Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics and Management Institute)
Yayasan Cindelaras Paritrana
(Catatan: Artikel
ini semula adalah sebuah makalah yang dipresentasikan oleh penulis pada Diskusi
Terbuka dengan tema “Bersahabat Dengan Alam Melalui Pertanian Organik” yang
diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Daerah dari Provinsi Jawa Tengah
bekerjasama dengan para pegiat, kelompok tani, elemen pemuda dan mahasiswa
pecinta pertanian dan lingkungan Kabupaten Wonosobo yang diselenggarakan di
Restoran Ongklok Kota Wonosobo, pada Rabo, 11 April 2012. Untuk blogspot ini,
telah dilakukan sedikit update dan alterasi.)
Pendahuluan
Gempa bertubi-tubi di kawasan Dieng pada April 2013 (kini mereda),
mengingkatkan penulis akan kunjungannya ke kawasan itu beberapa puluh tahun
yang lalu. Tepatnya pada akhir tahun 1976, sekitar 36 tahun lalu ketika penulis
masih terbilang pemuda remaja, selama satu minggu, bersama 5 kawan, ketika
satu-satunya kendaraan ke Dieng adalah truk kecil sayur, ketika jalan masih
berbatu, ketika kami harus jalan kaki berkilometer per hari, kami berkemah
berpindah-pindah dari Gua Semar, Telaga Pengilon, Telaga Mardigda, sampai di
atas Tuk Bimasuci di hutan cemara yang dingin berangin bukan kepalang. Maka
ketika kami mendengar dari berita dan gambar, kawah Sinila mengeluarkan gas
beracun dan membunuh banyak penduduk beberapa dua dekade yang lalu, rasa miris
dan tergetar menusuk sanubari. Salah satu Lagu Ebiet G. Ade, ‘Berita pada
kawan’ adalah saksi yang mengabadi. Pada awal tahun 2001 – 2004, sekitar 7
tahun yang lalu, penulis berkesempatan untuk berinteraksi dengan manusia dan
alam Kabupaten Wonosobo dalam wadah dua proyek kegiatan, yakni: (1) diskusi di
tingkat rakyat pengolah eks hutan dan wakil-wakil rakyat tingkat Kabupaten
mengenai apa yang kemudian dikenal dan membuat terkenal Wonosobo untuk tingkat
nasional yakni “Pengelolaan Hutan berbasis Masyarakat”, atau menurut versi
Perum Perhutani diistilahkan “Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat”,
yang antara lain juga kini mengantarkan San Afri Awang menjadi Staf Ahli Menteri
Kehutanan yang cukup kawentar di antara para penggerak masyarakat sipil; (2)
program konservasi lingkungan khususnya keanekaragaman hayati yang disponsori
oleh General Environmental Facility/
Small Grant Program dari United Nations Delelopment Program (UNDP) yang
dikelola oleh Yayasan Bina Lingkungan Hidup, Jakarta, yang melibatkan
masyarakat Sikunang dan Tambi. Kami, di bawah payung Yayasan Cindelaras
Paritrana, diundang oleh kawan-kawan LSM dari Wonosobo dan Yogyakarta serta
dipercaya oleh GEF/SGP sebagai kawan seperjalanan mereka dan masyarakat, tak
lupa dijadikan mitra diskusi dari Bupati dan khususnya Wakil Bupati dan para
Anggota DPRD ketika itu.