UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2004
TENTANG
SUMBER DAYA AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa
sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala
bidang;
b. bahwa
dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung
menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib
dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi
secara selaras;
c. bahwa
pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan
keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi;
d. bahwa
sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu
diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air;
e. bahwa
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan sudah tidak sesuai dengan
tuntutan perkembangan keadaan, dan perubahan dalam kehidupan masyarakat
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
f. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d, dan e
perlu dibentuk undang-undang tentang sumber daya air;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18,
Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 huruf D ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal
33 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG SUMBER
DAYA AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
2. Air
adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut
yang berada di darat.
3. Air
permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
4. Air
tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
5.
Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat
pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
6. Daya
air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang
dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan
manusia serta lingkungannya.
7.
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau,
dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
8. Pola
pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
9.
Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara menyeluruh
dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air.
10.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang
dari atau sama dengan 2.000 km2.
11.
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
12.
Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis,
tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung.
13. Hak
guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk
berbagai keperluan.
14. Hak
guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.
15. Hak
guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air.
16.
Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang
lain sebagai badan eksekutif daerah.
17.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
18.
Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
19.
Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar
berhasil guna dan berdaya guna.
20.
Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan
memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air.
21. Daya
rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.
22.
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan
pengelolaan sumber daya air.
23.
Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air dan
sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber daya air.
24.
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber daya
air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana
sumber daya air.
25.
Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang
menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak
langsung.
26.
Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
Pasal 2
Sumber daya air dikelola
berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan
keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 3
Sumber daya air dikelola secara
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Pasal 4
Sumber daya air mempunyai
fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan
diwujudkan secara selaras.
Pasal 5
Negara menjamin hak setiap
orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna
memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.
Pasal 6
(1)
Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
(2)
Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat
masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan.
(3) Hak
ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan
dengan peraturan daerah setempat.
(4) Atas
dasar penguasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan hak guna
air.
Pasal 7
(1) Hak
guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak guna pakai air
dan hak guna usaha air.
(2) Hak
guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disewakan atau
dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.
Pasal 8
(1) Hak
guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem
irigasi.
(2) Hak
guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan izin apabila:
a. cara
menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air;
b.
ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar; atau
c.
digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.
(3) Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.
(4) Hak
guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk
mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan
dengan tanahnya.
Pasal 9
(1) Hak
guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin
dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain
berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(3)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa kesepakatan ganti
kerugian atau kompensasi.
Pasal 10
Ketentuan mengenai hak guna air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 11
(1)
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam
segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air.
(2) Pola
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan
air tanah.
(3)
Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya.
(4) Pola
pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya
konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
(5)
Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 12
(1)
Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai.
(2)
Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.
(3)
Ketentuan mengenai pengelolaan air permukaan dan pengelolaan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
BAB II
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 13
(1)
Wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2)
Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional.
(3)
Penetapan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai
strategis nasional.
(4)
Penetapan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas
kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi, dan cekungan air tanah
lintas negara.
(5)
Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan cekungan
air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 14
Wewenang dan tanggung jawab
Pemerintah meliputi:
a.
menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
b.
menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
c.
menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
d.
menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
e.
melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,
wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
f.
mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan,
dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
g.
mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah
lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
h.
membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah sungai
lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional;
i.
memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan sumber daya
air;
j.
menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya air;
k.
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai
lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan
l.
memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 15
Wewenang dan tanggung jawab
pemerintah provinsi meliputi:
a.
menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan
kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya;
b.
menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
c.
menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
d.
menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
e.
melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota
dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
f.
mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan,
dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
g.
mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air
tanah lintas kabupaten/kota;
h.
membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi
dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
i.
memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam pengelolaan
sumber daya air;
j.
membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat atas air;
k.
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan
l.
memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah
kabupaten/kota.
Pasal 16
Wewenang dan tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota meliputi :
a.
menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan
kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air
provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
b.
menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota;
c.
menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
d.
menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota;
e.
melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
f.
mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan
pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota;
g.
membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat kabupaten/kota
dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
h.
memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di
wilayahnya; dan
i.
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
Pasal 17
Wewenang dan tanggung jawab
pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain meliputi:
a.
mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh
masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan mempertimbangkan asas
kemanfaatan umum;
b.
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;
c.
memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air sesuai dengan
ketersediaan air yang ada; dan
d.
memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya
air di wilayahnya.
Pasal 18
Sebagian wewenang Pemerintah
dalam pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat
diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 19
(1)
Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian wewenangnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16, pemerintah daerah dapat
menyerahkan
wewenang tersebut kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 wajib diambil oleh
pemerintah di atasnya dalam hal:
a.
pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya
air sehingga dapat membahayakan kepentingan umum; dan/atau
b.
adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.
BAB III
KONSERVASI SUMBER DAYA AIR
Pasal 20
(1)
Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya
dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
(2)
Konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada
pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.
(3)
Ketentuan tentang konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 21
(1)
Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan
melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan
atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang
disebabkan oleh tindakan manusia.
(2)
Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a.
pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
b.
pengendalian pemanfaatan sumber air;
c.
pengisian air pada sumber air;
d.
pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
e.
perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan lahan pada sumber air;
f.
pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
g.
pengaturan daerah sempadan sumber air;
h.
rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
i.
pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.
(3)
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan.
(4)
Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif dan/atau
sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.
(5)
Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 22
(1)
Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau
kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
(2)
Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a.
menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan pada waktu
diperlukan;
b.
menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau
c.
mengendalikan penggunaan air tanah.
(3)
Ketentuan mengenai pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 23
(1)
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk
mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada pada
sumber-sumber air.
(2)
Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
(3)
Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya
air.
(4)
Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 24
Setiap orang atau badan usaha
dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan
prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencemaran air.
Pasal 25
(1)
Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa,
cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam,
kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.
(2)
Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di dalam kawasan suaka alam,
kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(3)
Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IV
PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR
Pasal 26
(1)
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan
mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap
wilayah sungai.
(2)
Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air
secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan
masyarakat secara adil.
(3)
Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan
pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
(4)
Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik
antarsektor, antarwilayah maupun antarkelompok masyarakat dengan mendorong pola
kerja sama.
(5)
Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air
permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan.
(6)
Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin.
(7)
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk
mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya
jasa pengelolaan sumber daya air dan dengan melibatkan peran masyarakat.
Pasal 27
(1)
Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada
sumber air.
(2)
Penetapan zona pemanfaatan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan rencana tata ruang
wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
(3)
Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:
a.
mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;
b.
menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologis;
c.
memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber air;
d.
memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
e.
melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan; dan
f.
memperhatikan fungsi kawasan.
(4)
Ketentuan dan tata cara penetapan zona sumber air diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 28
(1)
Penetapan peruntukan air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1) pada setiap wilayah sungai dilakukan dengan memperhatikan:
a. daya
dukung sumber air;
b.
jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;
c.
perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan
d.
pemanfaatan air yang sudah ada.
(2)
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan
peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Ketentuan mengenai penetapan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 29
(1)
Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi berbagai
keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas.
(2)
Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan sesuai
dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan
pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan,
perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan
pariwisata, ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi
pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama
penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.
(4)
Urutan prioritas penyediaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5)
Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber daya air,
Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengatur kompensasi kepada pemakainya.
(6)
Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) direncanakan dan
ditetapkan sebagai bagian dalam rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap
wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 30
(1)
Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber
daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai .
(2)
Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengambil tindakan penyediaan sumber
daya air untuk memenuhi kepentingan yang mendesak berdasarkan perkembangan
keperluan dan keadaan setempat.
Pasal 31
Ketentuan mengenai penyediaan
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 32
(1)
Penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai media
dan/atau materi.
(2)
Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan rencana
penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
(3)
Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari,
sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air dan
lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.
(4)
Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang dilakukan
melalui prasarana sumber daya air harus dengan persetujuan dari pihak yang
berhak atas prasarana yang bersangkutan.
(5)
Apabila penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menimbulkan
kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib mengganti kerugian.
(6)
Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha berupaya menggunakan air
secara daur ulang dan menggunakan kembali air.
(7)
Ketentuan mengenai penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 33
Dalam keadaan memaksa,
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur dan menetapkan penggunaan sumber
daya air untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan
pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air.
Pasal 34
(1)
Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) pada
wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air
guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industri,
pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk
berbagai keperluan lainnya.
(2)
Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.
(3)
Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah
yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. daya
dukung sumber daya air ;
b.
kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;
c.
kemampuan pembiayaan; dan
d.
kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
(4)
Pelaksanaan pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui konsultasi publik, melalui tahapan survei, investigasi, dan
perencanaan, serta berdasarkan pada kelayakan teknis, lingkungan hidup, dan
ekonomi.
(5)
Potensi dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan sumber
daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditangani secara tuntas
dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait pada tahap penyusunan rencana.
Pasal 35
Pengembangan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) meliputi:
a. air
permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;
b. air
tanah pada cekungan air tanah;
c. air
hujan; dan
d. air
laut yang berada di darat.
Pasal 36
(1)
Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dilaksanakan dengan
memperhatikan karakteristik dan fungsi sumber air yang bersangkutan.
(2)
Ketentuan mengenai pengembangan sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan
lainnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1) Air
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b merupakan salah satu sumber
daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan
dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan.
(2)
Pengembangan air tanah pada cekungan air tanah dilakukan secara terpadu dalam
pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai dengan upaya pencegahan
terhadap kerusakan air tanah.
(3)
Ketentuan mengenai pengembangan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 38
(1)
Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
huruf c dilaksanakan dengan mengembangkan teknologi modifikasi cuaca.
(2)
Badan usaha dan perseorangan dapat melaksanakan pemanfaatan awan dengan
teknologi modifikasi cuaca setelah memperoleh izin dari Pemerintah.
(3)
Ketentuan mengenai pemanfaatan awan untuk teknologi modifikasi cuaca diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 39
(1)
Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan memperhatikan fungsi
lingkungan hidup.
