Tarik Ulur Kenaikan Harga BBM

Catatan Bambang Kussriyanto

Saat ini harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi di Indonesia Rp4.500 per liter adalah yang termurah nomor 3 di dunia, setelah Venezuela dan Arab Saudi. Di Venezuela harga BBM Rp 154/liter, karena produksi minyak yang berlimpah hingga 2,4 juta barel/hari. Di Arab Saudi harga BBM Rp 1.155/liter, dengan produksi minyak 9,5 juta barel/hari. Harga BBM di Indonesia Rp 4.500/liter, namun produksi minyaknya hanya sekitar 0,8 juta barel/hari. Tidak ada faktor pendukung yang membenarkan harga subsidi semurah itu sebab dari segi cadangan minyak dalam bumi pun Indonesia hanya punya 3,6 miliar barel, jauh tak sebanding dengan  Venezuela yang punya cadangan 300 miliar barel, yang terbesar di dunia. Banyak negara lain dengan angka produksi minyak lebih besar dari Indonesia, menjual BBM dengan harga lebih mahal. Norwegia dengan produksi minyak 1,9 juta barel/hari menjual BBM Rp 24.727/liter.  Inggris dengan produksi minyak 1,1 juta barel/hari menjual BBM Rp 20.696/liter. Brasil dengan produksi minyak 2,6 juta barel/hari dan menjual BBM Rp 13.866/liter. Kanada dengan produksi minyak 3,5 juta barel/hari menjual BBM Rp 12.839/liter. Iran dengan produksi minyak 4,23 juta barel/hari menjual BBM Rp 5.521/liter. Tidak ada alasan pendukung yang logis untuk harga minyak Indonesia selain bahwa selama ini kita dibuat buta oleh nina-bobo politik pencitraan, seolah-olah kita kaya sekali akan minyak, dan pemerintah sangat protektif terhadap rakyat yang tidak (di)berdaya(kan), sehingga terlena dalam hal harga minyak. 

Maka kita selalu canggung dan maju-mundur dalam kebijakan harga BBM, sekalipun beban subsidi yang ditanggung untuk mengadakan BBM murah sebenarnya sudah membuat anggaran belanja sungguh tidak sehat. Pemerintah melalui Presiden Bambang Yudhoyono akan mengumumkan secara resmi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tetapi tidak jadi. Sebaliknya, Presiden menyampaikan pidato pengantar Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2013 yang antara lain menyinggung “ancang-ancang” untuk menaikkan harga BBM. Pada hal, ancang-ancang itu sebenarnya sudah diambil tahun lalu (2012) namun terkesan tidak ditindaklanjuti dengan serius karena takut mengambil keputusan yang tidak popular. Lagi-lagi demi citra politis (yang sudah tidak ada gunanya bagi rakyat banyak yang semakin menyadari persoalannya).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa subsidi BBM harus dikurangi untuk menjaga perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia dalam jangka panjang. "Saya harus mengatakan dengan gamblang bahwa subsidi BBM perlu diturunkan. Caranya dengan menaikkan harga BBM secara terbatas dan terukur," kata Presiden saat pidato dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Bidakara, Jakarta, Kamis 30 April 2013. Kenaikan harga BBM sudah pasti tidak sampai mencapai harga pasar atau harga ekonomis yang selayaknya Rp 10.000 per liter.

Saat ini, menurut APBN 2013, penerimaan negara ditetapkan Rp 1.529,7 triliun dan belanja negara Rp 1.683 triliun, artinya ada anggaran defisit Rp 150,3 triliun, atau 1,65 % dari PDB. Anggaran subsidi total adalah Rp 317,2 triliun dengan bagian subsidi BBM sebesar Rp 193,8 triliun. Menurut Presiden dalam situasi harga minyak internasional sekarang ini, tanpa kenaikan harga BBM, subsidi total di APBN akan melonjak menjadi Rp 446,8 triliun yang sebagian besar terserap untuk subsidi BBM sebesar Rp 297,7 triliun, menyebabkan pembengkakan defisit anggaran menjadi Rp 353,6 triliun atau 3,83 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Penerimaan APBN 2013 yang dipatok Rp 1.500 triliun praktis hampir sepertiganya sudah terserap untuk subsiditotal Rp 446,8 triliun yang sebagian besar merupakan subsidi BBM Rp 297,7 triliun. Maka sudah pasti, harga BBM harus dinaikkan.

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar di sela acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2013 di Jakarta, Selasa, 30 April 2013, menyatakan bahwa  Pemerintah akan menaikan harga BBM tidak melebihi Rp 6.500 per liter. Menteri Perindustrian MS Hidayat juga mengatakan, pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi secara terbatas. Dari hasil rapat terbatas kemarin di Istana, Presiden mengindikasikan bahwa kecenderungan kenaikan harga BBM akan satu harga, tidak akan lebih dari Rp 6.500 per liter. Namun Menko Perekonomian Hatta Rajasa memberi gambaran yang kurang pasti, bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan berkisar antara Rp 5.500 sampai Rp 6.000 per liter. 

