh Mohammad Hatta dkk ke Indonesia pada pertengahan abad-20. Tentu bukan neo-klasik, atau sekarang yang dirasuki roh ‘neoliberalis’ bertiwikrama menjadi ‘globalisasi didorong oleh korporasi’, tetapi koperasi yang di bawah induk aliran (baca ‘pilihan nilai’ atau ‘keberpihakan’ –yang tentu bukan ‘self’, tapi ‘common goods’) sosialisme yang neo-populis. Singkat kata bukan sosialisme komando oleh negara, apalagi dictator proletariatnya Lenin, tetapi koperasi  yang ‘berkedaulatan’ oleh rakyat anggotanya, maka bersifat neo-populis. Mengapa tidak ‘populis’ saja, tetapi harus ditambah ‘neo’,  sebab yang ‘populis’ saja antara lain gampang terpeleset pada aliran ‘anarkhisme’ (anti negara atau sebetulnya anti dominasi-elit), yang pada beberapa kesempatan tergoda mempergunakan ‘kekerasan’. Populisme yang neo atau neo-populisme tidak mempergunakan dan bahkan anti kekerasan. Sebagai contoh mereka yang termasuk aliran pemiiiran ‘neo-populis’, yang tidak amat jauh dari sejarah jaman ini, yakni tokoh-tokohnya Mahatma Gandhi, E.F. Schumacker (ekonom terkenal penulis buku ‘small is beautiful’ yang sampai jaman sadar pemanasan global masih sangat relevan), dan tentunya A.V. Chayanov (ekonomi pertanian berbasis rumah tangga petani) yang karena keyakinan dan ilmu berpihaknya dibunuh oleh Stalin, jaman USSR (kini Russia).

Pertanian Organik




Di masyarakat banyak kita mengenal beberapa jenis pertanian namun klasifikasi tersebuat hanya terdiri dari tiga jenis bentuk pertanian:
1.   Pertanian kimiawi
2.   Pertanian tradisioanal
3.   Pertanian alami
Dalam bentuk pertanian yang banyak digeluti oleh petani saat ini lebih banyak pada jenis pertanian kimiawi, karena semua samgatlanh praktis dan sangat sedikit memakai tenaga manuisia. Pupuk dan insektisida serta peralatan yang lain telah disediakan oleh pabrik sehingga petani lebih bergantung pada pabrik. Sedangkan petani sudah tidak tahu lagi tingkat kesuburan tanah. Semakin hari semakin banyak kebutuhan pupuk dan obat obatan yang dipakai petani guna meningkatkan hasil produksi.