Sabtu, 30 Maret 2013

Pesanggem, Petani Penggarap Lahan Hutan





Hutan merupakan satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UUK, No.41 Tahun 1999, pasal satu). Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia memiliki kawasan hutan negara seluas 112,3 juta Ha, yang terdiri dari Hutan Produksi 64 juta Ha, Hutan Lindung 29,3 juta Ha dan Hutan Konservasi seluas 19 juta Ha.

Lahan hutan di Jawa menjadi sandaran hidup bagi sebagian warga masyarakat desa sekitar hutan yang menjadi petani pesanggem. Petani pesanggem adalah mereka yang menggarap sebagian lahan di kawasan hutan selepas tebang dengan ditanami padi gogo atau aneka jenis palawija terutama jagung dan ketela. Lahan pinggiran tegalan umumnya ditanami dengan tanaman lamtoro dan flamboyan sebagai pagar.

Agenda 21 Chapter 11 COMBATING DEFORESTATION



Berikut ini disampaikan Dokumen Agenda 21/1992 Bab 11 tentang Melawan Penggundulan Hutan. Karena sebagian besar tanah Indonesia terdiri dari hutan, bagian ini sangat penting untuk Indonesia. Di dalamnya dibahas soal usaha mempertahankan berbagai peran dan fungsi aneka ragam hutan; soal peningkatan usaha perlindungan, pelestarian dan penanaman hutan kembali; tentang pemanfaatan hutan dan menutup kembali bagian yang hilang; tentang perencanaan dan pengendalian usaha tata-kelola hutan termasuk perdagangan hasil hutan.

PROGRAMME AREAS
A. Sustaining the multiple roles and functions of all types of forests, forest lands and woodlands
Basis for action
11.1. There are major weaknesses in the policies, methods and mechanisms adopted to support and develop the multiple ecological, economic, social and cultural roles of trees, forests and forest lands. Many developed countries are confronted with the effects of air pollution and fire damage on their forests. More effective measures and approaches are often required at the national level to improve and harmonize policy formulation, planning and programming; legislative measures and instruments; development patterns; participation of the general public, especially women and indigenous people; involvement of youth; roles of the private sector, local organizations, non-governmental organizations and cooperatives; development of technical and multidisciplinary skills and quality of human resources; forestry extension and public education; research capability and support; administrative structures and mechanisms, including inter sectoral coordination, decentralization and responsibility and incentive systems; and dissemination of information and public relations. This is especially important to ensure a rational and holistic approach to the sustainable and environmentally sound development of forests. The need for securing the multiple roles of forests and forest lands through adequate and appropriate institutional strengthening has been repeatedly emphasized in many of the reports, decisions and recommendations of FAO, ITTO, UNEP, the World Bank, IUCN and other organizations.

Jumat, 29 Maret 2013

MomsPreneur, Tak Mau Kalah

Ketika istilah wirausaha (entrepreneur) bertambah marak, sudah muncul juga istilah intra-preneur, lalu, agro-preneur, lalu beauty-preneur, sekarang.... MomsPreneur.... istilah bagi ibu-ibu rumah tangga yang berbisnis dan berjaringan satu sama lain.....

Tempo.com membagikan sekelumit kisah mereka:
http://www.tempo.co/read/news/2013/03/29/108470020/Komunitas-MomPreneur-Cetuskan-Semangat-Berbisnis

Musrenbang, Musyawarah Perencanaan Pembangunan



 
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sekarang jadi istilah populer dalam penyelenggaraan perencanaan pembangunan dan penganggaran di daerah, setelah keluarnya UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Musrenbang merupakan arena formal bagi para pemangku kepentingan dalam membahas prioritas kegiatan pembangunan di daerah, yang hasilnya akan menjadi bahan bagi penyusunan APBD.

UU No. 25/2004 tentang SPPN Pasal 1 ayat (21) menyatakan bahwa Musrenbang adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah. Namun dalam pengalaman selama ini, pada pelaksanaannya, Musrenbang seringkali belum mencerminkan semangat musyawarah yang bersifat partisipatif dan dialogis. Musrenbang belum dapat menjadi ajang yang bersahabat bagi warga masyarakat terutama masyarakat miskin dan perempuan dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. Suara mereka seringkali tersingkir pada saat penetapan prioritas program dan kegiatan pembangunan di daerah.

