Senin, 27 Mei 2013

Agenda 21 Bab 16 Indonesia


Posisi Indonesia 2002

ENVIRONMENTALLY SOUND MANAGEMENT OF BIOTECHNOLOGY
Decision-Making: The State Ministry of Research And Technology (SMRT) coordinates the management of biotechnology issues in Indonesia in cooperation with the Ministry of Agriculture and State Ministry of Environment. As the follow up on the Convention on Biodiversity, Indonesia has issued Law n° 5/1994, which stipulates the need for a protocol to regulate the issue of Living Modified Organism (LMO). MOU on Biosafety and the Safety of Genetically Modified Agricultural Products was released in September 1999 by Ministry of Agriculture, Ministry of Forestry, Ministry of Health and State Ministry of Food and Horticulture; followed by the ratification of Cartagena Protocol in May 2000.

Programmes and Projects: As mentioned in the National Agenda 21, the priorities of biotechnology development are given in 5 programme areas: agriculture, medicine, environment, development of biotechnology infrastructure, and biosafety procedures. SMRT has incorporated potential use of biotechnology in Strategic Policies of National Science and Technology Development (Jakstra Ipteknas) and National Primary Priorities on Research and Technology (PUNAS RISTEK). Further advancement of biotechnology is carried out through a variety of research programmes such as Integrated Advance Research (RUT), Collaborative Advance Research (RUK), and National Strategic Advance Research (RUSNAS).

Agenda 21 Chapter 16



ENVIRONMENTALLY SOUND MANAGEMENT OF BIOTECHNOLOGY

16.1. Biotechnology is the integration of the new techniques emerging from modern biotechnology with
the well-established approaches of traditional biotechnology. Biotechnology, an emerging
knowledge-intensive field, is a set of enabling techniques for bringing about specific man-made
changes in deoxyribonucleic acid (DNA), or genetic material, in plants, animals and microbial
systems, leading to useful products and technologies. By itself, biotechnology cannot resolve all the
fundamental problems of environment and development, so expectations need to be tempered by
realism. Nevertheless, it promises to make a significant contribution in enabling the development of,
for example, better health care, enhanced food security through sustainable agricultural practices,
improved supplies of potable water, more efficient industrial development processes for transforming
raw materials, support for sustainable methods of afforestation and reforestation, and detoxification
of hazardous wastes. Biotechnology also offers new opportunities for global partnerships, especially
between the countries rich in biological resources (which include genetic resources) but lacking the
expertise and investments needed to apply such resources through biotechnology and the countries
that have developed the technological expertise to transform biological resources so that they serve
the needs of sustainable development. 1/ Biotechnology can assist in the conservation of those
resources through, for example, ex situ techniques. The programme areas set out below seek to foster
internationally agreed principles to be applied to ensure the environmentally sound management of
biotechnology, to engender public trust and confidence, to promote the development of sustainable
applications of biotechnology and to establish appropriate enabling mechanisms, especially within
developing countries, through the following activities:
a. Increasing the availability of food, feed and renewable raw materials;
b. Improving human health;
c. Enhancing protection of the environment;
d. Enhancing safety and developing international mechanisms for cooperation;
e. Establishing enabling mechanisms for the development and the environmentally sound
application of biotechnology.

Sabtu, 25 Mei 2013

Strategi Mengatasi Transisi



Sumbangan Seorang Teman.
Segala sesuatu berubah. Usaha apapun bentuknya, apa pun orientasinya, laba ataupun sosial nir-laba, juga mengalami perubahan. Seorang mitra konsultan yang sudah mendampingi ratusan perusahaan, organisasi dan lembaga menyatakan: Sesuatu organisasi tak mungkin menghindar dari keharusan menghadapi dan menyiasati timbulnya beberapa masa dan langkah perubahan, atau peralihan, atau transisi, dalam setiap tahunnya. Ada sementara perubahan atau peralihan yang sangat menentukan keberhasilan, yang lain memacu kinerja, sedang sebagian melemahkan organisasi di semua lini. Bahkan membuat bangkrut. Maka para pemimpin perlu belajar bagaimana melewati masa dan tantangan perubahan atau peralihan ini, berani memotong tali yang menghela dampak negatif perubahan atau peralihan di dalam organisasi, dan menghargai nilai nyata hasil keputusan yang mungkin drastis, berat dan menyakitkan. Seumpama pohon yang harus dipangkas bersih dahan, ranting, daun bahkan batangnya, agar bertumbuh lebih sehat dan berbuah. Keberhasilan dalam melewati peralihan ini niscaya memberi kontribusi pada kemajuan usaha atau organisasi.