(2)
Badan usaha dan perseorangan dapat menggunakan air laut yang berada di darat
untuk kegiatan usaha setelah memperoleh izin pengusahaan sumber daya air dari
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(3)
Ketentuan mengenai pemanfaatan air laut yang berada di darat diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 40
(1)
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum.
(2)
Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
(3)
Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah merupakan
penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum.
(4)
Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
(5)
Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum bertujuan untuk:
a.
terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga
yang terjangkau;
b.
tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa
pelayanan; dan
c.
meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
(6)
Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diselenggarakan secara terpadu dengan
pengembangan prasarana dan sarana sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (2) huruf d.
(7)
Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum dan
sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Pemerintah dapat
membentuk badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri yang
membidangi sumber daya air.
(8)
Ketentuan pengembangan sistem penyediaan air minum, badan usaha milik negara
dan/atau badan usaha milik daerah penyelenggara pengembangan sistem penyediaan
air minum, peran serta koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum, dan pembentukan badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 41
(1)
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi.
(2)
Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung
jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dengan ketentuan:
a.
pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas provinsi menjadi
wewenang dan tanggung jawab Pemerintah;
b.
pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas kabupaten/kota menjadi
wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi;
c.
pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder yang utuh pada satu
kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota
yang bersangkutan.
(3)
Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan
petani pemakai air.
(4)
Pengembangan sistem irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
mengikutsertakan masyarakat.
(5)
Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat dilakukan oleh
perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
(6)
Ketentuan mengenai pengembangan sistem irigasi diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 42
(1)
Pengembangan sumber daya air untuk industri dan pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air baku
dalam proses pengolahan dan/atau eksplorasi .
(2)
Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk industri dan pertambangan
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 43
(1)
Pengembangan sumber daya air untuk keperluan ketenagaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan untuk memenuhi keperluan sendiri dan
untuk diusahakan lebih lanjut.
(2)
Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk ketenagaan diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 44
(1)
Pengembangan sumber daya air untuk perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1) dapat dilakukan pada sungai, danau, waduk, dan sumber air lainnya.
(2)
Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air sebagai jaringan prasarana
angkutan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 45
(1)
Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan fungsi sosial
dan kelestarian lingkungan hidup.
(2)
Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya
dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara badan usaha milik
negara dengan badan usaha milik daerah.
(3)
Pengusahaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerja sama antar badan usaha
berdasarkan izin pengusahaan dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya.
(4)
Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk:
a.
penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan
dalam perizinan;
b.
pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam perizinan; dan/atau
c.
pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam perizinan.
Pasal 46
(1)
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, mengatur dan
menetapkan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan sumber daya air oleh
badan usaha atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
(2)
Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
(3)
Alokasi air untuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
(4)
Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan berdasarkan alokasi
air sementara.
Pasal 47
(1)
Pemerintah wajib melakukan pengawasan mutu pelayanan atas:
a. badan
usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber daya air; dan
b. badan
usaha lain dan perseorangan sebagai pemegang izin pengusahaan sumber daya air.
(2)
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memfasilitasi pengaduan masyarakat
atas pelayanan dari badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3)
Badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ikut
serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
(4)
Rencana pengusahaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik.
(5)
Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan mendorong keikutsertaan
usaha kecil dan menengah.
Pasal 48
(1)
Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai yang dilakukan dengan
membangun dan/atau menggunakan saluran distribusi hanya dapat digunakan untuk
wilayah sungai lainnya apabila masih terdapat ketersediaan air yang melebihi
keperluan penduduk pada wilayah sungai yang bersangkutan.
(2)
Pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
Pasal 49
(1)
Pengusahaan air untuk negara lain tidak diizinkan, kecuali apabila penyediaan
air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) telah
dapat terpenuhi.
(2)
Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai yang
bersangkutan, serta memperhatikan kepentingan daerah di sekitarnya.
(3)
Rencana pengusahaan air untuk negara lain dilakukan melalui proses konsultasi
publik oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) wajib mendapat izin dari Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari pemerintah
daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
Ketentuan mengenai pengusahaan
sumber daya air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB V
PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR
Pasal 51
(1)
Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
(2)
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan pada
upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun
secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber daya air.
(3)
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
dengan melibatkan masyarakat.
(4)
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung
jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber daya air wilayah
sungai dan masyarakat.
Pasal 52
Setiap orang atau badan usaha
dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
Pasal 53
(1)
Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan baik melalui
kegiatan fisik dan/atau nonfisik maupun melalui penyeimbangan hulu dan hilir
wilayah sungai.
(2)
Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih diutamakan pada kegiatan
nonfisik.
(3) Pilihan
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh pengelola sumber
daya air yang bersangkutan.
(4)
Ketentuan mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat daya rusak air
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 54
(1)
Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
dilakukan dengan mitigasi bencana.
(2)
Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpadu oleh
instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan koordinasi penanggulangan
bencana pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
(3)
Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya rusak air
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 55
(1)
Penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional menjadi
tanggung jawab Pemerintah.
(2)
Bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional ditetapkan dengan
keputusan presiden.
Pasal 56
Dalam keadaan yang
membahayakan, gubernur dan/atau bupati/ walikota berwenang mengambil tindakan
darurat guna keperluan penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (1).
Pasal 57
(1)
Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan
dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem prasarana sumber
daya air.
(2)
Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah,
pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat.
(3)
Ketentuan mengenai pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 58
(1)
Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau
bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut
yang berada di darat.
(2)
Ketentuan mengenai pengendalian daya rusak air pada sungai, danau, waduk
dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan
air laut yang berada di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
PERENCANAAN
Pasal 59
(1)
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan rencana yang
berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya
air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
(2)
Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan asas
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(3)
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan pola pengelolaan
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(4) Rencana
pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur dalam penyusunan,
peninjauan kembali, dan/atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah.
Pasal 60
(1)
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur dan
persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang
berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi sumber daya air,
penyusunan, dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.
(2)
Ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan perencanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 61
(1)
Inventarisasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1)
dilakukan pada setiap wilayah sungai di seluruh wilayah Indonesia.
(2)
Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
terkoordinasi pada setiap wilayah sungai oleh pengelola sumber daya air yang
bersangkutan.
(3)
Pelaksanaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
oleh pihak lain berdasarkan ketentuan dan tata cara yang ditetapkan.
(4)
Pengelola sumber daya air wajib memelihara hasil inventarisasi dan
memperbaharui data sesuai dengan perkembangan keadaan.
(5)
Ketentuan mengenai inventarisasi sumber daya air diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 62
(1)
Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 ayat (3) pada setiap wilayah sungai dilaksanakan secara terkoordinasi oleh
instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya dengan mengikutsertakan
para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air.
(2)
Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya mengumumkan secara
terbuka rancangan rencana pengelolaan sumber daya air kepada masyarakat.
(3)
Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana pengelolaan
sumber daya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
kondisi setempat.
(4)
Instansi yang berwenang dapat melakukan peninjauan kembali terhadap rancangan
rencana pengelolaan sumber daya air atas keberatan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5)
Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air ditetapkan oleh instansi yang
berwenang untuk menjadi rencana pengelolaan sumber daya air.
(6)
Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke dalam
program yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh instansi
pemerintah, swasta, dan masyarakat.
(7)
Ketentuan mengenai perencanaan pengelolaan sumber daya air diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
BAB VII
PELAKSANAAN KONSTRUKSI, OPERASI DAN PEMELIHARAAN
Pasal 63
(1)
Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan norma,
standar, pedoman, dan manual dengan memanfaatkan teknologi dan sumber daya
lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan keberlanjutan fungsi
ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar,
pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
pada sumber air wajib memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Pelaksanaan konstruksi prasarana dan sarana sumber daya air di atas tanah pihak
lain dilaksanakan setelah proses ganti kerugian dan/atau kompensasi kepada
pihak yang berhak diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)
Ketentuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 64
(1)
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air terdiri atas pemeliharaan
sumber air serta operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air.
(2)
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk menjamin
kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air.
(3)
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, atau pengelola sumber daya air sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air yang dibangun
oleh badan usaha, kelompok masyarakat, atau perseorangan menjadi tugas dan
tanggung jawab pihak-pihak yang membangun.
(5)
Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(6)
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi ditetapkan:
a.
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi
wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya,
b.
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi hak dan
tanggung jawab masyarakat petani pemakai air.
(7)
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan
rusaknya prasarana sumber daya air.
(8)
Ketentuan mengenai operasi dan pemeliharaan sumber daya air diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR
Pasal 65
(1)
Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan pemerintah daerah
menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya air sesuai dengan
kewenangannya.
(2)
Informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi informasi
mengenai kondisi hidrologis, hidrome-teorologis, hidrogeologis, kebijakan
sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya air,
lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi
budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air.
Pasal 66
(1)
Sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
merupakan jaringan informasi sumber daya air yang tersebar dan dikelola oleh
berbagai institusi.
(2)
Jaringan informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya
air.
(3)
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat membentuk unit pelaksana teknis untuk
menyelenggarakan kegiatan sistem informasi sumber daya air.
Pasal 67
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah serta pengelola sumber daya air, sesuai dengan
kewenangannya, menyediakan informasi sumber daya air bagi semua pihak yang
berkepentingan dalam bidang sumber daya air.
(2)
Untuk melaksanakan kegiatan penyediaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), seluruh instansi Pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, organisasi,
dan lembaga serta perseorangan yang melaksanakan kegiatan berkaitan dengan
sumber daya air menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada instansi
Pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang sumber daya
air.
(3)
Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, badan hukum,
organisasi, lembaga dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) bertanggung jawab menjamin keakuratan, kebenaran, dan ketepatan waktu
atas informasi yang disampaikan.
Pasal 68
(1)
Untuk mendukung pengelolaan sistem informasi sumber daya air diperlukan
pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan hidrogeologi
wilayah sungai pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
(2)
Kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan
hidrogeologi ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan usul Dewan Sumber Daya Air
Nasional.
