artikel penulis, diambil dari Kuliah Akhbar-nya, Seri
1, menyambut HUT RI-67, Hari Tani, Hari
Pangan Sedunia dan Hari Ibu, tanggal 10 Agustus s.d. 9 November 2012 yang diselenggarakan
di CINDENEST, Jln. Pangkur no.19,
Ganjuran-Manukan, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta.
Oleh
Francis Wahono
SEMAI (Social Ecolonomics & Management Institute)
Yayasan Cindelaras Paritrana, Indonesia
Berandai
Apabila akhir-akhir ini Anda membaca surat kabar, Anda akan berjumpa dengan
persoalan-persoalan besar sosial ekonomi yang menyangkut harkat hidup orang
banyak yang akan mengusik pikiran, bisakah itu akan lebih bagus kalau dikelola
secara kooperasi. Beberapa dari antara persoalan tersebut adalah: reforma
agrarian termasuk kepemilikan hutan dan tambang, kedaulatan dan ketahanan
pangan nasional, sistem jaminan sosial, industry kreatif masyarakat adat maupun
ekonomi rumah tangga rakyat jelata, bahkan sekolah dan rumah sakit di daerah
terpencil, pembangunan sarana-sarana publik di daerah-daerah, pengadaan buku
serta perpustakaan dan literature serta sarana komunikasi tingkat desa/dusun
dan kampung, pengelolaan uang bersama-sama untuk rakyat, sarana transportasi rakyat,
pemeliharaan dan pelestarian bermanfaat dari ekosistem dan keseluruhan
lingkungan hidup, menjaga keamanan daerah perbatasan dan penangkapan ikan oleh
pencuri asing di perairan Nusantara, memungkasi dan mereduksi berbagai
diskriminasi serta kekerasan, dlsb. Bayangkan kalau itu semua dikelola oleh
kooperasi, bukan diserah jualkan dengan hampir-hampir sistem lego kepada
perusahaan swasta besar korporasi, bukan pula swasta besar korporasi menyewa
pengamanan sendiri atau memakai tentara dan polisi yang nota bene dibayar oleh
pajak rakyat lewat negara. Bayangkan, pemerataan pekerjaan dan penghasilan
serta kesejahteraan dan keadilan sosial akan lebih terealisasikan. Bila itu
dikelola oleh kooperasi secara kooperatif. Mengapa tidak? Karena dari kooperasi
rakyat, kurupsi lebih sulit dilakukan, bila pun dilakukan biaya akan lebih
besar, karena harus mengumpulkan dari yang kecil-kecil. Beda dengan bila
langsung memelihara yang besar, korporasi, koruptor tinggal berhubungan dengan
satu dua orang, selesai sudah praktek jahatnya, dan jauh lebih murah ongkosnya.
Apalagi semua praktek kotor itu dikelola dan didesain melalui perlindungan
hukum dan administrative, lancarlah. Tapi menderitalah bangsa dan rakyatnya
ini, karena cenderung secara sistematis menjadi sapi perah para elit dan
sebagian besar pemimpinnya.
Bung Hatta, Mohammad Hatta, satu dari 2 Pahlawan Proklamator Republik
Indonesia, sejak kecil ketika baru di sekolah lanjutan atas, sudah mendengar,
melihat kecenderungan elit dan pemimpin dari ranah kelahirannya Bukit Tinggi.
Bagaimana pada tahun 1920-an, organisasi dagang Kerukunan Orang Minangkabau
(KOM) bangkrut berantakan karena dipimpin oleh intelek cocok tanam.
Kesimpulannya: organisasi dagang harus dikelola orang yang tahu dagang. Pada
kesempatan lain, sama dengan pendapat ekonom Belanda pro Rakyat Indonesia, J.H.
Boeke –yang dikagumi oleh almarhum Prof. Mubyarto dan kebetulan kerangka
teorinya saya pinjam dalam disertasi – Bung Hatta melihat bahwa beberapa
koperasi utamanya konsumsi gagal karena mengandaikan ilmu kooperasi sama saja
dengan gotongroyong, guyup rukun, tanpa perlu pengurus dan menajer belajar ilmu
kooperasi termasuk pembukuan dan disiplin pengelolaan uang, barang dan tak
ketinggalan organisasi orang. Republik kita ini telah salah dikelola oleh orang
yang salah tempat juga.
