Sabtu, 16 Maret 2013

Biogas

Biogas adalah hasilk dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme yang dilangsungkan pada kondisi nyaris tanpa oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji. Dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber bahan utama energi Biogas antara lain kotoran manusia yang terkumpul massal (misalnya di asrama-asrama), ternak sapi, kerbau, babi dan kuda. Dari segi bahan, dari data statistik 2009 dengan komposisi potensi 13 juta sapi ternak dan perah, serta 28 juta kambing, domba dan kerbau tampak bahwa Indonesia memiliki potensi biogas yang besar.


Karena bisa dilakukan dengan cara yang sederhana, beberapa komunitas teman-teman dampingan  SEMAI/Cindelaras Paritrana yang mengelola kandang sapi bersama berusaha mengembangkan biogas skala kecil menggunakan kotoran sapi sebagai bahan dasar, antara lain  komunitas "Forum Lorejo" (2003), komunitas "Gayuh Rahayu" (2007), dan komunitas "Ngudi Mulyo" Pagergunung (2007). Dengan biaya yang relatif murah, SEMAI dapat menghimpun teman-teman komunitas dampingan yang telah berpengalaman membuat instalasi biogas dengan bahan dasar kotoran, untuk membuatkan instalasi dan melatih cara pengoperasiannya pada lembaga-lembaga seperti asrama-asrama, gedung-gedung pertemuan, apartemen, gedung bertingkat, yang mengumpulkan kotoran manusia dalam skala relatif besar.










Mengoptimalkan pengembangan biogas tidak mudah. Banyak tantangan yang menghadang kelancaran produksi energi yang berasal dari kotoran manusia dan hewan ternak. Selain mungkin mahalnya investasi awal biogas (sebab  dalam proses biogas terdapat fermentasi anaerob, sehingga dibutuhkan digester yang anaerob, dibanding membeli tabung gas elpiji saja yang relatif mudah), belum ada kebijakan-kebijakan insentif bagi masyarakat yang ingin mengembangkan biogas, masyarakat juga masih belum merasa pas  menggunakan energi yang berasal dari kotoran.



Sampai 2012 pemerintah bekerjasama dengan HIVOS membidik target pengembangan 8000 unit instalasi biogas, di enam provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur serta Yogyakarta. Konon sekarang dari kalangan pemerintah sudah dibuat 1400 unit, dan tahun 2013 ini ditargetkan 3600 unit baru dan tahun 2014 selanjutnya akan ditambahkan 3000 unit.
Dari kalangan swasta Jawa Timur tercatat paling progresif.  Penerapan teknologi biogas sebagai sumber energi terbarukan di Jawa Timur saat ini mencapai 5.000 unit instalasi atau terbesar dari total 8.000 unit di seluruh Indonesia. Pada 6/2/2013 Nestle Indonesia meresmikan kubah biogas ke-5.000 yang dibangun untuk peternak sapi perah anggota koperasi mitra Nestle Indonesia di salah satu rumah peternak di Pujon, Malang, Jawa Timur.

Menurut Manajer HIVOS (Yayasan Rumah Hijau) Robert De Groot, Jawa Timur merupakan propinsi dengan penerapan biogas yang paling maju dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia. “Tahun ini Jawa Timur tidak mendapatkan bantuan dana lagi, dari pemerintah Belanda sudah dihentikan. Kami sudah memasukkan proposal ke pemerintah Jerman. Tahun ini kami merencanakan membangun 1.000 instalasi biogas dan 2014 kami menargetkan terbangun 2.000 unit biogas lagi,” ujar De Groot saat konferensi pers seusai peresmian kubah biogas ke-5.000 unit pada tanggal 6/2/2013.














2 komentar:

  1. Ponten di fasilitas umum seperti terminal bus, stasiun KA, Bandara, pelabuhan, juga bisa dimanfaatkan kan ya?

    BalasHapus
  2. Walau pengunjung belum tentu memberi "input", misalnya gedung pertokoan juga, tapi bisa dicoba juga.
    Asrama besar yang penghuninya sudah pasti memberi "input" reguler setiap hari sebaiknya menggunakan instalasi dapur biogas yang dalam jangka panjang lebih murah ketimbang konsumsi elpiji maupun gas kota.

    BalasHapus