Kamis, 18 April 2013

Agenda 21 Indonesia Sektor Kehutanan Catatan Posisi Sepuluh Tahun Lalu 2002




Sektor kehutanan memainkan peranan penting dalam ekonomi Indonesia terutama melalui produksi dan ekspor kayu dan produk-produk berbahan baku kayu. Dari tahun 1989 hingga 1999, industri perkayuan memberi kontribusi sebesar 20 persen dari total pendapatan Indonesia dalam mata uang asing (Suara Pembaruan, 13 Oktober 1999). Indonesia memiliki kawasan hutan terluas kedua di dunia, dengan luas mencapai 108,5 juta hektar (Departemen Kehutanan, 2001). Oleh karena itu proyek-proyek pembangunan seperti perkebunan komersil, waduk, program transmigrasi dan pertambangan bergantung pada konversi kawasan hutan. Banyak masyarakat lokal dan adat di Indonesia, khususnya di luar Jawa, bergantung pada hutan untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan sosial budaya mereka. Tambahan lagi, hutan diketahui mempunyai fungsi ekologis baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.

Selama lebih dari tiga dekade yang dimulai pada tahun 1967, berbagai fungsi hutan ini belum dikelola dengan baik dan pemerintah lebih menekankan pada pemanfaatan kayu dibanding manajemen hutan berbasis ekosistem. Hal ini telah menyebabkan eksploitasi hutan besar-besaran dan konversi kawasan hutan untuk tujuan-tujuan komersil yang akhirnya mengakibatkan penipisan sumber daya hutan. Laju penebangan hutan di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia dengan kisaran antara 1,6 hingga 2,1 juta hektar per tahun (Departemen Kehutanan, 2001).


Sumber lain menghitung bahwa laju berkurangnya bentang hutan dalam hutan produksi antara tahun 1984 dan 1997 adalah 2.528.500 hektar per tahun (Kartodihardjo dan Supriono, 1999). Angka tersebut tidak termasuk kerusakan hutan di kawasan lindung dan konservasi atau kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran hutan di tahun 1997/1998 dan penebangan liar. Kerusakan hutan akibat kebakaran diperkirakan antara 200.000 dan 5 juta hektar (Bappenas, 1999). Sekitar 43 juta hektar hutan telah terdegradasi di Indonesia dan akibatnya 294 spesies flora dan fauna terancam. Situasi ini telah mengakibatkan kelangkaan sumber daya dan kompetisi antar pihak-pihak yang berkepentingan, yang sering kali berakhir dengan kerusuhan sosial. Pada kenyataannya sector kehutanan merupakan contoh terbaik untuk menggambarkan dampak pembangunan yang tidak berkelanjutan dimana penekanan diletakkan hanya pada faktor ekonomi, dengan mengorbankan kepentingan sosial dan ekologis.


Hal ini bukan berarti bahwa belum dilakukan usaha-usaha untuk melaksanakan manajemen hutan yang berkelanjutan. Sebagai contoh adalah rencana tata ruang untuk kawasan hutan pernah dibuat di tahun 1984 dimana hutan digolongkan menjadi hutan produksi permanen, hutan konversi dan kawasan konservasi. Rencana ini tidak dapat diterapkan dengan baik di lapangan karena tidak adanya peta yang layak dan penegakan peraturan. Sebagai akibatnya, konversi lahan hutan besar-besaran untuk perkebunan komersil terus berlanjut di kawasan hutan produksi dan konservasi. Di tahun 1997, ada usaha untuk mengintegrasi rencana tata ruang hutan dengan Rencana Tata Ruang Provinsi dan UU No. 29/1992 tentang Rencana Tata Ruang, berdasarkan program inventarisasi hutan nasinal yang sedang berlangsung. Namun lagi-lagi usaha ini terhambat oleh konflik kepentingan antara pihak-pihak yang ingin memanfaatkan rencana tata ruang lahan hutan sebagai alat untuk manajemen hutan yang berkelanjutan dengan pihak-pihak yang menginginkan konversi hutan besar-besaran untuk tujuan-tujuan komersil. Usaha tersebut juga belum menyinggung isu yang paling penting yaitu hak masyarakat atas kawasan dan sumber daya hutan.

Salah satu isu yang paling sering diperdebatkan dalam manajemen hutan adalah hak masyarakat adat dan lokal atas sumber daya hutan dan pembagian yang adil di antara pihak-pihak yang terkait atas eksploitasi hutan secara komersil. Di masa lampau, hak adat atas kawasan dan sumber daya hutan tidak diakui dan masyarakat lokal tidak memperoleh banyak keuntungan dari operasi penebangan kayu komersil. Baru-baru ini pemerintah mengganti UU Hutan tahun 1967 (yang tidak mengakui hukum adat) dengan UU No. 41/1999 tentang Kehutanan. Pasal 1 dan 5 dari UU No. 41/1999 menetapkan bahwa hutan adat adalah hutan negara yang terletak dalam kawasan suatu masyarakat di bawah hukum adat sepanjang terdapat masyarakat adat di sana dan diakui.


Keputusan Menteri Kehutanan No. 677/1998 tentang Hutan Masyarakat juga memberikan dasar hukum untuk hutan yang dikelola oleh masyarakat. Hal ini merupakan usaha untuk memperoleh pembagian sumber daya hutan yang adil. Kedua kebijakan tersebut tidak sempurna, dan mungkin tidak bisa menyelesaikan semua masalah dalam waktu dekat, tapi setidaknya merupakan langkah awal untuk tercapainya manajemen hutan berbasis masyarakat.