Demokrasi mestinya bukan siapa saja semau gue berkompetisi untuk
mendapatkan kedudukan, dan tidak mampu dan tak punya cita-cita pengabdian pada
kesejahteraan rakyat. Sudah ideologi tak jelas, motif tak lurus, tindakan penuh
manipulasi dan ketidak jujuran, kerjanya cuma tidur di ruang sidang, dan kalau
ada uang matanya hijau, kalau ada peluang piknik berebut budget. Ciri orang
kuasa baru dan orang kaya baru, ‘kere munggah bale’. Menata dan memilih sistem
ekonomi sosial budaya dan politik itu membutuhkan orang yang mampu dan
berkomitmen, bukan sembarang dan preman berdasi atau berdasi yang preman. Dan
Bung Hatta, juga sadar itulah yang beliau sebutkan sebagai ‘mental inlander’,
bukan bangsa inlander tetapi mentalnya inlander, bukan pemenang bukan juragan
bukan pula penguasa, tapi mental kere munggah mbale. Maka beliau sekolah,
setinggi mungkin pada jamannya, dengan seluruh resoures keluarga dan jaringan
yang memungkinkan, setelah tamat, pulang kembali memerdekaan dan membangun
negerinya. Kini semangat seperti itu, sebetulnya banyak, tetapi celaka mereka
kerja di bawah, tidak mendapatkan kesempatan ke atas, karena jalur partai korup
adalah jalur yang sulit dimasuki oleh mereka.
Orang-orang Indonesia yang banyak dan baik itulah yang diimbau oleh kuliah
ini untuk cancut taliwanda, menurut kemampuan, situasi, dan bagiannya
sendiri-sendiri. Karena terlaksananya kooperasi tergantung dari orang-orang
semacam Bung Hatta tersebut. Tidak harus berpendidikan tinggi, tetapi
berdedikasi tinggi diserati usaha memajukan diri dalam kemampuan dan
ketrampilan lewat pergulatan praktek dan interaksi dengan teman-teman sejawat.
Mari kita taksirkan kira-kira manusia Bung Hatta, Bapak dan inspirator
Kooperasi Indonesia seperti apa?
Bung Hatta
Pertama-tama harus
dicatat, Bung Hatta membedakan antara ‘Individualita’ dan Individualisme.
Beliau pro Individualita. Tetapi menentang keras Individualisme. Individualita
itulah yang harus banyak diusahakan oleh orang Indonesia kalau mau merdeka.
Itulah manusia merdeka, yang secara individu mampu, berkomitmen, kerja keras,
berdisiplin, jujur, dan jelas orientasi hidupnya. Maka juga bersifat mandiri
dan berdaulat.
Lain dengan ‘Individualisme’, itu beliau fahami dari pilar Kapitalisme,
yang pada jaman beliau mengalami tiwikrama dari kapitalisme perorangan menjadi
kapitalisme monopoli. Pilar utama Kapitalisme adalah kepemilihan private
property atau hak kepemilikan pribadi di atas segala. Itulah egoism ekonomi
sosial politik budaya, kesombongan luar dalam. Maka wawasan hidupnya ya
self-interest, kepentingan pribadi diagungkan. Dan nilai self-interest itu bisa
melegalkan tindakan kekerasan, misal perang di Afganistan dan Irak, yang
mengorbankan jiwa rakyat jelata tak bersalah maupun prajurit tentara yang
ingusan diperlakukan bak mesin.
Pilar kedua dari Kapitalisme adalah pasar bebas, yang dalam ekonomi hanya
ada dalam teks untuk mahasiswa/i tingkat satu sampai dua. Karena itu model
disederhanakan dengan seribu satu asumsi, pengandaian, yang diberi lambing
huruf Yunani ‘myu’ atau error. Karena jelas dari praktek, Kapitalisme baik yang
berwajah colonial maupun imperialisme itu hanya bisa pasar bebas untuk dirinya,
bila dilindungi oleh negara yang kuat. Maka VOC diback up oleh Pemerintah
Kolonial. Kini WTO diback up oleh tentara dan senjata politik bantuan dan mesiu
dari negara Adidaya, serta diback up sistem hukum international yang mengikat
yang terjajah, tapi membebaskan yang menjajah. Tulisan Ikrar Nusa Bakti dua
hari lalu dalam harian Kompas mengenai Freeport di Papua sungguh membuat nafas
sesak ndak mengerti. Juga tulisan Sri Palupi pada harian sama hari sama
mengenai ‘budak belian modern’ yang bernama TKI/TKW yang justru, dua-duanya
dilindungi oleh Hukum dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia.