(3)
Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan pengelola sumber daya air sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan
pihak lain.
Pasal 69
Ketentuan
mengenai sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66,
Pasal 67, dan Pasal 68 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IX
PEMBERDAYAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 70
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemberdayaan para pemilik
kepentingan dan kelembagaan sumber daya air secara terencana dan sistematis
untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air.
(2)
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada kegiatan
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengawasan, operasi dan pemeliharaan
sumber daya air dengan melibatkan peran masyarakat.
(3)
Kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan upaya pemberdayaan
untuk kepentingan masing-masing dengan berpedoman pada tujuan pemberdayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4)
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam bentuk
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pendampingan.
Pasal 71
(1)
Menteri yang membidangi sumber daya air dan menteri yang terkait dengan bidang
sumber daya air menetapkan standar pendidikan khusus dalam bidang sumber daya
air.
(2)
Penyelenggaraan pendidikan bidang sumber daya air dapat dilaksanakan, baik oleh
Pemerintah, pemerintah daerah maupun swasta sesuai dengan standar pendidikan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 72
(1)
Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang sumber
daya air diselenggarakan untuk mendukung dan meningkatkan kinerja pengelolaan
sumber daya air.
(2)
Menteri yang membidangi ilmu pengetahuan dan teknologi, setelah memperoleh
saran dari menteri yang membidangi sumber daya air dan menteri yang terkait
dengan sumber daya air, menetapkan kebijakan dan pedoman yang diperlukan dalam
rangka penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melaksanakan
kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
bidang sumber daya air.
(4)
Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong dan menciptakan kondisi yang
mendukung untuk meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi
dalam bidang sumber daya air oleh masyarakat, dunia usaha, dan perguruan tinggi.
Pasal 73
Pemerintah memfasilitasi
perlindungan hak penemu dan temuan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi dalam
bidang sumber daya air sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 74
(1)
Pendampingan dan pelatihan bidang sumber daya air ditujukan untuk pemberdayaan
para pemilik kepentingan dan kelembagaan pada wilayah sungai.
(2)
Pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya
dalam pengelolaan sumber daya air, menetapkan pedoman kegiatan pendampingan dan
pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang berkaitan dengan kegiatan
pengelolaan sumber daya air wajib memberikan dukungan dan bekerja sama untuk
menyelenggarakan kegiatan pendampingan dan pelatihan.
Pasal 75
(1)
Untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan sumber daya air, diselenggarakan
kegiatan pengawasan terhadap seluruh proses dan hasil pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air pada setiap wilayah sungai.
(2)
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya
melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melibatkan
peran masyarakat.
(3)
Peran masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.
(4)
Pemerintah menetapkan pedoman pelaporan dan pengaduan masyarakat dalam
pengawasan pengelolaan sumber daya air.
Pasal 76
Ketentuan mengenai pemberdayaan
dan pengawasan pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
dan Pasal 75 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 77
(1)
Pembiayaan pengelolaan sumber daya air ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata
pengelolaan sumber daya air.
(2)
Jenis pembiayaan pengelolaan sumber daya air meliputi:
a. biaya
sistem informasi;
b. biaya
perencanaan;
c. biaya
pelaksanaan konstruksi;
d. biaya
operasi, pemeliharaan; dan
e. biaya
pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat.
(3)
Sumber dana untuk setiap jenis pembiayaan dapat berupa:
a.
anggaran pemerintah;
b.
anggaran swasta; dan/atau
c. hasil
penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air.
Pasal 78
(1)
Pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat
(1) dibebankan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber daya air, koperasi, badan
usaha lain, dan perseorangan, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam bentuk
kerja sama.
(2)
Pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
kewenangan masing-masing dalam pengelolaan sumber daya air.
(3)
Pembiayaan pelaksanaan konstruksi dan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
diatur sebagai berikut:
a.
pembiayaan pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
primer dan sekunder menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya; dan dapat melibatkan peran serta masyarakat
petani,
b.
pembiayaan pelaksanaan konstruksi sistem irigasi tersier menjadi tanggung jawab
petani, dan dapat dibantu Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, kecuali
bangunan sadap, saluran sepanjang 50 m dari bangunan sadap, dan boks tersier
serta bangunan pelengkap tersier lainnya menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah,
c.
pembiayaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi tanggung
jawab petani, dan dapat dibantu Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(4)
Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk pendayagunaan sumber daya air
pada wilayah sungai lintas provinsi, lintas kabupaten/kota, dan strategis
nasional, pembiayaan pengelolaannya ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah yang bersangkutan melalui pola kerja sama.
Pasal 79
(1)
Pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat
(1) yang ditujukan untuk pengusahaan sumber daya air yang diselenggarakan oleh
koperasi, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber
daya air, badan usaha lain dan perseorangan ditanggung oleh masing-masing yang
bersangkutan.
(2)
Untuk pelayanan sosial, kesejahteraan, dan keselamatan umum, Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam batas-batas tertentu dapat memberikan bantuan biaya
pengelolaan kepada badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola
sumber daya air.
Pasal 80
(1)
Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk
pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air.
(2)
Pengguna sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menanggung
biaya jasa pengelolaan sumber daya air.
(3)
Penentuan besarnya biaya jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) didasarkan pada perhitungan ekonomi rasional yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(4)
Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk setiap
jenis penggunaan sumber daya air didasarkan pada pertimbangan kemampuan ekonomi
kelompok pengguna dan volume penggunaan sumber daya air.
(5)
Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk jenis
penggunaan nonusaha dikecualikan dari perhitungan ekonomi rasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(6)
Pengelola sumber daya air berhak atas hasil penerimaan dana yang dipungut dari
para pengguna jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(7) Dana
yang dipungut dari para pengguna sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dipergunakan untuk mendukung terselenggaranya kelangsungan pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
Pasal 81
Ketentuan mengenai pembiayaan
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, Pasal 78,
Pasal 79, dan Pasal 80 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XI
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 82
Dalam pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air, masyarakat berhak untuk:
a.
memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air;
b.
memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;
c.
memperoleh manfaat atas pengelolaan sumber daya air;
d.
menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan sumber daya air yang sudah
diumumkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi setempat;
e.
mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian yang
menimpa dirinya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya
air; dan/atau
f.
mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah sumber daya air
yang merugikan kehidupannya.
Pasal 83
Dalam menggunakan hak guna air,
masyarakat pemegang hak guna air berkewajiban memperhatikan kepentingan umum
yang diwujudkan melalui perannya dalam konservasi sumber daya air serta
perlindungan dan pengamanan prasarana sumber daya air.
Pasal 84
(1)
Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air.
(2)
Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
BAB XII
KOORDINASI
Pasal 85
(1)
Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas
wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi
dan manfaat air dan sumber air.
(2)
Pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor,
wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air.
Pasal 86
(1)
Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) dilakukan oleh suatu
wadah koordinasi yang bernama dewan sumber daya air atau dengan nama lain.
(2)
Wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas pokok
menyusun dan merumuskan kebijakan serta strategi pengelolaan sumber daya air.
(3)
Wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan unsur
pemerintah dan unsur nonpemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar
prinsip keterwakilan.
(4)
Susunan organisasi dan tata kerja wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.
Pasal 87
(1)
Koordinasi pada tingkat nasional dilakukan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional
yang dibentuk oleh Pemerintah, dan pada tingkat provinsi dilakukan oleh wadah
koordinasi dengan nama dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain yang
dibentuk oleh pemerintah provinsi.
(2)
Untuk pelaksanaan koordinasi pada tingkat kabupaten/kota dapat dibentuk wadah
koordinasi dengan nama dewan sumber daya air kabupaten/kota atau dengan nama
lain oleh pemerintah kabupaten/kota.
(3)
Wadah koordinasi pada wilayah sungai dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
(4)
Hubungan kerja antarwadah koordinasi tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota, dan wilayah sungai bersifat konsultatif dan koordinatif.
(5)
Pedoman mengenai pembentukan wadah koordinasi pada tingkat provinsi,
kabupaten/kota, dan wilayah sungai diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri
yang membidangi sumber daya air.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 88
(1) Penyelesaian
sengketa sumber daya air pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat.
(2)
Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian di luar
pengadilan atau melalui pengadilan.
(3)
Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 89
Sengketa mengenai kewenangan
pengelolaan sumber daya air antara Pemerintah dan pemerintah daerah
diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
GUGATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI
Pasal 90
Masyarakat yang dirugikan
akibat berbagai masalah pengelolaan sumber daya air berhak mengajukan gugatan
perwakilan ke pengadilan.
Pasal 91
Instansi pemerintah yang
membidangi sumber daya air bertindak untuk kepentingan masyarakat apabila
terdapat indikasi masyarakat menderita akibat pencemaran air dan/atau kerusakan
sumber air yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Pasal 92
(1)
Organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan gugatan
terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang menyebabkan
kerusakan sumber daya air dan/atau prasarananya, untuk kepentingan
keberlanjutan fungsi sumber daya air.
(2)
Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada gugatan untuk
melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi sumber
daya air dan/atau gugatan membayar biaya atas pengeluaran nyata.
(3)
Organisasi yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan:
a.
berbentuk organisasi kemasyarakatan yang berstatus badan hukum dan bergerak
dalam bidang sumber daya air;
b.
mencantumkan tujuan pendirian organisasi dalam anggaran dasarnya untuk
kepentingan yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi sumber daya air; dan
c. telah
melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 93
(1)
Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai
negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang sumber daya
air dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan tentang adanya
tindak pidana sumber daya air;
b.
melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan usaha yang diduga melakukan
tindak pidana sumber daya air;
c.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam
perkara tindak pidana sumber daya air;
d.
melakukan pemeriksaan prasarana sumber daya air dan menghentikan peralatan yang
diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana;
e.
menyegel dan/atau menyita alat kegiatan yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana sebagai alat bukti;
f.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
sumber daya air;
g.
membuat dan menandatangani berita acara dan mengirimkannya kepada penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau
h.