Dalam hal konservasi, Indonesia telah menyisihkan sekitar 17,9 juta hektar hutan sebagai kawasan lindung dan konservasi dalam bentuk cagar alam, taman nasional, taman perburuan dan taman wisata (Departemen Kehutanan, 2001). Meskipun hal ini penting untuk konservasi spesies secara in-situ, perlindungan habitat dan manajemen keanekaragaman hayati, konsep kawasan lindung juga membawa berbagai masalah. Pertama, kawasan lindung sebagian besar dibentuk dengan mengesampingkan penduduk lokal, dan oleh karenanya sering terjadi konflik antara pengelola kawasan lindung dengan masyarakat lokal, yang terkadang malah mengakibatkan kerusakan hutan bukannya perlindungan. Kedua, penegakan hukum yang lemah sehingga perambahan, perburuan dan penebangan liar merupakan hal yang sering terjadi di dalam kawasan lindung di Indonesia.
Ketiga, tanpa perencanaan tata ruang yang holistik dan komprehensif, beberapa bagian dari kawasan lindung sering dikonversi untuk kepentingan komersil (seperti perkebunan) akibat tidak adanya garis demarkasi yang layak dan pengaturan legal untuk konversi hutan.

Pemerintah juga telah menyisihkan sumber dana untuk program regenerasi hutan atau reboisasi dalam bentuk Dana Reboisasi (DR). Dana ini dikumpulkan dari para pemegang konsensi dan pada bulan Juni 1998 telah terkumpul sebanyak Rp. 2.461 milyar. Namun demikian, selama beberapa tahun tidak ada mekanisme yang jelas untuk mengumpulkan, menggunakan atau mengelola dana tersebut, hingga baru-baru ini ditetapkan bahwa dana ini harus masuk dalam anggaran negara. Di masa lampau sejumlah besar dana digunakan untuk tujuan-tujuan di luar sektor kehutanan sehingga program regenerasi hutan menjadi terhambat. Tambahan lagi, pada kasus dimana reboisasi benar-benar dilakukan, tingkat keberhasilannya sangat rendah dan dilakukan secara monokultur, yaitu penanaman satu jenis spesies sehingga yang terjadi bukan meregenerasi ekologi hutan melainkan menciptakan berkebunan pohon.


Sektor kehutanan telah sering mendapat bantuan kerjasama internasional, khususnya dalam manajemen kawasan lindung, pencegahan dan manajemen kebakaran hutan dan lahan dan dalam menangani masalah penebangan liar. Sebagai contoh, adanya Consultative Group on Indonesia’s Forests (CGIF, Kelompok Konsultatif tentang Hutan Indonesia), suatu koalisi dari beberapa lembaga donor yang bertujuan memfasilitasi kerjasama internasional untuk mengelola hutan di Indonesia. Lalu ada kerjasama dengan Uni Eropa untuk pencegahan dan penegakan hokum penebangan liar. Indonesia juga menjadi markas dua organisasi internasional, CIFOR (Center for International Forestry Research) dan ICRAF (International Center for Research on Agroforestry).

Sudah jelas bahwa terdapat minat yang besar dari masyarakat internasional dalam manajemen hutan Indonesia. Sayangnya, hal ini tidak diwujudkan dengan kordinasi di antara lembaga donor dan banyak kerjasama bilateral yang tumpang tindih sehingga sumber pendanaan terbuang sia-sia. Dan juga banyak kerjasama bilateral dan internasional tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam merancang proyek. Contohnya, CGIF baru mulai melakukan diskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat sipil sejak 1998.

Seperti yang telah disebutkan di atas, sebenarnya sudah banyak dilakukan usaha untuk memperbaiki manajemen hutan, namun usaha-usaha tersebut tidak menyeluruh dan terfragmentasi baik dari sisi pemerintah maupun dalam program kerjasama internasional. Terdapat empat masalah utama yang menghambat manajemen hutan. Yang pertama adalah tidak adanya reformasi kebijakan yang nyata dan partisipatif untuk merumuskan peraturan perundangan yang mendukung manajemen hutan.

Kedua, informasi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan tidak tersedia. Ketiga, manajemen hutan selama ini lebih menekankan pada eksploitasi sumber daya kayu dari pada menyadari potensi sepenuhnya dari sumber daya hutan untuk kesejahteraan nasional dan masyarakat. Hal ini mengakibatkan terjadinya masalah keempat yaitu dikotomi tujuan dan metode manajemen hutan antara masyarakat lokal dan tradisional di satu pihak, dengan perusahaan dan pemerintah di lain pihak.

Terakhir, penting untuk dicatat bahwa sumber daya hutan Indonesia memiliki fungsi global dan oleh karenanya diperlukan usaha nasional dan global bersama untuk mengelola sumber daya hutan secara berkelanjutan.

Rekomendasi
• Pemerintah perlu memfasilitasi suatu proses dimana konsensus nasional dan lokal dapat dicapai mengenai tujuan, metode dan strategi untuk manajemen hutan berbasis pembagian hak dan keuntungan yang adil. Proses ini akan melibatkan pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil serta masyarakat.
• Pemerintah perlu melakukan perbaikan terhadap peraturan perundangan kehutanan, melalui proses yang melibatkan partisipasi nyata publik. Rekomendasi kebijakan harus disertakan dengan proposal untuk implementasi dan penegakan yang kuat.
• Memperkuat informasi dasar tentang sumber daya kehutanan dan menyebarkan informasi tersebut pada masyarakat. Informasi ini harus meliputi kondisi hutan dan juga nilai-nilai
ekonomi, sosial dan ekologis yang potensial.
• Memperkuat pelibatan masyarakat tradisional dan kelompok-kelompok utama lainnya dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi kehutanan.
• Lembaga-lembaga internasional harus lebih transparan dan bertanggungjawab pada masyarakat sipil.

1 komentar:

  1. Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D





    Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D






    .Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D



    BalasHapus