Senin, 20 Mei 2013

Strategic Planning Suatu LSM/NGO (7)




Adaptasi Metodologi Balance Scorecards

Oleh Bambang Kussriyanto, untuk SEMAI
Kegiatan Strategic Planning LSM/NGO pada tahap acara penggarapan “sasaran strategis” dan “perumusan program-proyek strategis” juga perlu secara metodologis berdialog dengan praktek di luar lingkungan LSM/NGO dalam Strategic Planning  dalam rangka memperlancar kerja-sama dengan stake-holders dengan membentuk platform dan kosa-kata yang komunikatif, terutama ketika nanti LSM/NGO dilibatkan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Salah satunya yang dikemukakan Konsultan pada tahun 2010 untuk LSM ABC adalah mendalami metodologi dan bahasa Balance Scorecards (BSC).

Balance Scorecards
Mulanya Balance Scorecards (BSC) digunakan dalam kalangan bisnis pada awal 1990-an sejak diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton pada 1992. Intinya adalah menempatkan visi dan strategi sebagai pusat sistem pemantauan dan penilaian proses kerja. Di dalamnya sasaran-sasaran ditetapkan, seraya mengusahakan agar Staf/SDM mengadakan penyesuaian perilaku pada sasaran itu secara berteras-teras (menurut posisinya dalam diagram proses kegiatan Lembaga)  dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai sasaran itu. Pada tahun 2000-an BSC juga digunakan dalam  pemerintahan. Di Indonesia BSC sudah dipadukan dalam pola Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) baik di tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kotamadya, Provinsi, maupun Nasional.  NGO/LSM pun tentu perlu mengenal pola BSC ini dalam Strategic Planning, bukan hanya sekedar untuk praktek keorganisasian sendiri, melainkan juga demi kelancaran hubungannya dengan stakeholders lain seperti masyarakat, lembaga bisnis dan pemerintahan, menciptakan platform dan aras bahasa komunikasi, supaya tidak dianggap “ngrepoti” hanya gara-gara tidak berada pada platform dan moda komunikasi yang sama.

Rabu, 15 Mei 2013

Strategic Planning Suatu LSM (6)




Menyusun Strategi

Oleh: Bambang Kussriyanto, untuk SEMAI

Biasanya Lembaga/Perusahaan menetapkan Misi dan Sasaran lebih dahulu, setelah itu baru menjabarkan Strategi. Ini dimaksudkan untuk mematok “The Right Thing” yang harus dikerjakan dalam kaitan dengan Misi atau mandat Lembaga. Dalam praktek, Misi dan Sasaran yang telah ditetapkan diubah ketika proses Strategic Planning membahas Strategi. Bahasan Strategi mengupayakan agar “The Right Thing” nanti diimplementasikan dalam kerangka proses yang benar, sehingga organisasi “Do Things Right”. Ada banyak hal yang memerlukan penyesuaian dalam bahasan Strategi yang menetapkan koridor implementasi program dan proyek untuk pelaksanaan Misi dan mandat.

Maka ketimbang melakukan bongkar-pasang, konsultan mengusulkan menunda penetapan rumusan pernyataan final Misi dan Sasaran sampai pemikiran mengenai Strategi selesai dulu. Baru kemudian semuanya ditinjau ulang sekaligus dirapikan dalam satu kemasan Misi-Sasaran-dan-Strategi. Maka gambaran dasar Misi dan apa yang hendak dicapai dalam proses acara Strategic Planning yang terdahulu untuk sementara dibiarkan sebagai bahan terbuka yang belum dikemas sebagai kepastian. Para peserta Lokakarya dapat kapan saja melihat bahan terbuka itu, yang ditempel di tembok ruang Lokakarya.

Pada hari kelima, setelah para peserta pulang dari ekskursi terbatas untuk menjajagi dan memastikan ketepatan program/proyek yang dipilih Lembaga guna menjawab isyu-isyu penting di masa depan, konsultan mengemukakan, bahwa walaupun praktek kegiatan kita lebih dituntun oleh situasi dan kondisi lokal, namun dalam perumusan perencanaan, sering kali sangat berguna menggunakan pola yang diterapkan organisasi yang letaknya berada di hulu kegiatan kita. Sebagai contoh, misalnya LSM yang  aktif dalam konservasi keragaman hayati, pencegahan kerusakan tanah, kerusakan hutan, pencegahan perluasan lahan kering dan mendapat bantuan teknis dan dana dari lembaga internasional DEF-Network (bukan nama sesungguhnya) beserta unit mana pun darinya, dalam Strategic Planning-nya juga dapat mencontoh (tentu saja dengan penyesuaian karena kepribadian Lembaga, lokasi dan budaya kerja yang berbeda) pola Strategic Planning  DEF-Network. Selain memudahkan proses LSM lokal, pola yang sama itu juga menciptakan platform untuk kelancaran berjejaring, komunikasi antar mitra kerja, serta koordinasi dan evaluasi kinerja bersama dalam lingkungan DEF-Network. Sekali lagi, yang dicontoh hanya pola, kerangka atau formatnya, isinya tidak.