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana.
(3)
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
(4)
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 94
(1)
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):
a.
setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya
sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau
mengakibatkan pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b.
setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2)
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a.
setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggunaan air yang
mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi
sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau
b.
setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya
prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
(3)
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah):
a.
setiap orang yang dengan sengaja menyewakan atau memindahtangankan sebagian
atau seluruhnya hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
b.
setiap orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa
izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
atau
c.
setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman,
dan manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2);
d.
setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada
sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).
Pasal 95
(1)
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah):
a.
setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan sumber daya air
dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b.
setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2)
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah):
a.
setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan penggunaan air yang
mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi
sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau;
b.
setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang mengakibatkan
kerusakan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat
(7).
(3)
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah):
a.
setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pengusahaan sumber daya air
tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(3);
b.
setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman,
dan manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2);
c.
setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
pada sumber air tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).
Pasal 96
(1)
Dalam hal tindak pidana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dan
Pasal 95 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha yang
bersangkutan.
(2)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap
badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda ditambah sepertiga
denda yang dijatuhkan.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 97
Pada saat berlakunya
undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan sumber
daya air dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 98
Perizinan yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya air yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya
Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya
berakhir.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 99
Pada saat undang-undang ini
mulai berlaku, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3046) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 100
Undang-undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2004
TENTANG
SUMBER DAYA AIR
UMUM
1.
Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala
bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
secara adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, negara
menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas
sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum adat
setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak
untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan.
Hak guna air dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas air,
tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan
sejumlah (kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah
kepada pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak wajib
izin. Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian
rakyat, dan kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan
hak guna air untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan
baku produksi, pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk
bahan pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha air.
Jumlah alokasi air yang
ditetapkan tidak bersifat mutlak dan harus dipenuhi sebagaimana yang tercantum
dalam izin, tetapi dapat ditinjau kembali apabila persyaratan atau keadaan yang
dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada sumber air
yang bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti dibandingkan dengan
kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi.
3. Hak
guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan
pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi dijamin oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut termasuk hak untuk
mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan
dengan tanahnya. Pemerintah atau pemerintah daerah menjamin alokasi air untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat
tersebut dengan tetap memperhatikan kondisi ketersediaan air yang ada dalam
wilayah sungai yang bersangkutan dengan tetap menjaga terpeliharanya ketertiban
dan ketentraman.
4.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih
menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi
tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarsektor, antarwilayah
dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain,
pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan
cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi
sosial sumber daya air.
Berdasarkan pertimbangan
tersebut undang-undang ini lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan
kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber
daya air yang mampu menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.
5. Air
sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat dinamis
mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi.
Keberadaan air mengikuti siklus
hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah
sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan
setiap wilayah.
Sejalan dengan perkembangan
jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan
fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air
dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya
air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai dalam satu pola
pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah
administrasi yang dilaluinya.
6.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab
pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota didasarkan pada keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan,
yaitu:
a.
wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah
sungai strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
b.
wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah provinsi;
c.
wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota menjadi
kewenangan pemerintah kabupaten/kota;
Di samping itu,
undang-undang ini juga memberikan kewenangan pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain sepanjang kewenangan yang
ada belum dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau oleh pemerintah di atasnya.
Kewenangan dan tanggung
jawab pengelolaan sumber daya air tersebut termasuk mengatur, menetapkan, dan
memberi izin atas peruntukan, penyediaan, penggunaan, dan pengusahaan sumber
daya air pada wilayah sungai dengan tetap dalam kerangka konservasi dan
pengendalian daya rusak air.
7. Pola
pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air pada setiap
wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola
pengelolaan sumber daya air disusun secara terkoordinasi di antara instansi
yang terkait, berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial,
lingkungan hidup, dan ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan
keserasian, asas keadilan, asas kemandirian, serta asas transparansi dan
akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air tersebut kemudian dijabarkan ke
dalam rencana pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan pola pengelolaan
perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha, baik
koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun badan usaha
swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran
dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam
proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan,
pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumber daya air.
8.
Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan rencana induk konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air yang
disusun secara terkoordinasi berbasis wilayah sungai. Rencana tersebut menjadi
dasar dalam penyusunan program pengelolaan sumber daya air yang dijabarkan
lebih lanjut dalam rencana kegiatan setiap instansi yang terkait. Rencana
pengelolaan sumber daya air tersebut termasuk rencana penyediaan sumber daya
air dan pengusahaan sumber daya air. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah
ada merupakan prioritas utama penyediaan di atas semua kebutuhan lainnya.
Karena keberagaman ketersediaan sumber daya air dan jenis kebutuhan sumber daya
air pada suatu tempat, urutan prioritas penyediaan sumber daya air untuk
keperluan lainnya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan setempat.
9.
Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan tetap memperhatikan fungsi
sosial sumber daya air dan kelestarian lingkungan hidup. Pengusahaan sumber
daya air yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilakukan oleh badan
usaha milik negara atau
badan
usaha milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara
keduanya, dengan tujuan untuk tetap mengedepankan prinsip pengelolaan yang
selaras antara fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup, dan fungsi ekonomi sumber
daya air.
10.
Pengusahaan sumber daya air pada tempat tertentu dapat diberikan kepada badan
usaha milik negara atau badan usaha milik daerah bukan pengelola sumber daya
air, badan usaha swasta dan/atau perseorangan berdasarkan rencana pengusahaan yang
telah disusun melalui konsultasi publik dan izin pengusahaan sumber daya air
dari pemerintah. Pengaturan mengenai pengusahaan sumber daya air dimaksudkan
untuk mengatur dan memberi alokasi air baku bagi kegiatan usaha tertentu.
Pengusahaan sumber daya air tersebut dapat berupa pengusahaan air baku sebagai
bahan baku produksi, sebagai salah satu media atau unsur utama dari kegiatan
suatu usaha, seperti perusahaan daerah air minum, perusahaan air mineral,
perusahaan minuman dalam kemasan lainnya, pembangkit listrik tenaga air,
olahraga arung jeram, dan sebagai bahan pembantu proses produksi, seperti air
untuk sistem pendingin mesin (water cooling system) atau air untuk pencucian
hasil eksplorasi bahan tambang. Kegiatan pengusahaan dimaksud tidak termasuk menguasai
sumber airnya, tetapi hanya terbatas pada hak untuk menggunakan air sesuai
dengan alokasi yang ditetapkan dan menggunakan sebagian sumber air untuk
keperluan bangunan sarana prasarana yang diperlukan misalnya pengusahaan
bangunan sarana prasarana pada situ. Pengusahaan sumber daya air tersebut
dilaksanakan sesuai dengan rambu-rambu sebagaimana diatur dalam norma, standar,
pedoman, manual (NSPM) yang telah ditetapkan.
11. Air
dalam siklus hidrologis dapat berupa air yang berada di udara berupa uap air
dan hujan; di daratan berupa salju dan air permukaan di sungai, saluran, waduk,
danau, rawa, dan air laut; serta air tanah. Air laut mempunyai karakteristik
yang berbeda dan memerlukan adanya penanganan serta pengaturan tersendiri,
sedangkan untuk air laut yang berada di darat tunduk pada pengaturan dalam
undang-undang ini. Pemanfaatan air laut di darat untuk keperluan pengusahaan,
baik melalui rekayasa teknis maupun alami akibat pengaruh pasang surut, perlu
memperhatikan fungsi lingkungan hidup dan harus mendapat izin dari Pemerintah
atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenangnya, serta berdasarkan prosedur
dan standar perizinan menurut pedoman teknik dan administrasi yang telah
ditetapkan.
12.
Untuk terselenggaranya pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan,
penerima manfaat jasa pengelolaan sumber daya air, pada prinsipnya, wajib
menanggung biaya pengelolaan sesuai dengan manfaat yang diperoleh. Kewajiban
ini tidak berlaku bagi pengguna air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk
kepentingan sosial serta keselamatan umum. Karena keterbatasan kemampuan petani
pemakai air, penggunaan air untuk keperluan pertanian rakyat dibebaskan dari
kewajiban membiayai jasa pengelolaan sumber daya air dengan tidak menghilangkan
kewajibannya untuk menanggung biaya pengembangan, operasi, dan pemeliharaan
sistem irigasi tersier.
13.
Undang-undang ini disusun secara komprehensif yang memuat pengaturan menyeluruh
tidak hanya meliputi bidang pengelolaan sumber daya air, tetapi juga meliputi
proses pengelolaan sumber daya air. Mengingat sumber daya air menyangkut
kepentingan banyak sektor, daerah pengalirannya menembus batas-batas wilayah
administrasi, dan merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan kehidupan
masyarakat, undang-undang ini menetapkan perlunya dibentuk wadah koordinasi
pengelolaan sumber daya air yang beranggotakan wakil dari pihak yang terkait,
baik dari unsur pemerintah maupun nonpemerintah. Wadah koordinasi tersebut
dibentuk pada tingkat nasional dan provinsi, sedangkan pada tingkat
kabupaten/kota dan wilayah sungai dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Wadah
koordinasi itu diharapkan mampu mengoordinasikan berbagai kepentingan instansi,
lembaga, masyarakat, dan para pemilik kepentingan (stakeholders) sumber daya
air lainnya dalam pengelolaan sumber daya air, terutama dalam merumuskan
kebijakan dan strategi pengelolaan sumber daya air, serta mendorong peningkatan
peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Dalam melaksanakan tugasnya
wadah koordinasi tersebut secara teknis mendapatkan bimbingan Pemerintah dalam
hal ini kementerian yang membidangi sumber daya air.
14.
Untuk menjamin terselenggaranya kepastian dan penegakan hukum dalam hal yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air selain penyidik Kepolisian Negara
Republik
Indonesia
diperlukan penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang penyidikan.