Kamis, 28 Maret 2013

Trenggiling


Polres Tanggamus pada suatu hari di bulan Agustus 2011 menggerebek sebuah rumah usaha di  Kelurahan Pajar Esuk, Kec. Pringsewu, Kabupaten Pringsewu, dan berhasil diamankan seorang tersangka berinisial WGN (33 th) yang bekerja mengolah trenggiling, Adapun pemilik usaha berinisial Fz sedang tidak ada di tempat dan menjadi dinyatakan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Barang bukti yang berhasil diamankan dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) antara lain 5 ekor trenggiling hidup, 306kg sisik trenggiling, 500kg daging trenggiling yang telah dikuliti, dan 331 bungkus organ bagian dalam/jeroan trenggiling yang bernilai Rp 3,7 miliar. Perbuatan tersangka WGN merupakan suatu tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a, b dan d Jo. Pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Beberapa Dokumen Tentang Land Resources Planning and Management


Sehubungan dengan Agenda 21 Bab 10 tentang Integrated Planning and Management of Land Resources berikut beberapa bacaan yang mungkin bermanfaat, khususnya dalam kaitan dengan Indonesia:

http://agris.faoswalim.org/resources/Land/Land_resource_Mgt/pdfdocs/dse-ten.pdf

http://www.mpl.ird.fr/crea/taller-colombia/FAO/AGLL/pdfdocs/gtz-lup.pdf

http://wgbis.ces.iisc.ernet.in/energy/HC270799/LM/SUSLUP/KeySpeakers/ARais.pdf

http://www.iisd.org/pdf/2009/asia_background_landwater.pdf

http://www.un.org/esa/agenda21/natlinfo/countr/indonesa/natur.htm

Agenda 21 – Chapter 10 INTEGRATED APPROACH TO THE PLANNING AND MANAGEMENT OF LAND RESOURCES



Perencanaan dan Tata-kelola Sumberdaya Bumi
Berikut ini disampaikan Dokumen Agenda 21/1992 Bab 10 mengenai Perencanaan dan Tata-kelola Sumberdaya Bumi secara terpadu. Ini meliputi wilayah beserta tanah, mineral, air dan biota yang ada di dalamnya. Pembicaraan berkaitan dengan (a) aspek perencanaan  dan tatakelola dengan penerbitan kebijakan dan piranti penunjang kebijakan; penguatan sistem; penerapan metode dan alat tepat guna; peningkatan kesadaran publik dan partisipasi publik; (b) pengembangan data dan informasi mengenai sumberdaya bumi; (c) koordinasi dan kerjasama internasional dengan sistem regional sebagai basis; (d) pengujian temuan riset melalui proyek-proyek rintisan.


10.1. Land is normally defined as a physical entity in terms of its topography and spatial nature; a broader integrative view also includes natural resources: the soils, minerals, water and biota that the land comprises. These components are organized in ecosystems which provide a variety of services essential to the maintenance of the integrity of life-support systems and the productive capacity of the environment. Land resources are used in ways that take advantage of all these characteristics. Land is a finite resource, while the natural resources it supports can vary over time and according to management conditions and uses. Expanding human requirements and economic activities are placing ever increasing pressures on land resources, creating competition and conflicts and resulting in suboptimal use of both land and land resources. If, in the future, human requirements are to be met in a sustainable manner, it is now essential to resolve these conflicts and move towards more effective and efficient use of land and its natural resources. Integrated physical and land-use planning and management is an eminently practical way to achieve this. By examining all uses of land in an integrated manner, it makes it possible to minimize conflicts, to make the most efficient trade-offs and to link social and economic development with environmental protection and enhancement, thus helping to achieve the objectives of sustainable development. The essence of the integrated approach finds expression in the coordination of the sectoral planning and management activities concerned with the various aspects of land use and land resources.