Jika kenaikan harga BBM menjadi Rp 6.500 per liter, anggaran negara bisa dihemat hingga Rp 50 triliun. Ada beberapa skenario penghematan anggaran belanja subsidi energi yang terentang antara Rp28 triliun hingga Rp47 triliun menurut pilihan-pilihan besaran kenaikan harga BBM serta taksiran akibat yang merugikan berupa dampaknya pada angka inflasi. Apabila pemerintah menaikkan harga BBM sebesar Rp1.000 per liter maka diperkirakan akan menyebabkan faktor inflasi 1,87 %; kenaikan Rp1.500 per liter akan menyebabkan faktor inflasi 2,8 % dan kenaikan Rp2.000 per liter menyumbang inflasi 3,74 %. Yang jelas, dampak negatif kenaikan harga BBM adalah semakin tergerusnya daya beli rakyat kecil. Karena itu diperlukan upaya-upaya yang meringankan beban mereka.

Maka pihak pemerintah ingin memastikan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi ini  dikompensasi dengan bantuan langsung tunai (BLT) untuk rakyat kecil dengan kemampuan ekonomis yang lemah. Presiden ingin memastikan tersedianya anggaran untuk BLT, pada tingkat yang cukup untuk memberi kompensasi bagi masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu. Menurut Wakil Menkeu, Hidayat, Presiden mengharapkan persetujuan DPR untuk melakukan kebijakan ini melalui mekanisme perubahan APBN 2013 yang dijadwalkan terealisasi pada akhir Mei 2013.

Diperkirakan, pemerintah akan menyiapkan anggaran bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp14 triliun untuk 15,5 juta rumah tangga yang terkena dampak kebijakan kenaikan harga BBM. Diandaikan dana tunai yang diberikan per bulan sebesar Rp150.000, untuk tiap keluarga selama enam bulan. Dari taksiran itu maka dana penghematan bersih dari subsidi energi dikurangi dana BLSM untuk bantuan sosial yang sekitar Rp14 triliun, adalah Rp36 triliun. Angka ini tetap saja tidak mampu menghambat pembengkakan defisit anggaran dari yang ditetapkan dalam APBN sebesar 1,65 % dari PDB. Defisit anggaran belanja pemerintah pusat akan berada pada rentang antara 1,9 -2,3%  dari PDB pada akhir tahun 2013.

Adapun momentum kenaikan harga BBM yang paling tepat adalah dalam jangka waktu dua bulan mendatang, efektif pada awal Juni segera seusai pembahasan APBN-Perubahan. Jika pemerintah telat menaikkan harga BBM, risikonya menjadi lebih besar karena tekanan inflasi yang makin tinggi pada Juli dan Agustus, yang secara siklis tahunan terjadi setiap bukan puasa dan Lebaran.

Dalam peniaian sebagian ekonom akhir tahun lalu, sebenarya beban pemerintah bisa lebih ringan jika kenaikan BBM bersubsidi dilaksanakan pada awal tahun 2013. Alasannya, harga Indonesian Crude Price (ICP), saat itu sudah mencapai  109 dollar AS per barel. Dan pada penjelasan APBN 2013, pemerintah diberi keleluasaan untuk menaikkan harga BBM apabila harga minyak mentah sudah berada di atas asumsi harga minyak yang digunakan APBN. Pengamat Ekonomi Unika Atmajaya, A. Prasetyantoko, menilai  angka anggaran subsidi BBM Rp 193,8 triliun sudah terlalu besar. Karena mengakibatkan anggaran pemerintah untuk membangun infrastruktur makin menciut. Apalagi jika kemudian anggaran subsidi BBM itu membengkak lagi.  Namun, meski secara hitungan ekonomis dan politis kenaikan harga BBM pada awal tahun masih bisa menguntungkan, tampaknya pemerintah masih belum punya keputusan. Pemerintah masih ragu sekalipun sudah punya dasar hukum dan dukungan kuat dari DPR. Pemerintah masih mencari pilihan lain yang tidak ada. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana, misalnya, pada awal tahun 2013 masih memberikan jawaban mengawang saat ditanya tentang rencana kenaikan harga BBM. "Pricing (ICP) memang akan merupakan signal , namun berikutnya perlu kita pikirkan alternatif atau opsi lain, kalau bukan BBM yang dinaikkan, opsi apa yang tersedia?" katanya.

Jika pertimbangan pemerintah benar agar inflasi tidak terlalu tinggi, bukan lantaran faktor politik,  para ekonom sudah menyarankan pemerintah agar memilih waktu-waktu yang menurut siklus  historis mengalami angka inflasi yang rendah. Misalnya, pada bulan-bulan  panen raya padi.



Artikel terkait:
http://lembagasemai.blogspot.com/2013/04/bbm-persoalan-laten-hantu-bagi.html