Selanjutnya, terhadap berbagai masalah sumber daya air yang merugikan
kehidupan, masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan, sedangkan terhadap
berbagai sengketa sumber daya air, masyarakat dapat mencari penyelesaian
sengketa, baik dengan menempuh cara melalui pengadilan maupun di luar
pengadilan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
15.
Untuk menyesuaikan perubahan paradigma dan mengantisipasi kompleksitas
perkembangan permasalahan sumber daya air; menempatkan air dalam dimensi
sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras; mewujudkan pengelolaan
sumber daya air yang terpadu; mengakomodasi tuntutan desentralisasi dan otonomi
daerah; memberikan perhatian yang lebih baik terhadap hak dasar atas air bagi
seluruh rakyat; mewujudkan mekanisme dan proses perumusan kebijakan dan rencana
pengelolaan sumber daya air yang lebih demokratis, perlu dibentuk undang-undang
baru sebagai pengganti Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Asas Kelestarian mengandung
pengertian bahwa pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan dengan menjaga
kelestarian fungsi sumber daya air secara berkelanjutan.
Asas Keseimbangan mengandung
pengertian keseimbangan antara fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup, dan
fungsi ekonomi.
Asas Kemanfaatan Umum
mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilaksanakan untuk
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan umum secara efektif dan
efisien.
Asas Keterpaduan dan Keserasian
mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan secara
terpadu dalam mewujudkan keserasian untuk berbagai kepentingan dengan
memperhatikan sifat alami air yang dinamis.
Asas Keadilan mengandung
pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan secara merata ke seluruh
lapisan masyarakat di wilayah tanah air sehingga setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan menikmati hasilnya secara
nyata.
Asas Kemandirian mengandung
pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan memperhatikan
kemampuan dan keunggulan sumber daya setempat.
Asas Transparansi dan
Akuntabilitas mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan
pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh mencakup semua bidang pengelolaan
yang meliputi konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air, serta
meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup semua proses
perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi.
Yang dimaksud dengan pengelolaan
sumber daya air secara terpadu merupakan pengelolaan yang dilaksanakan dengan
melibatkan semua pemilik kepentingan antarsektor dan antarwilayah administrasi.
Yang dimaksud dengan
pengelolaan sumber daya air berwawasan lingkungan hidup adalah pengelolaan yang
memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan.
Yang dimaksud dengan
pengelolaan sumber daya air berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya air
yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan generasi sekarang tetapi juga termasuk
untuk kepentingan generasi yang akan datang.
Pasal 4
Sumber daya air mempunyai
fungsi sosial berarti bahwa sumber daya air untuk kepentingan umum lebih
diutamakan daripada kepentingan individu.
Sumber daya air mempunyai
fungsi lingkungan hidup berarti bahwa sumber daya air menjadi bagian dari
ekosistem sekaligus sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna.
Sumber daya air mempunyai
fungsi ekonomi berarti bahwa sumber daya air dapat didayagunakan untuk
menunjang kegiatan usaha.
Pasal 5
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa
negara wajib menyelenggarakan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air
bagi setiap orang yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jaminan tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan
pemerintah daerah, termasuk di dalamnya menjamin akses setiap orang ke sumber
air untuk mendapatkan air. Besarnya kebutuhan pokok minimal sehari-hari akan
air ditentukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah adalah kewenangan yang diberikan oleh negara kepada Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam pengaturan sumber daya air.
Yang dimaksud dengan hak
yang serupa dengan hak ulayat adalah hak yang sebelumnya diakui dengan berbagai
sebutan dari masing-masing daerah yang pengertiannya sama dengan hak ulayat,
misalnya:
tanah wilayah pertuanan di
Ambon; panyam peto atau pewatasan di Kalimantan; wewengkon di Jawa, prabumian
dan payar di Bali; totabuan di Bolaang-Mangondouw, torluk di Angkola, limpo di
Sulawesi Selatan, muru di Pulau Buru, paer di Lombok, dan panjaean di Tanah
Batak.
Ayat (3)
Pengakuan adanya hak ulayat
masyarakat hukum adat termasuk hak yang serupa dengan itu hendaknya dipahami
bahwa yang dimaksud dengan masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang
terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan
hukum adat yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal atau atas dasar
keturunan. Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila memenuhi
tiga unsur, yaitu:
a. unsur
masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih merasa terikat
oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut
dalam kehidupannya sehari-hari;
b. unsur
wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup
para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan
hidupnya sehari-hari; dan
c. unsur
hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu terdapatnya
tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah
ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum
tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud tidak dapat
disewakan atau dipindahtangankan artinya hak guna air yang diberikan kepada
pemohon tidak dapat disewakan dan dipindahkan kepada pihak lain dengan alasan
apapun.
Apabila hak guna air
tersebut tidak dimanfaatkan oleh pemegang hak guna air, Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat mencabut hak guna air yang bersangkutan.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
kebutuhan pokok sehari-hari adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari yang digunakan pada atau diambil dari sumber air (bukan dari saluran
distribusi) untuk keperluan sendiri guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih
dan produktif, misalnya untuk keperluan ibadah, minum, masak, mandi, cuci dan,
peturasan.
Yang dimaksud dengan
pertanian rakyat adalah budi daya pertanian yang meliputi berbagai komoditi
yaitu pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, dan
kehutanan yang dikelola oleh rakyat dengan luas tertentu yang kebutuhan airnya
tidak lebih dari 2 liter per detik per kepala keluarga.
Yang dimaksud dengan sistem
irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, institusi
pengelola irigasi, dan sumber daya manusia.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini
dimaksudkan untuk mewujudkan ketertiban pelaksanaan rencana penyediaan sumber
daya air.
Yang dimaksud dengan
mengubah kondisi alami sumber air adalah mempertinggi, memperendah, dan
membelokkan sumber air.
Mempertinggi adalah
perbuatan yang dapat mengakibatkan air pada sumber air menjadi lebih tinggi,
misalnya membangun bendung atau bendungan. Termasuk dalam pengertian
mempertinggi adalah memompa air dari sumber air untuk pertanian rakyat.
Memperendah adalah perbuatan
yang dapat mengakibatkan air pada sumber air menjadi lebih rendah atau turun
dari semestinya, misalnya menggali atau mengeruk sungai.
Membelokkan adalah perbuatan
yang dapat mengakibatkan aliran air dan alur sumber air menjadi berbelok dari
alur yang sebenarnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Hak untuk mengalirkan air
melalui tanah orang lain dimaksudkan agar tidak mengganggu perolehan hak guna
pakai air orang lain. Dalam hal air digunakan untuk keperluan pertanian rakyat
di luar sistem irigasi yang sudah ada, hak untuk mengalirkan air melalui tanah
orang lain didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
perseorangan adalah subjek nonbadan usaha yang memerlukan air untuk keperluan
usahanya misalnya usaha pertambakan dan usaha industri rumah tangga.
Ayat (2)
Persetujuan dimaksud
dilakukan secara tertulis.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan ganti kerugian adalah pemberian imbalan kepada pemegang hak
atas tanah sebagai akibat dari pelepasan hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan
benda-benda lain yang berada di atasnya, yang besarnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan para pihak.
Kompensasi adalah pemberian
imbalan kepada pemegang hak atas tanah sebagai akibat dari dilewatinya area
tanahnya oleh aliran air pemegang hak guna usaha air sehingga pemegang hak atas
tanah tidak dapat memanfaatkan sepenuhnya hak atas tanah yang dimilikinya.
Besarnya kompensasi ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak. Hal yang
sama berlaku terhadap masyarakat hukum adat.
Dalam hal yang terkena
adalah aset milik negara, penggantian kerugian atau kompensasi dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia baik sebagai perseorangan, kelompok
orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang berhimpun dalam suatu lembaga
atau organisasi kemasyarakatan.
Ayat (2)
Prinsip keterpaduan antara
air permukaan dan air tanah diselenggarakan dengan memperhatikan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing instansi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Ayat (3)
Pelibatan masyarakat dan
dunia usaha dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dimaksudkan untuk
menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan dari para pemilik
kepentingan (stakeholders) untuk diolah dan dituangkan dalam arahan kebijakan
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Pelibatan masyarakat dan dunia
usaha tersebut dilakukan melalui konsultasi publik yang diselenggarakan minimal
dalam 2 (dua) tahap.
Konsultasi publik tahap
pertama dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan
masyarakat dan dunia usaha atas pengelolaan sumber daya air wilayah sungai.
Konsultasi publik tahap
kedua dimaksudkan untuk sosialisasi pola yang ada guna mendapatkan tanggapan
dari masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah sungai yang bersangkutan.
Dunia usaha yang dimaksud di sini adalah koperasi, badan usaha milik negara,
serta badan usaha milik daerah dan swasta.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan
keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan adalah perlakuan yang
proporsional untuk kegiatan konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat
(2)
Dewan Sumber Daya Air
Nasional merupakan wadah koordinasi antar para pemilik kepentingan sumber daya
air tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87.
Pertimbangan Dewan Sumber
Daya Air Nasional kepada Presiden diberikan atas dasar masukan dari pemerintah
daerah yang bersangkutan.
Ayat (3)
Penetapan wilayah sungai
strategis nasional dinilai berdasarkan parameter/aspek:
1.
ukuran dan besarnya potensi sumber daya air pada wilayah sungai bersangkutan;
2.
banyaknya sektor dan jumlah penduduk dalam wilayah sungai bersangkutan;
3.
besarnya dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi terhadap pembangunan nasional;
dan
4.
besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan kawasan
lindung sumber air adalah kawasan yang memberikan fungsi lindung pada sumber
air misalnya daerah sempadan sumber air, daerah resapan air, dan daerah sekitar
mata air.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Pemberian izin pada ayat ini
dimaksudkan hanya untuk sumber daya air permukaan.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 15
Huruf
a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Pemberian izin pada ayat ini
dimaksudkan hanya untuk sumber daya air permukaan.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Istilah desa yang dimaksud
dalam pasal ini disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat
seperti nagari, kampung, huta, bori, dan marga sedangkan yang dimaksud dengan
masyarakat termasuk masyarakat hukum adat.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan
membahayakan kepentingan umum, misalnya: tidak terurusnya kawasan lindung
sumber air terutama pada daerah hulu sumber air; tingkat pencemaran yang terus
meningkat di sumber air; galian golongan c di sungai yang tidak terkendali
sehingga mengancam kerusakan pada pondasi jembatan, tanggul sungai atau
bangunan prasarana umum lainnya di sumber air; atau tanah longsor yang
diperkirakan dapat mengancam aktivitas perekonomian masyarakat secara luas.