Minggu, 12 Mei 2013

Strategic Planning untuk Suatu LSM (5)



Analisis Sosial Untuk Penyegaran Misi dan Pemrograman

Oleh: Bambang Kussriyanto, untuk SEMAI

Mengawali hari ketiga Lokakarya Strategic Planning LSM ABC, konsultan mengingatkan. Sering suatu lembaga sesudah beroperasi bertahun-tahun, karena pekerjaannya menjadi rutin, lalu kehilangan perspektif. Generasi staf baru menerima kegiatan sebagai warisan staf lama, dan taken for granted, melangsungkannya seperti apa adanya yang diterima. Lama kelamaan  karena rutinitas, (mungkin juga karena mengalami “burnt-out” atau gosong oleh banyaknya kegiatan biasa), tenggelam dalam aktivitas keseharian (yang biasanya diberi label “pemantapan”), lembaga menjadi “agen pelayanan sosial” biasa dalam status quo seperti dinas sosial dalam pemerintahan; kehilangan “greget” dinamika matra “agen perubahan sosial” yang sudah menjadi luntur; kian tidak jelas lagi perubahan baru macam apa yang dilancarkannya. Lalu ibarat “garam kehilangan asinnya”, manfaat lembaga bisa diragukan. Misi lembaga tak lagi bergigi, tidak “menggigit” lagi, dalam perjalanan proses pembangunan sosial berkelanjutan.

Secara periodik situasi seperti itu dicegah dengan acara Penyegaran Misi dalam Perencanaan Strategis ini, di mana lembaga menyelenggarakan suatu sessi untuk secara sadar dan kritis menimba unsur-unsur situasional yang dapat diolah menjadi “inovasi” atau “pembaruan” semangat dan program-program, dalam rangka pelaksanaan mandat asli atau Misi lembaga. Metode “Analisis Sosial” untuk pemrograman dapat membantu pelaksanaan sessi yang didedikasikan untuk “kebaruan” itu.


Dalam proses Perencanaan Stategik LSM ABC 2010 pada hari ketiga konsultan manajemen khusus mengajak peserta berkegiatan berkenaan dengan hal itu. Mulai dari acara presentasi informasi situasi mutakhir oleh pakar pengamat sektor kegiatan tertentu (pertanian/ kehutanan) yang lalu, telah dimunculkan isyu-isyu strategis beberapa tahun ke depan. Isyu-isyu itu, walaupun belum berkembang menjadi “problem”, adalah tantangan eksternal  yang bersifat programatik bagi Lembaga. Dari pengalaman operasional Lembaga sendiri juga sudah dipetakan “masalah-masalah” yang kemudian secara positif diganti namanya sebagai “tema peluang pembelajaran”, yang juga merupakan tantangan programatik internal.  Kedua kluster “isyu” dan “tema peluang pembelajaran” itu ditampilkan pada jajaran flipchart di tembok luas, menjadi bahan penyegaran Misi dan Program-program Lembaga. Metode Analisis Sosial kemudian diterapkan untuk menjadi kerangka positioning isyu dan peluang pengembangan itu dalam Misi dan Program-program Lembaga, menjawab pertanyaan strategis: Apa yang akan dilakukan? Ke mana arah tujuannya?

Rabu, 08 Mei 2013

Artikel ke-100


Hampir dua bulan Blog SEMAI ini diluncurkan.
Adalah sasaran kami, dalam dua bulan ini, menyampaikan 100 tulisan kepada teman-teman di dalam Blog ini. 
Syukur kepada Tuhan, sejak tulisan pertama pada 12 Maret 2013, sasaran 100 artikel ini dapat kami capai sebelum usia Blog SEMAI genap dua bulan.

Artikel ke-100 hanyalah berisi ucapan:













Terima kasih karena teman-teman sudah singgah di beranda Blog kami. 
Terima kasih telah sudi menyantap sajian kami. 
Terima kasih telah meluangkan waktu untuk tulisan-tulisan kami. 
Terima kasih sudah berkenan menulis komentar. 
Terima kasih atas dukungan dan perhatian.












Tuhan memberkati kita semua.