Catatan kedua mengenai Bung Hatta, yakni bahwa beliau konsisten sampai
mendekati akhir hidupnya memakai istilah ‘kooperasi’ atau ‘co-operation’ dan
bukan ‘koperasi’ apalagi ‘koeperasi’ seperti kita. Dalam bahasa Inggris maupun
Eropa lainnya, dari mana istilah itu berasal, istilah ‘kooperasi’ lebih benar
dan tepat. Tekanannya pada ‘co-op’, jadi betul-betul itu kumpulan orang. Bukan uang,
bukan badan hukum sembarang, tetapi kumpulan orang yang adalah anggota, tetapi
terbuka. Kuliah ini hendak memakai ‘kooperasi’ sekarang dan selanjutnya, untuk
menandai inilah ‘kooperasi yang sejati sebagaimana dicita-citakan oleh Bung
Hatta’. Kebanyakan kooperasi sekarang ini adalah ‘koperasi’, kumpulan uang
untuk usaha sementara orang pengurus, lupa anggotanya.
Catatan ketiga, sesuai dengan perjalanan hidup Bung Hatta, beliau, juga
untuk kooprasi, menandaskan pentingnya pendidikan. Pendidikan ekonomi,
pendidikan sosial dan pendidikan politik. Kooperasi bagi beliau adalah gerakan
politik ekonomi yang sosial. Maka bukan sekedar ‘badan usaha’ seperti
Undang-Undang koperasi 1992, juga bukan ‘badan hukum’, yang boleh didirikan
oleh investor bukan anggota, seperti Draft Rancangan Undang-Undang koperasi
tahun 2010.
Pendidikan politik ekonomi yang sosial itulah yang waktu ini adalah sebuah
kelangkaan. Semestinya hal ini telah masuk sejak awal dari sejak SD kelas 4,
sebagaimana juga pelajaran mengenai lingkungan hidup. Siapa gurunya bagaimana
kurikulum dan praktek laboratorium masyarakatnya? Agar tidak menambah isi tas
anak-anak SD yang bobotnya sudah 5 -9 kg, maka ilmu kooperasi tersebut
disuversikan ke dalam pelajaran muatan lokal wajib atau pada pelajaran-pelajaran
lain. Anak-anak kita malah lebih fasik dalam pikiran dan emosi serta semangat
dengan ilmu Kapitalisme daripada Kooperasi. Mau menjadi generasi tukang,
pengkopi, dan ‘inlander’ lagi?
UUD 1945
Langkah tersebut, pendidikan politik ekonomi yang sosial a la kooperasi
adalah salah satu pelaksanaan jelas dan tuntas dari Preambule UUD 1945. Visi
dan missi Republik Indonesia ini adalah di preambule berserta Pancasilanya.
Satu yang menonjol utama adalah ‘hendak mencerdaskan bangsa dan kehidupannya’.
Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang kritis terhadap antara lain Kapitalisme,
karena itu membuat manusia nomor dua seraya yang empunya capital nomor satu.
Sekarang lebih kompleks dan menyeluruh yakni sudah bertiwikrama menjadi
Neoliberalisme. Seraya cerdas, bangsa ini juga harus berdaulat sambil ikut
menyelenggarakan ketertiban dunia dengan damai. Nah, daulat ini yang tidak
dipunyai lagi oleh elite dan pimpinan bangsa ini, tetapi saya yakin masih
berkobar di antara rakyat jelata dan para orang mudanya. Jangan putus asa, dan
berhenti, karena melihat situasi yang seolah tak mungkin diubah. Kalau nglokro,
kita kalah dengan para Kapital besar. Kita harus percaya bahwa situasi bisa
berubah, bahwa yang kini berkuasa berlimpah harta, dalam semalam, bisa berbalik
berantakan masuk bui selamanya. Harus yakin, terus berjuang, terus maju, dengan
kadang ‘keras kepala diserta kehendak dan hati yang membara’. Semangat UUD 1945
dalam preambule adalah semangat yakin diri merdeka dan mampu mengelola politik
ekonomi yang sosial dan berkepribadian nasional.