Huruf
b
Penyelesaian sengketa dapat
dilakukan melalui: mediasi, peringatan, fasilitasi, dan/atau pengambilalihan
kewenangan.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kelangsungan
keberadaan sumber daya air adalah terjaganya keberlanjutan keberadaan air dan
sumber air, termasuk potensi yang terkandung di dalamnya.
Yang dimaksud dengan daya
dukung sumber daya air adalah kemampuan sumber daya air untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Yang dimaksud dengan daya
tampung air dan sumber air adalah kemampuan air dan sumber air untuk menyerap
zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan
pengendalian pemanfaatan sumber air dapat berupa:
−
mengatur pemanfaatan sebagian atau seluruh sumber air tertentu melalui
perizinan; dan/atau
−
pelarangan untuk memanfaatkan sebagian atau seluruh sumber air tertentu.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
pengisian air pada sumber air antara lain: pemindahan aliran air dari satu
daerah aliran sungai ke daerah aliran sungai lainnya, misalnya dengan sudetan,
interkoneksi, suplesi, dan/atau imbuhan air tanah.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
sanitasi meliputi prasarana dan sarana air limbah dan persampahan.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup
jelas
Ayat (4)
Pelaksanaan secara vegetatif
merupakan upaya perlindungan dan pelestarian yang dilakukan dengan atau melalui
penanaman pepohonan atau tanaman yang sesuai pada daerah tangkapan air atau
daerah sempadan sumber air.
Yang dimaksud dengan cara
sipil teknis adalah upaya perlindungan dan pelestarian yang dilakukan melalui
rekayasa teknis, seperti pembangunan bangunan penahan sedimen, pembuatan teras
(sengkedan), dan/atau perkuatan tebing sumber air.
Yang dimaksud dengan melalui
pendekatan sosial, budaya, dan ekonomi adalah bahwa pelaksanaan upaya
perlindungan dan pelestarian sumber air dengan berbagai upaya tersebut harus
dilakukan dengan memperhatikan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat
setempat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
memperbaiki kualitas air pada sumber air antara lain dilakukan melalui upaya
aerasi pada sumber air.
Ayat (3)
Untuk mencegah masuknya
pencemaran air pada sumber air misalnya dilakukan dengan cara tidak membuang
sampah di sumber air, dan mengolah air limbah sebelum dialirkan ke sumber air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Yang dimaksud dengan rusaknya
sumber air adalah berkurangnya daya tampung atau fungsi sumber air.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan keterkaitan antara air hujan, air
permukaan, dan air tanah adalah keadaan yang sesuai dengan daur hidrologi yang
merupakan satu kesatuan sistem (conjunctive use).
Ayat (6)
Yang
dimaksud dengan setiap orang meliputi orang perseorangan dan badan usaha.
Ayat (7)
Yang
dimaksud dengan prinsip pemanfaat membayar biaya jasa pengelolaan adalah
penerima manfaat ikut menanggung biaya pengelolaan sumber daya air baik secara
langsung maupun tidak langsung. Ketentuan ini tidak diberlakukan kepada
pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan zona pemanfaatan sumber air adalah ruang pada sumber air
(waduk, danau, rawa, atau sungai) yang dialokasikan, baik sebagai fungsi
lindung maupun fungsi budi daya. Misalnya, membagi permukaan suatu waduk,
danau, rawa, atau sungai ke dalam berbagai zona pemanfaatan, antara lain, ruang
yang dialokasikan untuk budi daya perikanan, penambangan bahan galian golongan
C, transportasi air, olahraga air dan pariwisata, pelestarian unsur lingkungan
yang unik atau dilindungi, dan/atau pelestarian cagar budaya.
Penentuan
zona pemanfaatan sumber air bertujuan untuk mendayagunakan fungsi/potensi yang
terdapat pada sumber air yang bersangkutan secara berkelanjutan, baik untuk
kepentingan generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dalam
penetapan zona pemanfaatan sumber air, selain untuk menentukan dan memperjelas
batas masing-masing zona pemanfaatan, termasuk juga ketentuan, persyaratan,
atau kriteria pemanfaatan dan pengendaliannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan penetapan peruntukan air pada sumber air adalah pengelompokan
penggunaan air yang terdapat pada sumber air ke dalam beberapa golongan
penggunaan air termasuk baku mutunya, misalnya mengelompokkan penggunaan sungai
ke dalam beberapa ruas menurut beberapa jenis golongan penggunaan air untuk
keperluan air baku untuk rumah tangga, pertanian, dan usaha industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyebutan jenis-jenis penyediaan sumber daya air pada ayat
ini di luar kebutuhan pokok bukan merupakan urutan prioritas.
Yang
dimaksud dengan kebutuhan air untuk pertanian misalnya kebutuhan air untuk
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
Ayat (3)
Apabila
terjadi konflik kepentingan antara pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan
pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat misalnya pada situasi
kekeringan yang ekstrim, prioritas ditempatkan pada pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Kompensasi
dapat berbentuk ganti kerugian misalnya berupa keringanan biaya jasa
pengelolaan sumber daya air yang dilakukan atas dasar kesepakatan antarpemakai.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan kepentingan mendesak adalah suatu keadaan tertentu yang
mengharuskan pengambilan keputusan dengan cepat untuk mengubah rencana
penyediaan air, karena keterlambatan mengambil keputusan akan menimbulkan kerugian
harta, benda, jiwa, dan lingkungan yang lebih besar. Misalnya, perubahan
rencana penyediaan air untuk mengatasi kekeringan dan pemadaman kebakaran
hutan.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan penggunaan sebagai media misalnya pemanfaatan sungai untuk
transportasi dan arung jeram.
Yang
dimaksud dengan penggunaan sebagai materi misalnya pemanfaatan air untuk minum,
rumah tangga, dan industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Kerusakan
pada sumber air antara lain dapat berupa longsoran pada tebing sumber air,
rusak atau jebolnya tanggul sungai, dan/atau menyempitnya ruas sumber air.
Yang
dimaksud dengan mengganti kerugian antara lain dapat berupa kerja bakti membuat
bangunan penahan longsor, memperbaiki tanggul, atau membongkar bangunan yang
dijadikan tempat pengambilan atau penggunaan air dimaksud.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 33
Yang dimaksud
dengan keadaan memaksa dalam ayat ini adalah keadaan yang bersifat darurat.
Penggunaan
sumber daya air untuk kepentingan konservasi misalnya untuk penggelontoran
sumber air di kawasan perkotaan yang tingkat pencemarannya sudah sangat tinggi
(terjadi keracunan).
Penggunaan
sumber daya air untuk persiapan pelaksanaan konstruksi misalnya untuk mengatasi
kerusakan mendadak yang terjadi pada prasarana sumber daya air (tanggul jebol).
Penggunaan
sumber daya air untuk pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air misalnya
untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari pada saat terjadi kekeringan.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan pengembangan termasuk kegiatan pelaksanaan konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kekhasan
daerah adalah sifat khusus tertentu yang hanya ditemukan di suatu daerah,
bersifat positif dan produktif serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Contoh:
kekhasan di bidang
kelembagaan masyarakat pemakai air untuk irigasi: Subak di Bali, Tuo Banda di
Sumatera Barat, Dharma Tirta di Jawa Tengah, dan Mitra Cai di Jawa Barat.
kekhasan di bidang
penyelenggaraan pemerintahan seperti otonomi khusus, desa, atau masyarakat
hukum adat.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan konsultasi publik adalah upaya menyerap aspirasi masyarakat melalui
dialog dan musyawarah dengan semua pihak yang berkepentingan. Konsultasi publik
bertujuan mencegah dan meminimalkan dampak sosial yang mungkin timbul serta
untuk mendorong terlaksananya transparansi dan partisipasi dalam pengambilan
keputusan yang lebih adil.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 35
Huruf a
Yang
dimaksud dengan sumber air permukaan lainnya, antara lain, situ, embung, ranu,
waduk, telaga, dan mata air (spring water).
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan modifikasi cuaca adalah upaya dengan cara memanfaatkan
parameter cuaca dan kondisi iklim pada lokasi tertentu untuk tujuan
meminimalkan dampak bencana alam akibat iklim dan cuaca, seperti kekeringan,
banjir, dan kebakaran hutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Pengembangan
fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat misalnya untuk keperluan usaha
tambak dan sistem pendinginan mesin.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan air minum rumah tangga adalah air dengan standar dapat langsung
diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil
pengujian mikrobiologi (uji ecoli).
Yang
dimaksud dengan pengembangan sistem penyediaan air minum adalah memperluas dan
meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem nonfisik (kelembagaan, manajemen,
keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk
menyediakan air minum yang memenuhi kualitas standar tertentu bagi masyarakat
menuju kepada keadaan yang lebih baik. Pengembangan instalasi dan jaringan
serta sistem penyediaan air minum untuk rumah tangga termasuk pola hidran dan
pola distribusi dengan mobil tangki air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah
adalah badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah yang bertugas
menyelenggarakan pengembangan sistem penyediaan air minum.
Ayat (4)
Dalam hal di suatu wilayah tidak terdapat penyelenggaraan air
minum yang dilakukan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik
daerah, penyelenggaraan air minum di wilayah tersebut dilakukan oleh koperasi,
badan usaha swasta dan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air
untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi
rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Ayat (2)
Pengembangan
sistem irigasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah termasuk saluran
percontohan sepanjang 50 meter dari bangunan sadap/pengambilan tersier.
