Coup d'etat (Kudeta) 25 Maret 2013?

Catatan Bambang Kussriyanto

Tempo hari santer beredar isu bahwa akan terjadi kudeta tanggal 25 Maret 2013. Seperti isu tentang demo-demo, lalu bertiuplah berita itu dan menjadi percakapan di berbagai mailing list. Sebagian dengan cemas mencari justifikasi, apa yang menjadi dasar-dasar kudeta. Karena mereka mencemaskan situasi pasca kudeta. Sebagian lagi sekedar iseng barangkali mau jadi penggembira baik dalam penyebaran isu kudeta, maupun kalau sungguh terjadi kudeta.

Teman-teman SEMAI ternyata banyak yang lupa, bahwa Kudeta berasal antara lain mengandung unsur "coup". Dalam bahasa Perancis, "coup" adalah pukulan mendadak. Dilontarkan ketika yang dipukul terlena, atau tidak pada posisi yang baik, sehingga dapat dipukul dalam arti lalu sempoyongan meninggalkan posisi terbaiknya. Atau dilengser dari kedudukannya secara tiba-tiba. Maka kudeta akan selalu merupakan agenda rahasia. Prinsip utama kudeta adalah pukulan kejutan, sama seperti prinsip gerilya.


Maka sudah dari awal ketika mendengar akan ada kudeta 25 Maret, kita tertawa. Kita ini bangsa yang suka lucu-lucu. Orang mau kudeta koq bikin pengumuman. Dari pihak kelompok yang mengagendakan kudeta, itu tindakan bodoh yang sudah pasti cuma gertak sambal, pepesan kosong. Jelas pihak yang akan dipukul sudah siap-siap dan menguatkan posisinya dengan segala cara. Maka jika agenda menjadi rahasia umum, misalnya tercium intel negara, ya sudah tentu sejak tanggal kudeta diumumkan, itu sudah sama dengan aborsi rencana.
 

Jika isu itu ditiupkan oleh pihak yang merasa kedudukannya terancam, hal itu juga menunjukkan runtuhnya kepercayaan diri. Suatu pola sikap yang bisa mengarah pada ketakutan sosial, merasa terancam dari segala arah karena tak punya teman, dan psikopat sosial, yang jika dibiarkan akan jadi sizofrenis, menganggap semua orang adalah musuh. Bagi politisi, ini menjadi tanda-tanda kehancuran diri sendiri. Seperti di masa lalu, pada zaman Orde Baru, ketika Pak Harto menjanjikan ancaman "tak gepuk!" menjelang akhir keruntuhannya.

Tetapi "rationale" (alasan justifikasi) kudeta di zaman Pak Harto dan masa sekarang tidak sama. Pada akhir pemerintahan Suharto terjadi krisis moneter Asia (1998) yang memukul seluruh dasar bangunan pemerintahan, karena krisis moneter itu kemudian memicu krisis aneka macam, sosial, ekonomi, politis, yang bersifat menyeluruh. Pada saat sekarang tidak ada krisis yang menghantam telak seperti itu. Krisis kepercayaan politis memang ada, tetapi itu hanya terjadi di kalangan para politisi; krisis terberat yang dapat menggerakkan sebagian komponen bangsa untuk bersatu dan bergerak haruslah yang berdasar perasaan luas bangsa ini, misalnya tekanan harga yang menyebabkan situasi buruh dan para petani mendorong intelektual muda menghimpun diri (misalnya pada tahun 1965 ketika inflasi meroket dan harga-harga naik lebih dari 500%), lalu maju serentak meminta perubahan. Sekarang ini tidak ada situasi semacam itu.

Isu kudeta juga bisa ditiupkan oleh orang-orang yang sedang kena perkara. Mereka mengharap munculnya kemelut politik. Maksudnya supaya masyarakat melupakan apa yang penting dalam hidup keseharian, beralih ke topik besar, termasuk meninggalkan proses pengusutan dan penyelidikan atas perkaranya yang karena situasi politik melemah dasarnya, dan yang bersangkutan bisa lolos melenggang keluar dari kemelut pidana yang menyelimuti dirinya.

Maka teman-teman, terutama cendekiawan muda dan para pemimpin komunitas, sebaiknya berpikir kritis dalam menyikapi isu. Kebingungan karena isu kudeta adalah tidak lucu. Sebaiknya tetap kukuh melaksanakan tugas-tugas utama, perjuangan-perjuangan dasar yang harus dibangun dengan konsisten dan konsekuen dari menit ke menit.

Kalau dalam ilmu silat, isu kudeta di saat sekarang hanyalah jurus "pukulan udara kosong" sekedar siasat tipu-tipu.