Tampilkan postingan dengan label ketahanan pangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ketahanan pangan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Mei 2013

GLOBALISASI PANGAN

Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics & Management Institute)
Cindelaras Paritrana Foundation, Indonesia
Pendahuluan
Bukan ketiadaan senjata yang membuat sebuah bangsa tidak bertahan lagi alias ambruk, tetapi karena tidak tersedianya pangan yang cukup untuk rakyatnya. Tanpa laras bedil, tetapi dengan perut kenyang, seorang warga masih dapat adu jotos untuk mempertahankan sejengkal tanah airnya. Namun dengan seribu laras bedil, tetapi perut lapar, seorang warga tidak kuat mengayunkan sebilah bayonet. Kini, di dunia, minimal ada satu negara, yakni Korea Utara, yang mempergunakan sumber dayanya untuk membangun persenjataan nuklir, sementara rakyatnya dalam bahaya kelaparan, menerima belas kasih sumbangan pangan dari negara-negara musuhnya. Kebalikannya adalah negara Cuba, yang kendati kalah dalam hal senjata dan blokade ekonomi dari USA dan sekutunya, namun karena mampu menyediakan pangan sendiri, secara organik lagi, maka mampu bertahan sebagai bangsa. Maka adalah sebuah ironi besar, bila setelah swadaya beras tahun 1985, pemerintahan Orde Baru sampai kini orde-orde reformasi, memilih untuk membuka lebar-lebar kran impor beras dan sereal utama lainnya (jagung dan kedelai) serta gula, dengan menurunkan tarif masuk pangan hampir nol persen. Kalau negara-negara maju, dengan berbagai cara subsidi non-tarif dan tarif (ada yang sampai 400 persen), melindungi produsen pangan dalam negerinya, maka pemerintah kita berlomba untuk menjadikan Indonesia pasar terbuka lebar bagi pangan dari negara-negara maju dan berkembang lainnya. Dalih pemerintah adalah efisiensi, dalam arti membuat harga pangan murah dalam negeri. Mereka dengan sengaja mengkhianati dan menzalimi petani, si produsen sereal dan gula. Mereka tidak mau mengakui bahwa produsen pangan adalah mayoritas pekerjaan bangsa Indonesia. Kalau ongkos produksi pangan mereka relatif menjadi lebih mahal daripada pangan impor, apalagi semua bentuk subsidi saprotan (saranan produksi pertanian) dicabut, maka mereka otomatis akan berhenti produksi.

Minggu, 14 April 2013

Agenda 21 Chapter 14 Sustainable Agriculture




Berkenaan khusus dengan Pertanian Berkelanjutan.
Program-program berikut ini termasuk dalam wacana Agenda 21 bab ini:
a. Kajian kebijakan pertanian, perencanaan dan pemrograman  terpadu, dengan mengingat aspek multifungsi pertanian, khususnya mengenai ketahanan pangan dan pembangunan berkelanjutan;
b. Memastikan partisipasi rakyat dan memajukan pengembangan sumber daya manusia untuk pertanian berkelanjutan;
c. Meningkatkan produksi dan sistem-sistem pertanian melalui diversifikasi pekerjaan dan perkembangan infrastruktur on dan off farm;
d. Informasi perencanaan tataguna tanah dan pendidikan pertanian;
e. Konservasi dan rehabilitasi tanah;
f. Air  untuk  produksi pangan berkelanjutan dan pembangunan pedesaan yang berkelanjutan;
g. Konservasi dan pemanfaatan sumberdaya genetika tanaman baik untuk  pangan maupun  pertanian berkelanjutan;
h. Konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan sumber-sumber genetis hewan untuk pertanian berkelanjutan;
i. Pengelolaan pengendalian hama terpadu  dalam pertanian;
j. Pemupukan tanaman berkelanjutan demi meningkatkan produksi pangan;
k. Peralihan  energi pedesaan untuk meningkatkan produktivitas;
l. Penilaian efek-efek radiasi ultraviolet  atas tanaman dan hewan karena penipisan  lapisan ozon stratosfir.


Agenda 21 Chapter 14 Sustainable Agriculture
Introduction
1.         By the year 2025, 83 per cent of the expected global population of 8.5 billion will be living in developing countries. Yet the capacity of available resources and technologies to satisfy the demands of this growing population for food and other agricultural commodities remains uncertain. Agriculture has to meet this challenge, mainly by increasing production on land already in use and by avoiding further encroachment on land that is only marginally suitable for cultivation.

Rabu, 27 Maret 2013

Beras Analog



Diversifikasi Pangan


Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia pada 2011 tercatat mencapai 102 kilogram per kapita per tahun. Merupakan angka konsumsi beras paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Rata-rata konsumsi beras dunia hanya 60 kilogram per kapita per tahun. Jika kecenderungan kenaikannya dibiarkan saja, maka akan membahayakan ketahanan pangan nasional. Oleh sebab itu diusahakan inovasi produk pengganti, salah satunya adalah beras analog, yang diharapkan mampu memberi kontribusi dalam mengatasi ketahanan pangan secara berkelanjutan.

Senin, 18 Maret 2013

8 ALASAN MENANAM KENTANG




Tentu kita kenal kentang. Kentang (Solanum tuberosum L.) tanaman suku Solanaceae yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan, dan disebut "kentang" pula. Umbi kentang sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting. Untuk daerah yang tropis seperti Indonesia, kentang cocok ditanam di dataran tinggi yang mempunyai iklim yang sejuk. Tanaman kentang bersifat menjalar, batangnya berbentuk segiempat yang panjangnya sekitar 50 – 120 cm dan tidak berkayu. Batang dan daun dari kentang berwarna hijau kemerah-merahan atau berwarna ungu.

Menanam kentang adalah ideal untuk usaha ketahanan pangan keluarga. Ada delapan alasan yang dapat diajukan: 

Alasan #1: Mudah tumbuh
Kentang mudah ditanam atau dipanen. Suatu lahan kentang keluarga memerlukan tenaga kerja minimal untuk tanam, pemeliharaan maupun panen. Jika panen tinggal cabut – bersihkan dari tanah – simpan – atau memasaknya.