Pada pasal 33, UUD 1945, adalah bentuk model politik ekonomi yang sosial,
kini tentu juga ekologial, yang merupakan jaminan sistem agar ‘fakir miskin dan
yatim piatu mampu dipelihara negara’, agar ‘hak pekerjaan dan pangan rakyat terpenuhi’,
agar ‘HAM dan Ecosoc dapat direalisasikan’, agar ‘perdamaian dan kebebasan
agama dan menjalankan ibadatnya terjamin’, agar ‘partisipasi dalam demokrasi
sungguh oleh orang cerdas dan berkomitmen pada Republic’, dst.
Berulang kali Bung Hatta menjelaskan (sayang penjelasan UUD 1945 hilang
dalam amandemen), bahwa yang dimaksud ekonomi ber-azas kekeluargaan itu
masuknya kooperasi. Menurut Hatta, istilah ‘kekeluargaan’ diambil dari tradisi
gerakan Taman Siswa. Jadi, bukan KKN. Antara Murid dan Guru, Majikan dan Buruh,
Atasan dan Bawahan, meskipun ada jenjang hierarkhi tetapi itu harus dilandasi
jiwa dan semangat ‘kekeluargaan’. Seperti semangat ‘kepamongan’ untuk
pendidikan. Semangat ‘demokrasi yang saling ngemong’ untuk perusahaan. Semangat
memuliakan rakyat, mendengarkan dan melayani rakyat, untuk pemerintahan negara.
Penjelasan itu cukup dan paripurna.
Kooperasi
Kooperasi dengan ‘oo’ dua adalah bentuk atau sistem ekonomi ber-azas
kekeluargaan. Bukan ekonomi keluarga, tetapi azas kekeluargaan. Bila kita ambil
dari pemikiran dan praktek Robert Owen dan koperasi a la Rondhale, maka sebagai
industriawan yang besar dan sukses, Owen mempraktekkan azas kekeluargaan. Bukan
sekedar sikap philantrophis dimana tanpa sistem tetapi atas dasar benevolence/
kebaikan hati yang bisa ngot-ngotan, tetapi jadi sistem yang baku. Baik sekolah
buruhnya maupun larangan anak di bawah 12 tahun bekerja di pabrik, dan juga
larangan perempuan bekerja di pabrik. Itu sistem dari terjemahan pilihan nilai.
Tokok neo-populisme, seperti A.V. Chayanov dari Russia yang dibunuh Stalin
memperkenalkan pertanian berbasis ekonomi rumah tangga. Di Sumba menurut
penelitian, ekonominya juga berbasis ekonomi rumah tangga. Memang sistem belis
yang intinya saling hutang piutang selama lamanya sampai anak cucuk
melanggengkan ‘kemiskinan’. Memang benar, sebelum Revolusi Hijau, Clifford
Geertz menyoroti sifat involutif dari rumah tangga petani Jawa, yang tidak
maju-maju, karena tambahan jumlah keluarga bukan memajukan lahan tetapi
meng-kreatif-mundurkan lahan garapan dan teknikny, maka ‘berbagilah dalam
kemiskinan’. Transmigrasi juga hanya perpanjangan dari itu, maka akhirnya
memindah kemiskinan di Jawa ke luar Jawa.
Nah, kooperasi itu menstranformasikan basis kekeluargaan, luasannya
komunitas, ke tingkat pengetahuan dan teknis manajerial serta disiplin yang
sering dianggap professional dalam mengelola keuangan, barang dan orang
(organisasi). Transformasi, artinya tidak meninggalkan INTI kekeluargaannya,
tetapi memperkenalkan dan belajar lewat pendidikan dan pelatihan akan disiplin
dan profesionalitas mengelola uang, barang dan orang. Itulah yang disebut oleh
baik J.H. Boeke dan Bung Hatta, bahwa pendidikan ilmu kooperasi yang bersifat
politik ekonomi yang bersosial tidak boleh diandaikan, apalagi disamakan dengan
gotong royong tradisional, harus diadakan secara sadar terpola dan terevaluasi
serta ternilai. Dengan itu sistem traditional yang ‘koneksi keluarga’ harus
diakhiri, seraya sistem Kapitalis harus dihindari, dengan mengetengahkan sistem
berazas kekeluargaan, komuniter, patembayatan yang menjawab jaman ini.
Bagaimana selanjutnya alam pikiran dan landasan teori bagi kooperasi?
Minggu depan kita sambung lagi. Terimakasih. Selamat berdiskusi.
Yogyakarta, 10 Agustus 2012.
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
BalasHapusTerimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D