Kriteria
pembagian tanggung jawab pengelolaan irigasi selain didasarkan pada keberadaan
jaringan tersebut terhadap wilayah administrasi juga perlu didasarkan pada
strata luasannya, sebagai berikut:
− daerah irigasi (DI) dengan luas kurang dari 1.000 ha (DI
kecil) dan berada dalam satu kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung
jawab pemerintah kabupaten/kota.
− daerah irigasi (DI) dengan luas 1.000 s.d. 3.000 ha (DI
sedang), atau daerah irigasi kecil yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi
kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi.
− daerah irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 ha (DI
besar), atau DI sedang yang bersifat lintas provinsi, strategis nasional, dan
lintas negara menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah.
Pelaksanaan
pengembangan sistem irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah dapat
diselenggarakan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (3)
Ketentuan
ini dimaksudkan bahwa hak dan tanggung jawab pengembangan sistem irigasi
tersier ada pada petani, tetapi dalam batas-batas tertentu pemerintah dapat
memfasilitasinya.
Ayat (4)
Yang
dimaksud masyarakat termasuk perkumpulan petani pemakai air.
Yang
dimaksud dengan mengikutsertakan masyarakat adalah mendorong masyarakat pemakai
air pada umumnya dan petani pada khususnya untuk berperan aktif dalam
pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder.
Ayat (5)
Yang
dimaksud dengan pihak lain adalah kelompok masyarakat di luar
kelompok/perkumpulan petani pemakai air, perseorangan atau badan usaha yang
karena kebutuhan dan atas pertimbangan/advis/rekomendasi pemerintah secara
berjenjang menurut skala kewenangan dinilai mampu untuk mengembangkan sistem
irigasi. Pengembangan sistem irigasi harus selaras dengan rencana tata ruang
wilayah.
Pengembangan
dalam arti pelaksanaan konstruksi dapat dilakukan oleh pihak lain dengan desain
konstruksi yang telah disetujui oleh pemerintah.
Pengembangan sistem irigasi juga dapat dilakukan oleh pihak
ketiga atas supervisi pemerintah. Pengaturan tentang tata cara persetujuan dan
supervisi pemerintah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud
dengan kemampuan petani berarti mampu secara kelembagaan, teknis, dan
pembiayaan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan keperluan ketenagaan misalnya menggunakan air sebagai penggerak
turbin pembangkit listrik atau sebagai penggerak kincir.
Yang
dimaksud dengan memenuhi keperluan sendiri adalah penggunaan tenaga yang
dihasilkan hanya dimanfaatkan untuk melayani dirinya sendiri/kelompoknya
sendiri, sedangkan untuk diusahakan lebih lanjut adalah penggunaan tenaga yang
dihasilkan tidak hanya untuk keperluan sendiri tetapi dipasarkan kepada pihak
lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan pengembangan sumber daya air untuk perhubungan antara lain
untuk media transportasi misalnya untuk lalu lintas air dan pengangkutan kayu
melalui sungai.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu
wilayah sungai adalah pengusahaan pada seluruh sistem sumber daya air yang ada
dalam wilayah sungai yang bersangkutan mulai dari hulu sampai hilir sungai atau
sumber air yang bersangkutan.
Yang
dimaksud dengan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di
bidang pengelolaan sumber daya air adalah badan usaha yang secara khusus
dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan sumber
daya air wilayah sungai.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan badan usaha pada ayat ini dapat berupa badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah (yang bukan badan usaha pengelola sumber daya
air wilayah sungai), badan usaha swasta, dan koperasi.
Kerja sama
dapat dilakukan, baik dalam pembiayaan investasi pembangunan prasarana sumber
daya air maupun dalam penyediaan jasa pelayanan dan/atau pengoperasian
prasarana sumber daya air. Kerja sama dapat dilaksanakan dengan berbagai cara
misalnya dengan pola bangun guna serah (build, operate, and transfer),
perusahaan patungan,
kontrak pelayanan, kontrak manajemen, kontrak konsesi,
kontrak sewa dan sebagainya. Pelaksanaan berbagai bentuk kerja sama yang
dimaksud harus tetap dalam batas-batas yang memungkinkan pemerintah menjalankan
kewenangannya dalam pengaturan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan sumber
daya air secara keseluruhan.
Izin
pengusahaan antara lain memuat substansi alokasi air dan/atau ruas (bagian)
sumber air yang dapat diusahakan.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pemanfaatan
wadah air pada lokasi tertentu antara lain adalah pemanfaatan atau penggunaan
sumber air untuk keperluan wisata air, olahraga arung jeram, atau lalu lintas
air.
Huruf c
Pemanfaatan
daya air antara lain sebagai penggerak turbin pembangkit listrik atau sebagai
penggerak kincir.
Pasal 46
Ayat (1)
Alokasi air
yang ditetapkan tidak bersifat mutlak sebagaimana yang tercantum dalam izin,
tetapi dapat ditinjau kembali apabila persyaratan atau keadaan yang dijadikan
dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada sumber air yang
bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti dibandingkan dengan
kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi.
Ayat (2)
Alokasi air
yang diberikan untuk keperluan pengusahaan tersebut tetap memperhatikan alokasi
air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat pada
wilayah sungai yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang
dimaksud dengan alokasi air sementara adalah alokasi yang dihitung berdasarkan
perkiraan ketersediaan air yang dapat diandalkan (debit andalan) dengan
memperhitungkan kebutuhan pengguna air yang sudah ada.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan memfasilitasi ialah menyerap, mempelajari dan mendalami objek
pengaduan, dan merespon secara proporsional/wajar.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Bentuk
konsultasi publik yang digunakan dapat melalui tatap muka langsung dengan para
pemilik kepentingan (stakeholders) dan/atau dengan cara-cara lain yang lebih
efisien dan efektif dalam menjaring masukan/tanggapan para pemilik kepentingan
dan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan saluran distribusi adalah saluran pembawa air baku, baik yang
berupa saluran terbuka maupun yang berbentuk saluran tertutup misalnya pipa.
Ayat (2)
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya upaya pengusahaan yang melampaui
batas-batas daya dukung lingkungan sumber daya air sehingga mengancam
kelestariannya.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan daya rusak air antara lain berupa:
a. banjir;
b. erosi dan sedimentasi;
c. tanah longsor;
d. banjir lahar dingin;
e. tanah ambles;
f. perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi, dan fisika
air;
g. terancam punahnya jenis tumbuhan dan/atau satwa;
h. wabah penyakit;
i. intrusi; dan/atau
j. perembesan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan kegiatan fisik adalah pembangunan sarana dan prasarana serta
upaya lainnya dalam rangka pencegahan kerusakan/ bencana yang diakibatkan oleh
daya rusak air, sedangkan kegiatan nonfisik adalah kegiatan penyusunan dan/atau
penerapan piranti lunak yang meliputi antara lain pengaturan, pembinaan,
pengawasan, dan pengendalian.
Yang
dimaksud dengan penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai adalah penyelarasan
antara upaya kegiatan konservasi di bagian hulu dengan pendayagunaan di daerah
hilir.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Mitigasi
bencana adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat meringankan penderitaan akibat
bencana, misalnya penyediaan fasilitas pengungsian dan penambalan darurat
tanggul bobol.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Keadaan yang
membahayakan merupakan keadaan air yang luar biasa yang melampaui batas rencana
sehingga jika tidak diambil tindakan darurat diperkirakan dapat menjadi bencana
yang lebih besar terhadap keselamatan umum.
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota menjadi
masukan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; rencana pengelolaan sumber
daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi masukan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota dan provinsi bersangkutan; rencana pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi menjadi masukan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota dan provinsi yang bersangkutan.
Selain
sebagai masukan untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah, rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai juga digunakan sebagai masukan untuk
meninjau kembali rencana tata ruang wilayah dalam hal terjadi
perubahan-perubahan, baik pada rencana pengelolaan sumber daya air maupun pada
rencana tata ruang pada periode
waktu tertentu. Perubahan yang dimaksud merupakan tuntutan
perkembangan kondisi dan situasi.
Dengan
demikian, antara rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang
wilayah terdapat hubungan yang bersifat dinamis dan terbuka untuk saling
menyesuaikan.
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Kegiatan
inventarisasi sumber daya air dimaksudkan antara lain untuk mengetahui kondisi
hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, potensi sumber daya air yang
tersedia, dan kebutuhan air, baik menyangkut kuantitas maupun kualitas beserta
prasarana dan sarana serta lingkungannya termasuk kondisi sosial ekonomi dan
budaya masyarakatnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Rencana
pengelolaan sumber daya air disusun untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
Penetapan jangka waktu perencanaan diserahkan pada kesepakatan pihak yang
berperan dalam perencanaan di setiap wilayah sungai. Pada umumnya jangka waktu
pendek adalah lima tahun, jangka waktu menengah adalah 10 tahun, dan jangka
waktu panjang adalah 25 tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengumuman
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat guna menyatakan
keberatan atas suatu rancangan rencana yang akan ditetapkan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Program-program
pembangunan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air misalnya program
pengembangan air tanah oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang air
tanah, program rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dilaksanakan oleh
instansi yang bertanggung jawab dalam bidang konservasi tanah.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber
daya air adalah upaya melaksanakan pembangunan atau kegiatan konstruksi
berdasarkan perencanaan teknis yang telah dibuat, yang dapat berupa bangunan
atau konstruksi sarana dan/atau prasarana sumber daya air.
Yang
dimaksud dengan pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan
lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah
setempat.
Yang
dimaksud dengan manual adalah panduan yang berisikan petunjuk mengoperasikan
peralatan dan/atau komponen bangunan sumber daya air misalnya pintu air, pompa
banjir, dan alat pengukur debit air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan pengaturan dalam ayat ini, misalnya, pengaturan pembagian air,
pengaturan jadwal pemberian air, teknik pemanfaatan air, dan pengaturan
pemanfaatan sempadan sumber air.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Kegiatan
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder
dilakukan Pemerintah dan pemerintah daerah tidak menutup kemungkinan
perkumpulan petani pemakai air berperan serta sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Informasi kondisi hidrologis misalnya tentang curah hujan,
debit sungai, dan tinggi muka air pada sumber air.
Informasi
kondisi hidrometeorologis misalnya tentang temperatur udara, kecepatan angin,
dan kelembaban udara.
Informasi
kondisi hidrogeologis mencakup cekungan air tanah misalnya potensi air tanah
dan kondisi akuifer atau lapisan pembawa air.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Akses
terhadap informasi sumber daya air yang tersedia di pusat pengelolaan data di
instansi pemerintah, badan atau lembaga lain di masyarakat dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain melalui internet, media cetak yang
diterbitkan secara berkala, surat menyurat, telepon, faksimile, atau kunjungan
langsung dengan prinsip terbuka untuk semua pihak yang berkepentingan di bidang
sumber daya air.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan kegiatan berkaitan dengan sumber daya air adalah kegiatan
studi, penelitian, seminar, lokakarya, kegiatan pemberdayaan masyarakat, serta
kegiatan pembangunan sarana dan/atau prasarana yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya air.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan para pemilik kepentingan adalah stakeholders di bidang sumber
daya air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Termasuk
pengertian kelompok masyarakat adalah organisasi kemasyarakatan yang memiliki
aktivitas di bidang sumber daya air misalnya masyarakat subak dan kelompok
masyarakat petani pemakai air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan pendidikan khusus adalah bentuk pendidikan nonformal yang
selama ini telah dilaksanakan dalam bidang sumber daya air, seperti kursus,
pelatihan, dan bentuk pendidikan nonformal lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan pendampingan adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak
untuk meningkatkan penyadaran, perilaku dan kemampuan melalui kegiatan
advokasi, penyuluhan, dan bantuan teknis dengan cara menempatkan dan menugaskan
tenaga pendamping masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 75
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan kegiatan pengawasan dalam ayat ini mencakup pengamatan secara
cermat atas praktik penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air, baik dalam
konteks kesesuaiannya dengan rencana pengelolaan yang sudah ditetapkan maupun
dalam konteks ketaatannya termasuk tindak lanjutnya sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan kebutuhan nyata adalah dana yang dibutuhkan semata-mata untuk
membiayai pengelolaan sumber daya air agar pelaksanaannya dapat dilakukan
secara wajar untuk menjamin keberlanjutan fungsi sumber daya air.
Ayat (2)
Setiap jenis pembiayaan dimaksud mencakup tiga aspek
pengelolaan sumber daya air, yaitu konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang
dimaksud dengan biaya pelaksanaan konstruksi, termasuk di dalamnya biaya
konservasi sumber daya air.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Hasil
penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air diperoleh dari para penerima
manfaat pengelolaan sumber daya air, baik untuk tujuan pengusahaan sumber daya
air maupun untuk tujuan penggunaan sumber daya air yang wajib membayar.
Pasal 78
Ayat (1)
Badan usaha
lain misalnya perseroan terbatas dan usaha dagang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan yang dianggap sangat mendesak oleh
daerah tetapi belum menjadi prioritas pada tingkat nasional untuk wilayah
sungai lintas provinsi dan wilayah sungai strategis nasional, atau belum
menjadi prioritas pada tingkat regional untuk wilayah sungai lintas
kabupaten/kota.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan batas-batas tertentu adalah batasan terhadap lingkup pekerjaan
untuk pelayanan sosial, kesejahteraan, dan keselamatan umum yang dapat dibiayai
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah misalnya rehabilitasi tanggul dan sistem
peringatan dini banjir. Sedangkan biaya pemeliharaan rutinnya tetap menjadi
tanggung jawab badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola
sumber daya air yang bersangkutan.
Pasal 80
Ayat (1)
Pengguna
sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang tidak dibebani
biaya jasa pengelolaan sumber daya air adalah pengguna sumber daya air yang
menggunakan air pada atau mengambil air untuk keperluan sendiri dari sumber air
yang bukan saluran distribusi.
Biaya jasa
pengelolaan sumber daya air adalah biaya yang dibutuhkan untuk melakukan
pengelolaan sumber daya air agar sumber daya air dapat didayagunakan secara
berkelanjutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Perhitungan
ekonomi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan adalah perhitungan yang
memperhatikan unsur-unsur:
a. biaya depresiasi investasi;
b. amortisasi dan bunga investasi;
c. operasi dan pemeliharaan; dan
d. untuk pengembangan sumber daya air.
Ayat (4)
Yang
dimaksud dengan nilai satuan biaya jasa pengelolaan adalah besarnya biaya jasa
pengelolaan untuk setiap unit pemanfaatan misalnya Rp per kWh dan Rp per m3.
Kelompok
pengguna misalnya: kelompok pengusaha industri rumah tangga, kelompok pengusaha
industri pabrikan, dan kelompok pengusaha air dalam kemasan.
Yang
dimaksud dengan volume dalam volume penggunaan sumber daya air adalah jumlah
penggunaan sumber daya air yang dihitung dengan satuan m3, atau satuan luas
sumber air yang digunakan, atau satuan daya yang dihasilkan (kWh).
Tingkat
kemampuan ekonomi kelompok pengguna perlu dipertimbangkan dalam penentuan
satuan biaya jasa pengelolaan mengingat adanya perbedaan jumlah penghasilan.
Ayat (5)
Yang
dimaksud dengan jenis penggunaan nonusaha adalah jenis penggunaan air untuk
kegiatan yang bertujuan tidak mencari keuntungan misalnya pertanian rakyat,
rumah tangga, dan peribadatan.
Ayat (6)
Yang
dimaksud dana dalam ayat ini adalah pungutan biaya jasa pengelolaan sumber daya
air.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Bentuk
kerugian yang dialami sebagai akibat pelaksanaan pengelolaan sumber daya air,
misalnya hilang atau berkurangnya fungsi atau hak atas tanah, bangunan,
tanaman, dan benda-benda lain yang berada di atasnya karena adanya pembangunan
bendungan, bendung, tanggul, saluran, dan bangunan prasarana pengelolaan sumber
daya air lainnya.
Pemberian ganti kerugian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku meliputi ganti kerugian fisik dan/atau nonfisik terhadap pemilik
atau penggarap hak atas tanah dan/atau benda-benda lain beserta tanaman yang
berada di atasnya.
Ganti
kerugian fisik dapat berupa uang, permukiman kembali, saham, atau dalam bentuk
lain.
Ganti
kerugian nonfisik dapat berupa pemberian pekerjaan, atau jaminan penghidupan
lainnya yang tidak mengurangi nilai sosial ekonominya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kerugian
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air misalnya
terjadinya pemberian air yang tidak sesuai dengan jadwal waktu, tidak sesuai
dengan alokasi, dan/atau kualitas air yang tidak sesuai dengan baku mutu.
Yang
dimaksud dengan pihak yang berwenang adalah pengelola sumber daya air dan pihak
lain yang mempunyai tugas dan wewenang menerima pengaduan terkait dengan
pengelolaan sumber daya air.
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Bentuk
peran masyarakat dalam proses perencanaan, misalnya menyampaikan pemikiran,
gagasan, dan proses pengambilan keputusan dalam batas-batas tertentu.
Bentuk
peran masyarakat dalam proses pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan konstruksi
serta operasi dan pemeliharaan, misalnya sumbangan waktu, tenaga, material, dan
dana.
Bentuk
peran masyarakat dalam proses pengawasan, misalnya menyampaikan laporan
dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan nama lain misalnya panitia tata pengaturan air provinsi dan
panitia tata pengaturan air kabupaten/kota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan prinsip keterwakilan adalah terwakilinya kepentingan
unsur-unsur yang terkait, misalnya sektor, wilayah, serta kelompok pengguna dan
pengusaha sumber
daya air. Kelompok pakar, asosiasi profesi, organisasi
masyarakat dapat dilibatkan sebagai narasumber.
Yang
dimaksud dengan seimbang adalah jumlah anggota yang proporsional antara unsur
pemerintah dan unsur nonpemerintah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Ayat (1)
Sengketa
sumber daya air dapat berupa sengketa pengelolaan sumber daya air dan/atau
sengketa hak guna pakai air atau hak guna usaha air. Misalnya sengketa
antarpengguna, antarpengusaha, antara para pengguna dan pengusaha, antarwilayah,
serta antara hulu dan hilir.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan organisasi yang bergerak di bidang sumber daya air antara lain
adalah organisasi pengguna air, organisasi pemerhati masalah air, lembaga
pendidikan, lembaga swadaya masyarakat bidang sumber daya air, asosiasi
profesi, dan/atau bentuk organisasi masyarakat lainnya yang bergerak di bidang
sumber daya air.
Hak
mengajukan gugatan pada ayat ini adalah gugatan perwakilan.
Ayat (2)
Ketentuan
dalam ayat ini dimaksudkan agar gugatan yang dilakukan oleh organisasi hanya
terbatas pada tindakan yang berkenaan dengan sumber daya air yang menyangkut
kepentingan publik dengan memohon kepada pengadilan agar seseorang atau badan
usaha diperintahkan untuk melakukan tindakan penanggulangan dan pemulihan yang
berkaitan dengan keberlanjutan fungsi sumber daya air.
Yang
dimaksud dengan biaya atas pengeluaran nyata adalah biaya yang nyata-nyata
dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi penggugat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pejabat
penyidik pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada
pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan hasil
penyidikan diserahkan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik POLRI. Hal
itu dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa hasil penyidikannya telah
memenuhi ketentuan dan persyaratan. Mekanisme hubungan koordinasi antara
pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan pejabat penyidik POLRI dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Perizinan
dimaksud termasuk perjanjian yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya air
yang telah dibuat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah.
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4377
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
BalasHapusTerimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D